tw// sucidal thought
🔆
Cahaya warm white dari lampu membuat suasana ruangan terasa lebih hangat dan nyaman.Toko roti itu kental dengan nuansa Eropa yang sederhana, aroma roti yang baru matang menguar membuat siapa saja betah berlama-lama di dalam. Hujan yang belum ada niatan berhenti pun turut membuat toko ini semakin bersinar ditengah gelapnya awan mendung.
Dalam balutan selimut, orang baru itu masih sedikit menggigil sedangkan sang bayi dan gadis kecil yang sudah terlelap dengan damainya di dalam ruang khusus staff bersama dengan anak Yizi.
Tiffany terus menunduk menatap kopinya yang masih mengepul. Terlalu banyak pikiran saling bersahutan di dalam dirinya, ia jadi bingung mau mendengarkan yang mana.
Ujung baju kering yang dipinjamkan itu ia mainkan untuk sedikit mengalihkan diri.
"Tiffany-ssi, apa anda sudah merasa lebih... hangat?" Tanya perempuan pekerja toko dengan name tag Huang Yizi.
Yizi menolak untuk mengatakan 'lebih baik' karena dilihat dari sisi manapun orang asing ini terlihat sangat tidak baik. Sepertinya dia terkena sindrom baby blue, dimana ibu yang baru melahirkan mengalami rasa tertekan dengan fase baru dalam hidupnya. Yizi tahu karena dirinya juga seorang ibu.
"A-ah.. iya."
Tidak ada kata terimakasih atau maaf yang keluar, tapi Yizi memakluminya. Ia mencoba mengganti topik untuk meringankan suasana.
"Kalau boleh tahu, siapa nama anak anda?"
"Jeno... Jung." Tiffany menjeda sebentar. "Jeno Jung adalah yang paling kecil dan yang perempuan bernama Yeeun Jung."
"Ah... begitu, Yeeun begitu cantik dan sopan, kalau Jeno aku yakin ia akan tumbuh menjadi lelaki tampan."
Senyuman tipis dipaksakan Tiffany untuk menghargai usaha Yizi menenangkannya. Ia telah melakukan hal bodoh, mengajak kedua darah dagingnya untuk bunuh diri adalah sebuah keputusan yang sangat bodoh dan gegabah.
Ia menyesal, sangat menyesal mengetahui bahwa hal ini pasti akan terbawa sampai dewasa setidaknya oleh Yeeun yang sudah mengerti.
Sebuah usapan lembut diterimanya di bahu, ia mendongak menatap pekerja toko roti itu. "Hangatkanlah diri dan anak-anak anda disini terlebih dahulu, ambil waktu. Kalau anda butuh tempat bercerita, saya bersedia."
Hening mengambang membuat suara-suara dan memori di kepalanya semakin kencang berteriak, Tiffany tidak bisa menahannya lagi, air mata kembali meleleh padahal kedua mata cantik itu sudah lelah menangis dua hari tanpa henti. Tangannya menutup mulut menahan isakan yang kian menyayat hati.
Yizi menggeser tubuhnya lebih dekat untuk merangkul bahu rapuh tersebut.
"Aku... aku tidak bisa... hiks! Ini semua salahku, Nick oppa tidak berhak menerimanya... hiks!"
"Seharusnya aku tidak memaksanya bertanggung jawab, ia masih sangat muda saat itu, tapi aku egois." Ia memukul dadanya sendiri, merasakan sesak yang sudah ia tahan selama 5 tahun. "5 tahun, dan selama itu dia menahan tekanan yang begitu berat menjadi seorang ayah remaja, hiks! Ini salahku! Ini salahku.."
KAMU SEDANG MEMBACA
Quarantine Mood
FanfictionNoRen | [fluff] [slight angst] [hurt comfort] COVID-19 sedang mewabah, memaksa seluruh negara menutup perbatasan, memaksa warganya tetap tinggal di rumah, memaksa orang-orang untuk sebisa mungkin menjaga kebersihan dan kesehatan. Hal yang sama berl...