Sudah hampir seminggu sejak Gemintang meninggalkan Cemara seorang diri di kelas, pemuda itu belum juga menampakkan diri di hadapan Cemara. Gadis yang tengah selonjoran di sudut kelas ini memandangi layar handphonenya yang masih menyala menampilkan room chatt-nya dengan Gemintang.
Sederetan pesan-pesan yang dikirimnya belum ada tanda-tanda dibaca.
Beberapa hari yang lalu juga Cemara sudah mendatangi pemuda itu di kelasnya, tapi sepertinya Gemintang lebih gesit untuk menghindarinya. Padahal Cemara sudah meminta Jenggala untuk mencegah pemuda itu agar tak kabur, tapi tetap saja Gemintang punya cara agar lolos.
"Kaya lagi main kucing-kucingan tau gak lo?" gerutu Cemara ntah kepada siapa, tapi rupanya sosok pemuda yang sedari tadi bermain game di sebelahnya menoleh sekilas.
"Siapa?" tanyanya heran masih dengan mata yang fokus ke layar. "Oh, Gemi? Tadi pas istirahat pertama gue lihat dia di kantin Mpok Nur, lagi nyebat."
Mata Cemara sontak melebar, menepuk paha Guntur kencang membuat pemuda itu memekik keras. "Sumpah? Ngerokok?"
Guntur menyimpan handphonenya ke saku, mengangguk-angguk polos. "Lo gak tahu dia ngerokok?"
"Tahu…," jawabnya lirih, ia meremas pelan jari-jarinya, terlihat gelisah. "Tapi biasanya dia nyebat kalo lagi ada masalah, sih."
"Udah dua hari, lho, gue ngelihat dia nyebat di belakang—Heh, mau kemana?!"
Cemara mengabaikan teriakan Guntur, sekarang yang harus ia lakukan adalah mencari Gemintang lalu menyeret pemuda itu ke hadapannya.
Ada perasaan bersalah yang mengganjal di hatinya. Apa pemuda itu merokok karena dirinya? Atau karena orang lain dan masalah yang lainnya?
Cemara tersentak kaget ketika seseorang menarik tangannya membuat ia membalikkan badan. Matanya melebar saat tau siapa yang barusan melalukan itu. Sosok gadis manis dengan cengiran kecil di bibirnya kini melambaikan tangan heboh. "Haiii," sapanya girang.
Gadis itu Bulan, teman sekelasnya Kai yang merupakan teman satu tongkrongan Jenggala.
Dan Cemara semakin melebarkan matanya ketika melirik pemuda jangkung di samping Bulan.
"Mau kemana? Buru-buru banget?" Bulan bertanya masih dengan menyengir lucu.
Cemara menggaruk pelipisnya, agak bingung mau menjawab. Tidak mungkin ia mengatakan kalau ingin menyeret Gemintang, kan? Cemara bergumam pelan, "Mau ke… kantin belakang."
"Ngapain ke sana, Mbak? Rame, lho, di sana."
Kali ini bukan Bulan yang bertanya, melainkan sosok di sebelahnya. Banyu Fazal Gafi.
Gadis ini hanya terkekeh kecil menanggapi, ia mengangguk mengerti. Sudah biasa ia ke sana, jadi tak akan merasa risih apalagi takut.
"Mau saya temani ke sana?"
"Buaya mulai beraksi," celetuk Bulan menyenggol lengan Banyu. "Cemara jangan mau dekat-dekat Banyu, dia buaya."
Seseorang tolong bawa Cemara kabur dari situasi ini. Kali ini ia benar-benar tidak bisa berkonsentrasi untuk menimpali celotehan kedua orang ini.
"Gak papa, gue kan pawang buaya," ujar Cemara dengan anggukan mantap seolah-olah ia berkata yang sebenarnya. "Eh, guys—" Ia melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. "Gue duluan gak apa-apa? Buru-buru soalnya," lanjutnya meringis tak enak.
Sepeninggalan gadis dengan rambut yang di kuncir tinggi, Banyu belum juga memutuskan kontak matanya dari punggung mungil itu sampai akhirnya Bulan menghela nafas berat dan menyenggol bahu Banyu barulah ia mengerjap sadar.
KAMU SEDANG MEMBACA
831 MEANING 244 MEANING [hiatus]
Novela Juvenil"Tolong jangan paksa gue move on, karena gue gak bisa!" "Move on itu gak selamanya harus melupakan. Move on itu tentang mengikhlaskan. Jadi, ikhlasin dia!" - "Hal yg paling bikin kamu bahagia itu apa?" "... Kamu." [Kalo kamu cari cerita dengan alur...