Menjelang pagi tiba.
Widarih kembali pergi bersembunyi di dalam hutan.Aktivitas kembali dilakukan oleh keluarga Tuta.
Dan hari ini Nira telah sembuh dari sakitnya. Mereka bertiga melanjutkan memanen sayur di pagi hari.
Ladang yang besar itu masih menyisakan beberapa sayur-sayuran muda yang hampir masak.
Apabila waktu panen usai, mereka menanam benih atau menunggu panen tiba. Itupun harus mereka miliki simpanan sayuran sebagai asupan sehari-hari, atau membeli di ladang tetangga, mengingat menunggu panen yang masih lama dapat menyebabkan kelaparan.Adipani tiba di rumah Tuta, dan ia telah mengangkut sayur-sayuran nya kedalam gerobak yang dipinjam dari Tuta. Tak segan pula Adipani turut membantu memanen sayur diladang keluarga Tuta.
Ibu mengatakan bahwa sepertinya panen ini merupakan panen yang terakhir. Melihat semua tanah baru di sebar bibit, ditumbuhi tunas sayur dan juga pohon tomat serta terong yang telah layu karena usianya akan berakhir.
Tuta dan Nira memahami itu. Mereka akan menunggu beberapa minggu kemungkinan. Dan hanya mengandalkan beberapa karung umbi untuk persediaan makan selama kurang lebih 2 minggu. Ibu menyarankan untuk tidak menjual umbi-umbian dikarenakan masa awetnya lebih lama ketimbang sayur, jadi ibu memilih umbi untuk menjadi persediaan makanan selama masa menunggu panen tiba.
Adipani bersedia jika kebunnya masih dalam panen, ia akan memberi sedikit hasil panennya kepada keluarga Tuta, itupun sebagai bentuk tukar-menukar barang. Ibu keberatan, ia bersikeras akan membelinya saja.
Setelah memanen berakhir, kembali Tuta dan Adipani mendorong serta menarik gerobak menuju pasar. Ibu dan Nira menanti mereka dengan menyibukkan diri untuk berberes rumah serta memasak.
Kebetulan sekali air ditempat mandi habis untuk mencuci sayur. Nira yang sedari tadi diam itu terbesit pikiran untuk langsung mengambil air di sungai dengan membawa ember tanpa seizin ibunya.
Ibu tengah sibuk memasak, 3 meter dari pintu belakang. Ibu menyiapkan rantang untuk diberikan kepada Widarih di hutan secara diam-diam tanpa sepengetahuan orang lain.Nira membawa ember kecil itu menuju sungai. Ia melewati orang-orang yang berlalu lalang, ada yang memikul sayuran dan juga ada yang menarik gerobak kosong menuju rumahnya.
Nira memperhatikan sekeliling nya, dan tiba-tiba ia tak sengaja menabrak seorang gadis yang ternyata adalah Rumangsih. Rumangsih menyapanya, namun Nira melewatinya begitu saja tanpa membalas sapaannya.
Membuat Rumangsih dan dirinya tidak akrab sama sekali.Malah Rumangsih berpikir jika Nira itu suaranya dicabut oleh roh halus, jadi ia hanya mampu berteriak serta mendengkur dikala tidur. Padahal tidak seperti itu.
Sementara itu di hutan.
Widarih kembali dalam lamunannya. Tak ada yang menyenangkan baginya selain rumah Tuta. Disini sepi, hampir tak ada orang yang berlalu-lalang. Justru itu lebih baik, karena penduduk belum mampu menemukan keberadaan Widarih yang bersembunyi.Sampai kapan hidupnya seperti ini? Mungkin tak ada kesempatan hidup lagi jika ia kembali pulang kerumah.
Mengapa Widarih tidak pergi saja mencari desa baru dan bercengkrama disana, seperti dipasar? Tak ada niat baginya. Ia masih membutuhkan sahabatnya disini.
Widarih duduk bersandar di pohon yang kemudian tatapannya tertuju pada atas langit, burung-burung kecil berterbangan. Seandainya ia punya sayap, mungkin akan bebas kemana arah tujuannya, dan bisa kembali mengunjungi sahabatnya dengan mudah.
Disaat ia masih memandang burung di atas langit. Tiba-tiba suara seseorang mengagetkan nya.
"Hei."
Widarih menoleh secepatnya. Dan ia melihat seorang laki-laki tengah membawa kayu bakar yang telah diikat pada sebelah tangannya, dan sebelah tangannya lagi menggenggam sebuah golok.
![](https://img.wattpad.com/cover/232869031-288-k298261.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kelimut (Revisi) END ✓
Horror(Horror Mitologi) "Dia kembali." "Dia siapa?" "Roh hutan. Dia yang akan membunuhnya" Saat itu juga, muncul sebuah kaki besar yang berwarna seperti kayu tua. Namun amat kering juga keriput. Setelah itu diikuti kepala yang amat besar berwajah tirus...