Part 19

275 25 0
                                    

Keesokan harinya, pagi yang sangat dingin menyelimuti seisi ruangan rumah milik keluarga Tuta.

Ibu tengah menyiapkan segelas teh hangat untuk Nira. Ia belum mengecek keberadaan Nira di kamarnya.

Tuta yang sudah terbangun dari tidur kini sedang berada di ladang, melihat-lihat bagaimana pertumbuhan sayur-mayurnya.
Hanya baru muncul pucuk kecil yang baru keluar dari benih.

Kadang juga Tuta menyirami tanamannya menggunakan seember air yang ia cari di sungai, berkali-kali tanpa memperdulikan rasa lelahnya.

Adipani telah bertamu pagi ini. Sepertinya hari ini ia libur untuk memanen, dan ia mengunjungi rumah Tuta untuk mengajaknya jalan-jalan ke pasar yang katanya sedang ada obral besar-besaran disana.

Ibu menyapa kedatangan Adipani.
Dan Ibu pasti tahu jika hari libur untuk memanen, pasti maksud kedatangan Adipani selanjutnya yakni mengajak Tuta untuk jalan bersamanya ke pasar. Memang hanya pasar yang jauh itulah tempat mereka untuk rekreasi berbelanja.

Setelah Ibu memanggil, Tuta menemui Adipani yang telah berpakaian rapih. Walaupun terlihat sederhana, namun Adipani masih tetap terlihat tampan dalam mata Tuta. Apalagi sepertinya ia sehabis mencukur rambut gondrongnya.

"Adipani."

"Hai. Kau tadi sedang apa di belakang?" Tanyanya sekedar basa-basi di depan bibir pintu luar.

"Hanya memperhatikan bagaimana sayuran itu mulai subur."

"Aku hari ini libur memanen, dan kedatanganku kesini untuk mengajakmu jalan ke pasar. Ku dengar disana ada obral besar-besaran."

Tuta bingung apa yang ia katakan selanjutnya. Apalagi ia juga memikirkan bagaimana kondisi sahabatnya Rumangsih di hutan sana. Mana mungkin Tuta asik bersenang-senang, sementara sahabatnya tengah terpenjara dalam lingkaran ritual para dukun.

Namun Ibu yang memperhatikan mereka mengatakan "Sudah, ayo sana ikut Adipani. Lepas beban pikiranmu. Ibu tahu apa yang kamu rasakan."

Memang sungguh jahat, namun ia pun tak mampu menolak, karena merasa tidak enak.

Akhirnya setelah Tuta setuju, ia segera mengganti pakaiannya. Sementara Adipani menunggunya di luar pintu.

Sementara beberapa dukun dan ketuanya tengah menuju tempat dimana Rumangsih terpendam di lubang yang tertimbun.
Dalam perjalanannya mereka sibukkan dengan mengobrol satu sama lain.

"Tahun ini sepertinya lumayan banyak anak-anak yang dapat kita ritualkan. Kemarin kita mendapatkan anak perempuan usia 9 tahun lahir di malam Jum'at weton. Dan satu lagi yang mendapatkan kutukan namun kita telat untuk meritualkannya, 17 tahun. Apakah hal itu membuat kita dalam bahaya?" Tanya salah seorang dukun.

Kemudian sang ketua menjawab pertanyaannya.

"Tidak, hanya saja khasiatnya sangat kecil bagi kita, lebih besar saat masih belia. Akan tetapi aku merasakan ada 1 anak lagi yang memiliki kutukan. Kecemasan sebelumnya aku berpikir dua anak yang punya kutukan terlampaui usia 9 tahun, hingga salah satunya bernama Widarih yang berusia 17 tahun telah terungkap, sepertinya ada satu anak lagi yang melewati batas pensucian, sepertinya anak itu disembunyikan orangtuanya. Hingga melebihi 9 tahun."

Sebenarnya ada 4 ritual berbeda yang para dukun itu lakukan, namun semuanya sama saja bertujuan untuk menumbalkan atas dasar sebuah keinginan mereka yang kuat.

Ritual pertama dilakukan kepada anak yang lahir dimalam Jum'at weton, yang menurut para dukun sangat dibenci oleh roh hutan. Maka cara ritualnya adalah dengan memasukan Kemenyan bersama bunga kamboja. Lalu menaruh garam dan terasi.

Kelimut (Revisi) END ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang