Blue

2.5K 375 110
                                    



















🔆




Tiga minggu sudah terlewati dengan Renjun yang sarapan sendirian. Ia paham Jeno butuh waktu untuk self-healing jadi Renjun hanya akan mengantar makanan ke kamar dan meninggalkan sang kekasih sendiri. 

Tapi tidak mulai hari ini. Sudah tiga minggu, Jeno harus berinteraksi dengan orang-orang agar kewarasannya tetap terjaga.

Melihat Jeno yang berantakan akan membuat Renjun menangis juga dan disanalah kelemahan si Huang, ia sulit mengendalikan emosi sehingga tidak jarang ia malah memperkeruh suasana. Jadi dengan menguatkan diri Renjun memutar knop pintu dan membukanya lebar, membiarkan angin segar untuk masuk.

Tampak Jeno yang masih terlelap. Sang surya sudah menyinari dunia namun belum sempurna, wajar dia masih berkelana di dunia mimpi. Hampir saja Renjun kembali menangis hanya dengan melihat wajah damainya.

"Hei, tampan, kau tidak merindukanku?" Bisiknya pelan. Sebuah senyuman simpul ditarik Renjun sebagai sapaan sembari menyingkirkan poni biru tua yang menutupi mata sang kekasih.

Ia kira Jeno tidak akan terbangun mengingat betapa ringan dan lembutnya sentuhan kecil itu, membuatnya hampir tidak terasa. 

"Sangat." 

Renjun terperanjat antara malu dan merasa bersalah. "A-apa aku membangunkanmu? Aku akan pergi dan kembali jika sarapan siapㅡ"

"Didn't you miss me, prince?" Potong Jeno.

Jangan ditanya, Renjun sangat merindukan kekasihnya, sangat merindukan mata bulannya, sangat merindukan senyumnya, sangat merindukan suaranya. 

Tiga minggu menyendiri dan selama itu juga Jeno menyadari bahwa ia menyakiti si mungil perlahan. Bukan tanpa alasan ia menyendiri, tapi melepaskan sosok yang begitu penting dan mengikhklaskan nya  pergi sangat tidak mudah.

Namun setelah cukup merenungkan pesan Ayahnya bahwa ia harus menjalani hidup dengan baik membuatnya tersadar. Benar, sang Ayah sudah pergi tak seharusnya ia minta kembali. Jadi Jeno akan lanjut berjalan bersama orang yang masih ada di sisinya.

Jeno merentangkan tangannya sembari tersenyum setengah mengantuk. "Kemari."

"Jenoo..." Si mungil menerimanya, jatuh berbaring di kasur samping Jeno dan langsung memeluk sosok beruang besar favoritnya.

Tubuh Jeno terasa begitu dingin namun pelukannya sangat hangat sampai Renjun tak bisa menahan rasa rindunya yang meluap berupa air mata.

"B-bagaimana keadaanmu? Sudah merasa b-baikan?" Sebuah anggukan menjadi jawaban.

"Aku baik." Jeno terkekeh, "ini masih pagi dan kau sudah menangis?"

"H-hanya saja aku mengkhawatirkanmu."

Jeno menjepit pipi itu dengan kedua telapak dan diangkat untuk dihadapkan kepadanya.

Lihat, Renjun tidak melakukan apapun selain terisak tapi wajahnya terlihat sangat menggemaskan sampai-sampai kantung uwu Jeno akan meledak rasanya. 

Ia mengecup sekilas bibir kekasihnya yang maju karena pipinya dijepit.

"Jangan khawatir, kini aku baik-baik saja."

Quarantine Mood Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang