Physical distancing

2.9K 475 131
                                    

Wow update pertama di 2021 :D



































🔅





Renjun terbangun karena suhu yang membelai lembut pipi tirusnya sangat tidak manusiawi, hanya untuk menemukan dirinya tertidur dengan posisi meringkuk di karpet kamar. Netra rubah melirik ke arah jendela yang bahkan tidak ditutup, sang surya belum muncul untuk menerangi masa-masa gelap ini.

Ia menangis habis-habisan semalam, Jeno mengetuk pintu kamarnya menawarkan sebuah pelukan tapi itu hanya membuatnya menangis semakin keras. Dan Renjun tahu sang kekasih menunggu hampir sepanjang malam di depan pintu kamarnya.

Mengingat itu hanya membuat hatinya kembali berserakan, ia benar-benar merasa complicated bahkan sampai tidak tahu apa yang harus ia rasakan sekarang, marah? Sedih? Menyesal? Kesal?

Ia marah. Sang Ayah menganggapnya sebuah kegagalan padahal dirinya sudah mencapai titik dimana keinginan keluarganya tercapai, Renjun berhasil masuk ke unversitas ternama di negeri tetangga. Ia sedih. Tatapan kecewa sang Ibu menusuk hatinya begitu dalam.

Ia menyesal. Tidak bisa menenangkan Jeno padahal Renjun yakin pemuda yang baru saja berusia 21 tahun itu juga terkejut karena perkataan tajam ayahnya. Ia kesal. Karena berita di mana-mana membuatnya takut setengah mati.

Ia kesal karena semuanya malah semakin memburuk dari hari ke hari.

"Empat pagi." Gumamnya melirik ke layar ponsel.

Berusaha bangkit tapi kembali terduduk di atas kasur, Renjun sadar dirinya sedang tidak sehat. Maka dengan susah payah ia meraih kunci untuk membuka pintu kamarnya, mencoba memanggil satu nama yang dapat membantunya.

"Jeno..." 

Renjun berjalan tertatih hingga akhirnya bisa meraih kenop pintu kamar sang kekasih dan membukanya. Jeno sedang tidur di kasur dengan posisi melintang tidak teratur, wajahnya juga tampak lelah.

Si mungil tanpa pikir panjang langsung merebahkan tubuhnya disamping sang kekasih, tangan Jeno yang terbuka dijadikannya bantal.

Untuk sekarang aku hanya berharap aku tidak terinfeksi.

Jeno membuka mata merasakan sebuah beban dan rasa panas yang hinggap di lengan kirinya. Wajahnya langsung panik melihat sang kekasih terkulai lemas. Dengan segera ia memindahkan Renjun ke posisi yang benar di kasurnya dan memakaikan selimut sebatas dada.

"Astaga, Renjun, kau kenapa?"

Sret...

Jeno membuka laci nakas dan mengobrak-abrik isinya demi menemukan termometer, tidak ada. Ia pun pergi ke lantai bawah untuk mengambil kotak P3K, sebuah thermogun digunakan untuk memeriksa suhu tubuh Renjun.

"Oh tuhan..." Ia memucat, rasanya seperti déja vu. "Tiga puluh delapan derajat."







***







Dua puluh menit kemudian pemuda surai biru kembali membawa semangkuk bubur yang masih hangat. Ini adalah resep ibunya, jadi ia yakin itu tidak membuat mual bahkan jika dimakan saat sedang sakit.

Quarantine Mood Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang