10. Saya tau

240 6 0
                                    

“Apakah cukup hanya dengan maaf?” mata tajam itu menatap Erika seakan mencabiknya hidup-hidup. Erika dibuat gemetar. Sehangat apapun sikap Vin dulunya, tapi jika ada seseorang yang menganggu ketenangannya tetap saja, orang itu akan habis ditangannya.

“Vin, aku tau aku salah. Aku tidak bermaksud seperti itu. Vin, aku mohon maafkan aku.” hal yang paling di benci orang Vin adalah, dengan melihat wanita ular itu berlutut dibawahnya. Erika memegang kaki Vin meminta maaf. Sedangkan Evan berdecih melihat akting wanita itu.

“Sudahi drama anda nona. Mari saya antar keluar!” Evan berjalan mendekat pada Erika.

“Tidak. Aku benar-benar minta maaf Vin. Kau kan tau aku sangat mencintaimu, tapi kau tidak pernah melirik ke arahku. Maafkan aku Vin, sekali lagi maafkan aku.” Erika masih memohon pada laki-laki itu. Sedangkan Vin hanya berdiri tegak tanpa berminat untuk membantu wanita itu berdiri.

“Vinn...,” habis sudah kesabaran Evan. Dia berjalan semakin mendekat pada Erika. Berdiri di samping wanita itu.

“Nona Erika, apa perlu saya panggilkan security?” tanya Evan. Erika menatap tajam pria itu. Pria yang selalu saja menganggu kesenangannya. Mengganggu semua rencana yang dia susun. Bahkan dia juga yang menggagalkan rencana Erika yang saat itu berniat untuk tidur bersama Vin.

“Keluarlah Erika, jangan tunjukkan wajahmu lagi di hadapanku, kau tahu kan aku tidak suka dengan seorang penghianat!” Erika tercengang sesaat mendengar perkataan Vin. Setelah itu dia menelan salivanya susah payah. Apa Vin tau kelakuannya selama ini?

Jika iya? Ahhh, habislah dia.
Baiklah, sepertinya segera pergi dari tempat ini adalah pilihan yang sangat tepat saat ini. Jangan sampai Vin kehilangan kendali dan tentunya itu akan semakin membuat kehidupan Erika semakin sulit kedepannya.

Tanpa berkata apapun Erika berjalan keluar dari ruangan itu. Dia tidak menoleh sedikitpun pada Evan yang menampilkan sebuah senyuman kemenangan.

Jangan coba-coba untuk mencari gara-gara dengan tangan kanan Vin itu, bahkan informasi yang cuma ada di lubang semut pun  pasti akan dia cari bagaimanapun caranya. Itulah bentuk kesetiaannya pada Vin, pemuda berhati besar yang dulu sudah menolongnya.

Vin duduk di kursi kebesarannya. Dia terlihat menghela nafas.

“Apa yang tadi kalian bicarakan di rumah Kay tuan?” tanya Evan. Laki-laki itu duduk di sofa yang ada disana.

“Hei, bro. Come on, jangan panggil aku tuan, panggil aku Vin. Kau ini susah sekali di beritahu!” nada kesal kentara sekali dalam ucapan Vin tadi. Sedangkan Evan hanya berdehem menormalkan ekspresinya.

“Maaf, tapi saya tidak bisa tuan.” aih, rasanya ingin sekali Vin memukul kepala laki-laki keras kepala itu dengan tangannya. Sungguh menyebalkan.

“Aku akan menemui kakak Kay untuk meminta restu.”

“Oh, saya juga sudah mencari tahunya tuan.”

“Benarkah.” jawab Vin singkat. Lalu dia kembali menoleh pada Evan.

“Iya tuan, Saya sudah mencari tahu semuanya, dan saya juga tahu semua yang berkaitan dengan anda tuan.” jawab Evan. Sedangkan Vin hanya memicingkan mata.

“Termasuuuuk?”

“Termasuk saat anda, hemmm.....” Evan tidak melanjutkan perkataannya.

“Astaga, kauuuu, kau sungguh keterlaluan. Ba—bagaimana bisa kau tau semua tentangku. Evan? Kau masih normal kan? Kau tidak menyukai aku kan? Ah, ya tuhan, aku jadi takut sekarang.” Vin menampilkan wajah tidak percaya pada Evan, yang tampak biasa-biasa saja itu. Bahkan laki-laki itu tidak berekspresi sedikitpun.

“Tenang saja tuan, saya masih normal.” Vin mengurut dadanya lega mendengar perkataan Evan. Sungguh dia tidak menyangka, kalau ternyata Evan memperhatikan dirinya sedemikian rupa.

“Sepertinya kau harus dekat dengan seorang wanita Evan. Aku takut jika kau terus seperti ini, akan terjadi hal lain nanti.” Vin menganggukkan kepalanya membenarkan apa yang baru saja dia katakan. Sedangkan Evan? Tentu saja masih dengan ekspresi yang sama. Datar, dan tidak tergoyah.

“Tuan, pikirkan saja diri anda sendiri. Jangan memikirkan saya. Setelah anda bahagia nanti, saya yang akan jadi orang pertama yang akan sangat bahagia melihat anda bahagia.” wajah yang selalu datar itu, menunjukkan senyuman tipis di sudut bibirnya. Sangat tipis, hampir tidak terlihat.

“Oh Evan, kau membuat aku terharu.” Vin meledek tangan kanannya itu dengan senyuman di paksakan dan berpura-pura seperti orang yang sedang mengusap air mata. Menurutnya Evan terlalu kaku jadi orang.

“Biar saya urus keberangkatan kita ke Surabaya tuan. Atau mungkin, dia saja yang kemari? Perusahaan bisa mengatakan kalau dia di panggil ke kantor pusat.” Evan mengalihkan pembicaraan. Dia menatap pada layar Tab yang ada di genggamannya.

“Apa itu ide bagus?” tanya Vin ragu. Pasalnya dia kesana karena ingin meminta restu pada laki-laki itu untuk menikahi wanita yang waktu itu dia ambil keperawanannya itu.

“Saya rasa tidak. Karena nona Kay juga pasti merindukan kakaknya tuan.” Evan memberikan alasan yang masuk akal pada Vin.

“Ah kau benar juga. Baiklah, hubungi kantor yang disana, suruh mereka mengirim dia kemari.” Evan mengangguk mendengar perintah Vin. Lalu dia berjalan keluar, untuk menghubungi kantor cabang dan mengatakan apa yang disuruh oleh Vin.

^°^

Vin pulang ke rumah orangtuanya. Hari ini dia sangat letih. Banyak berkas yang harus dia tanda tangani.  Vin berjalan begitu saja melewati ruang makan. Disana orangtuanya sedang berbincang kecil, dan merasa heran dengan tingkah anak laki-laki mereka itu.

“Kenapa dia Evan?” tanya Al pada Evan, saat laki-laki itu mendekat pada mereka.

“Mungkin tuan muda hanya lelah tuan.” jawab Evan seadanya. Apa mengangguk mendengar perkataan Evan.

“Kau sudah makan? Ayo makan bersama kami.” istri Al, alias mamanya Vin menawarkan makan pada Evan. Tapi di sambut gelengan kepala oleh laki-laki itu.

“Tidak, terimakasih Nyonya. Tapi saya sudah makan.” Evan menundukkan kepalanya hormat, menolak niat baik nyonya besar untuk menyuruhnya makan.

“Oh iya, jadi kapan Vin akan membawa gadis itu kemari?” tanya Al saat mereka bertiga sudah terdiam.

“Tuan Vin saat ini sedang menunggu kedatangan kakak Nona Kay tuan. Karena dia bekerja di kantor cabang di surabaya.” Al mengangguk mendengar perkataan Evan.

“Baiklah, sebaiknya kau tidur sekarang. Aku tau kau lelah.” Evan mengangguk. Dia berjalan meninggalkan ruang makan menuju garasi. Mengunakan mobilnya, dia akan pulang ke apartemennya sendiri. Tugasnya hari ini sudah selesai. Memastikan semua yang diinginkan oleh Vin terpenuhi, dan memastikan semua berjalan dengan semestinya.

^°^

My Posesif BastardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang