Part 5*

526 47 0
                                    

Hari berikutnya telah tiba.

Pagi ini memanen sayur tidak dilakukan oleh keluarga Tuta. Mengingat saat ini Ia dan sang Ibu tengah menjaga Nira yang terbaring sakit di tempat tidurnya. Nira mengalami suhu tubuh yang naik drastis, dibanding semalam.
Kemungkinan karena reflek rasa kejut semalam membuatnya menjadi seperti sekarang ini. Terlentang di atas kasur dengan kedua mata terpejam erat bagai orang koma.

Suhu badan yang panas, membuat sang Ibu tak henti-hentinya mengompres Nira setelah handuk yang basah nampak mengering.

Tuta memandang wajah lusuh dan lelah sang Kakak yang tengah terlelap diiringi oleh suara nafasnya yang menggebu-gebu.

Sang Ibu membuka percakapan kepada Tuta, karena keheningan ini nampaknya begitu menyebalkan. Apalagi pikiran saat ini terfokus kepada Nira. Tidak ada suara bagai hujan yang berada dalam goa yang dalam.

"Kau tidak keluar menemui sahabatmu?" tanyanya, sekedar berbasa-basi menghilangkan rasa keheningan dipagi hari.

"Aku lebih suka disini. Menemani Kak Nira." pungkasnya.
''Kita berharap kebaikan untuk Kakakmu ini ya. Semoga Nira lekas pulih. Dan dapat beraktifitas kembali seperti biasa.'' ucap Ibu sambil menyentuh lembut kepala Tuta, sehingga membuat Tuta merasa nyaman dengan sentuhannya.

''Seiring waktu kita bersama, dalam hal apapun. Maka dari itu Ibu merasa ada kekurangan jika anak-anak Ibu sedang sakit. Ibu sangat menyayangi kalian. Sampai kapanpun.''

Sang Ibu tersenyum. Kemudian ia segera beranjak berpamitan kepada Tuta untuk menyiapkan makan pagi.

"Ibu hendak menyiapkan makan pagi sebentar ya. Kamu jaga Kakakmu."

Tuta mengangguk setuju.
Dan sang Ibu berjalan meninggalkan mereka berdua.

Tuta memandang wajah Kakaknya kembali.
Seketika sang kakak membuka kedua matanya.

Nira terdiam tanpa mengucapkan satu katapun, yang ia pandang hanya atap rumah dengan tatapan kosong.
Membuat Tuta semakin penasaran, apa sebenarnya yang sedang dirasakan oleh kakaknya tercinta.

"Kak Nira?" panggilnya lembut.

Nira tak engah, iya masih menatap kosong searah jarum jam berdetik. Seakan tanpa mengedipkan kelopak matanya.

"Kak Nira?" kali ini panggilannya membuat Nira sadar bahwasannya ia melihat seorang adik yang berada disisinya.
Nira memandang Tuta, Tuta heran dengan tatapan Nira yang nampak berbeda.

"Ada apa Kak?"

"Kakak mau minum?" Tuta masih menunggu jawaban Nira.

Nira masih menatap Tuta.
Kedua bola mata yang masih membekaskan warna merah dari terlelap tidur itu nampak sedikit berbinar.

Apakah yang dimaksud Nira menatap seperti demikian hanya untuk membuat Tuta pergi dari hadapannya? Begitu kira-kira yang terlintas dalam pikiran Tuta.

Segera Tuta beranjak pergi meninggalkan sang Kakak. Karena menurutnya, kemungkinan Nira tidak menyukai kehadiran Tuta disana. Melihat tatapan Nira seperti itu seakTuta.embuatnya berpikir bahwa Nira mengusirnya.

Kebetulan sekali Adipani sepulang dari pasar menarik sebuah gerobak dibelakangnya melewati rumah Tuta, bertemu dirinya didepan halaman rumahnya.
Adipani menyapanya kemudian, begitupun sebaliknya. Dengan rambut yang nampak sedikit basah. Tuta yakin Adipani sehabis kehujanan oleh air embun pagi dihutan sana.

"Kau hari ini tidak ke pasar kan?" tanyanya memastikan jika Tuta dan Ibunya benar-benar tidak ke pasar pagi ini.

"Iya, kemungkinan esok. Kakak-ku sedang demam tinggi. Jadi Ibu mengatakan kami harus menjaganya"

Kelimut (Revisi) END ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang