Part 29

238 25 0
                                    

Ketika Tuta yang malang itu terjebak di keheningan malam bersama penerangnya dan juga sebuah ember berisi air. Entah jalan apa yang ia pijak, hingga menyebabkan dirinya tersesat di antar pepohonan hutan yang menjulang tinggi.

Suara lolongan anjing hutan itu kian membuatnya terancam. Apalagi kegelapan nan dinginnya malam ini seakan virus yang mulai menjalar ke sekujur tubuhnya. Merinding yang teramat sangat.

Tuta kembali berjalan, menelusuri belantara hutan tersebut. Ia sangat yakin jika jalan ini memungkinkannya untuk kembali menuju hunian para penduduk. Pasti Ibu menyadari jika pintu tertutup, lalu mencarinya yang hilang dikamar.

Langkah demi langkah di lalui, namun tak berlangsung lama. Ada seekor anjing di depannya tengah menyantap sebuah bangkai hewan. Tentunya hal ini akan sangat mengkhawatirkan. Pasalnya anjing tersebut bisa saja mencelakai dirinya dengan keganasannya. Orang-orang mengatakan jika anjing hutan merupakan ancaman.

Tuta kembali berbalik arah dengan langkah yang pelan, mencoba menghindari anjing tersebut. Namun gemericik air berjatuhan dari dalam ember. Sehingga memfokuskan pandangan anjing tersebut pada suara yang di dengarnya.

Anjing tersebut menggeram, seakan mendapatkan buruannya yang siap ia terkam. Tuta ketakutan, sehingga ia secepatnya berlari untuk menghindari anjing tersebut. Sedangkan tali ember yang di genggamnya itu terlepas dari tangannya. Ia hanya membawa pelita saja sebagai penerangan.

Sungguh diluar dugaan, kejaran anjing tersebut sangat kencang. Sampai-sampai anjing tersebut melompat ke arah bahunya dengan sigap. Membuat Tuta tersungkur dan kotor. Serta mengalami luka gores dari ranting-ranting pohon yang jatuh di tanah.

Ia kembali berlari lebih cepat lagi, nafasnya tidak beraturan. Ia tak mempedulikannya, yang terpenting nyawanya bisa diselamatkan dahulu.

Anjing itu menggonggong keras, Tuta pun nampak kelelahan. Sehingga ia memutuskan untuk melempar pelita tersebut ke arah anjing itu.

Pelita itu membentur kepala anjing, sehingga minyak tanahnya tercecer dan membakar bulu-bulu anjing tersebut. Namun hal tersebut malah semakin membuat binatang rantai atas makanan itu menjadi-jadi.

Langkah Tuta semakin cepat, semakin cepat ia berlari menghindar, tetap saja anjing itu jauh lebih unggul mendahuluinya.

Tuta tersungkur jatuh akibat langkahnya terantuk akar pohon yang menjalar. Ia mendapati wajahnya terbentuk batang pohon disisinya. Sehingga nampak pusing.

Anjing itu kini berada dihadapannya, menggeram hebat tanpa jeda. Seakan Tuta itu sebuah ancaman besar baginya, dan akan segera menjadi mangsanya. Dari postur yang dilihat Tuta, anjing itu besar sekali tidak seperti anjing biasanya, ia memiliki mata kecil namun terlihat tajam dan bulunya berwarna hitam bercampur abu-abu. Gigi runcingnya menyeringai sembari beberapa tetes air liur jatuh.

Tak ada harapan lagi bagi Tuta. Ia tak bisa lagi menghindar, ia harus melawannya.

Anjing itu mulai menyerang Tuta yang terpojok di batang pohon. Dalam kegelapan itu masih terlihat terang karena sinar rembulan yang jatuh dari celah dahan pohon, sehingga akan lebih mudah mengetahui posisi serangan dari anjing tersebut.

Tuta menangkis tubuh anjing yang mengganas itu. Ia merasakan jika bobot anjing ini terlalu berat jika di timang. Lebih seperti bobot tubuh seorang anak remaja yang sedang menyerangnya dengan ganas.

Suara keras gonggongan itu seakan merusak pendengarannya. Apalagi air liur itu nampak terciprat tanpa arah.

Anjing terus menyerang menggunakan mulutnya yang seakan ingin menggigit. Namun Tuta terus saja menahan serangannya dengan kedua tangannya tepat di leher anjing tersebut yang akan menggigit leher miliknya.

Suara sengal nafas Tuta terdengar jelas, ia sampai tidak bisa berkutik karena serangan tersebut. Seseorang tolong selamatkan dia.

Sampai dimana lengan Tuta yang mendapati luka aneh itu menyala bara kembali. Dan merasakan jika luka tersebut kembali sangat panas. Apalagi ia masih menahan serangan anjing hutan yang mulai menyerang telinga kirinya.

Sampai-sampai asap keluar dari dalam luka tersebut, ia tidak tahan. Sehingga kali ini lengannya yang terluka menyala itu ia lekatkan di leher anjing yang berbulu. Sehingga tak berapa lama bulu tersebut nampak meleleh terbakar dan hal itu dapat dilihat dari asap yang mengepul juga terdengar dengkingan suara anjing itu yang nampak merintih kesakitan.

Tuta pun kesakitan karena panasnya yang tidak mampu ditahan, dan tiba-tiba sangat sulit terlepas dari leher anjing tersebut.

Anjing itu mencoba untuk memberontak, namun Tuta pun tidak mampu melepaskannya.

Sehingga beberapa detik setelah anjing itu mulai lemah, lengannya yang menyala dan menempel terlepas begitu saja. Dan rasa panasnya tiba-tiba hilang tak dapat dirasakan kembali. Kesempatan itulah yang kini digunakannya untuk berlari menghindari anjing tersebut, sebelum anjing itu mengejarnya kembali.

Langkahnya cepat dan tersengal-sengal, sesekali ia berbalik arah hanya untuk memastikan jika anjing tersebut tidak mengejarnya kembali.

Hutan ini semakin gelap, cahaya terang seakan perlahan menghilang menjadi kegelapan. Sampai-sampai Tuta pun terbentur dikeningnya karena sebuah pohon didepannya yang tidak terlihat, benturan keras itu membuatnya jatuh terlentang kembali dan membekaskan luka sedikit berdarah. Dan saat itu pula ia merasakan pusing teramat sangat. Hingga pingsan tak sadarkan diri.


Dalam mimpinya.
Ia berada dihutan pada sore hari. Berlari pelan sambil tersenyum dihadapan seorang perempuan dan laki-laki.

Perempuan itu adalah Widarih yang nampak bahagia, senyumnya tersimpul amat indah.
Sedangkan laki-laki tampan itu merupakan seseorang yang sangat dekat dengannya, yakni Adipani.
Mereka berlari bersama di hutan tanpa beban apapun.

Tiba-tiba Widarih langkahnya terhenti, Tuta dan Adipani memandangnya dan sedikit menjauh dari Widarih.

Widarih terdiam kaku, tubuhnya telah terlilit pohon rambat yang berbunga, bunya itu seperti bunga melati putih namun memiliki bercak darah yang kental.
Widarih memandang Tuta, menangis.

Tuta segera menyelamatkannya, namun Adipani melarangnya. Karena saat itu pula roh halus berbentuk raksasa yang menyeramkan sudah menggenggam tubuh Widarih dengan tangan besarnya. Kemudian suara tertawanya menggelegar sangat keras nan menyeramkan.


Sampai dimana Tuta terbangun dari tidurnya di tempat yang sama. Namun saat ini hari telah menjelang pagi.

Wajahnya nampak kotor dan ada luka yang darahnya sudah mengering tepat di keningnya. Ia masih merasakan nyeri.

Ia masih berada didalam hutan. Ia sejenak berpikir, sepertinya ia sedang di usili oleh makhluk halus. Sehingga membuatnya terus-terusan tersesat dan mengalami mimpi aneh.

Selanjutnya, bagaimana caranya ia bisa keluar dari dalam hutan ini? Mengingat tidak terdapat jalur yang menghubungkan arah menuju hunian penduduk didesanya.

Hutan ini juga tidak ia kenali, sangat berbeda posisinya dari hutan yang pernah ia lalui untuk mencari umbi-umbian, dan juga mengamati bagaimana cara mati Widarih yang di ritualkan kepada roh halus melalui perantara para dukun demi kesaktian ilmu mereka semata.

Kelimut (Revisi) END ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang