Hampir lima belas menit Cemara menunggu Naura di taman yang sepertinya tidak ada tanda-tanda gadis itu akan datang menemuinya membuat Cemara nekat mendatanginya ke kelas 12 IPS 1. Tidak perduli bagaimana reaksi Gemintang nantinya saat mantan terindahnya itu dilabrak olehnya.
Sebenarnya, Cemara ingin mengajak Naura ngobrol secara baik-baik, tapi karena gadis itu tidak menepati janjinya membuat Cemara geram.
"Heh!" seru Cemara menarik tangan Langit yang berjalan dengan langkah lebar menuruni tangga. "Naura ada di kelas gak?"
Langit mengerutkan dahi, mulutnya sedikit terbuka memandangi Cemara. "Mau apa lo?" tanyanya memicingkan matanya penuh curiga. "Jangan bilang mau ngelabrak? Astaghfirullah, Cemara … istighfar!"
"Apaan sih, Lang?"
"Gue mau ikut!"
"Goblok banget. Siapa yang mau ngelabrak?!"
"Terus mau apa, dong?"
"Mau gue marahin!"
"SAMA AJA, SIALAN!"
Kalau begini urusannya, bisa-bisa Cemara gagal menemui Naura. Keburu bel masuk berbunyi.
"Yailah, kelamaan lo, ah!"
Sebelum Cemara menaiki tangga, Langit mencekal lengan gadis ini. Wajahnya menjadi serius, tidak seperti tadi yang ngeselin minta ditabok. "Naura gak masuk, dia izin sakit."
Cemara membulatkan matanya, ia jadi merasa tak enak sudah berpikir buruk ke Naura. Namun, kalimat Langit selanjutnya berhasil bikin dada Cemara lagi-lagi nyeri.
"Si Gemi tadi juga izin pulang pas bel istirahat," katanya meringis menatap Cemara tak enak. Menyadari raut wajah Cemara yang berubah pias, hati Langit mendadak ikutan sakit. "Gak usah mikir aneh-aneh, mungkin aja Gemi punya urusan mendadak."
"Urusan apa?" tanya Cemara tersenyum getir, ia menggigit bibir bawahnya kuat untuk menahan dirinya agar tetap terlihat baik-baik saja.
🌲
Sore ini suasana hati Cemara sedang baik. Tadi Gemintang menghubunginya dan pemuda itu meminta agar mereka bertemu di cafe biasa yang sering keduanya kunjungi. Tentu membuat Cemara lompat-lompat kegirangan sampai ayahnya mengamuk mendengar suara Cemara menggelegar ke penjuru rumah.
Cemara berdiri di depan lemari baju dengan kedua tangan dilipat di dada. Memandangi satu-persatu baju-bajunya yang layak untuk dipakai. Masalahnya, ia tidak memiliki banyak dress. Beberapa dress sebelumnya sudah pernah ia pakai saat berkencan dengan Gemintang. Rasanya akan aneh kalau dia memakai dress yang sama.
"Pinjam punya Bunda aja kali ya?" gumamnya seraya menyentuh satu-persatu bajunya. "Ah, nggak, deh. Pasti kebesaran—heh!" serunya begitu mendengar suara pintu kamarnya didorong dari luar oleh Cempaka.
Kakak kembarnya itu masuk begitu saja sambil menenteng dress bermotif kotak-kotak hitam putih yang panjangnya di atas lutut.
"Mau kemana lo?" tanya Cemara mengernyit bingung. "Bawa-bawa dress ke sini, buat apa?"
"Gak kemana-mana," kata gadis di depannya ini melempar dress tersebut ke ranjang. "Ini dress-nya buat lo pake."
Kening Cemara semakin mengkerut dalam. Ia duduk di tepi ranjang dan meraih dress cantik tersebut. "Punya lo?"
Cempaka mengangguk singkat. Kini berjalan ke arah meja rias di sudut kamar Cemara. Menggerakkan dagunya seolah menyuruh Cemara mendekat. "Sini duduk. Gue make-upin."
KAMU SEDANG MEMBACA
831 MEANING 244 MEANING [hiatus]
Fiksi Remaja"Tolong jangan paksa gue move on, karena gue gak bisa!" "Move on itu gak selamanya harus melupakan. Move on itu tentang mengikhlaskan. Jadi, ikhlasin dia!" - "Hal yg paling bikin kamu bahagia itu apa?" "... Kamu." [Kalo kamu cari cerita dengan alur...