stranger

4.1K 687 62
                                    




























🔆

d a y 8|

d a y|

d a|

d|

Di hari ketiga Jeno baru sembuh total berkat Renjun sang Housemate yang sukarela merawatnya hingga sembuh. Tapi kini keadaan pemuda mungil itulah yang mengkhawatirkan, dia terlihat lebih lesu dan sensitif, tak jarang juga Jeno mendapati di lantai kamar Renjun berserakan tisu dengan noda darah.

Karena setahu Jeno, si pemuda Huang juga sedang sibuk-sibuknya mengerjakan tugas dari dosen untuk minggu ini.

"Jeno, turun dan sarapan!" Adalah kalimat yang menjadi alarm bagi Jeno. Dan jika dalam lima menit Jeno tak kunjung turun, maka ancaman khas dari Renjun pun beraksi.

"Jeno! Turun atau kau akan mati kelaparan!"

Yang dipanggil hanya terkekeh geli mendengar panggilan sang housemate. Sebenarnya ia sudah bangun sejak sepuluh menit yang lalu, tapi gravitasi kasur yang kuat seolah mendekapnya erat, mencegahnya beranjak dari sana. Tapi karena Renjun sudah memanggil, maka kasur yang nyaman pun kalah.

Ia segera turun, membasuh wajah sebentar di kamar mandi dan langsung menuju ruang makan. Jeno melirik sekilas ke arah punggung mungil yang masih sibuk menata makanan di meja.

"Bagaimana proyekmu?" Tanya Renjun sebagai pembuka.

"Sudah selesai. Kemarin pelanggan itu langsung menerima gambarannya walau koneksi disini agak buruk."

Si mungil mengangguk paham. Mereka tidak secanggung hari pertama, dengan sakitnya Jeno, mereka seolah dipaksa berbicara oleh keadaan. Jadi setidaknya mereka bisa mendeklarasikan kalau mereka bukan lagi orang asing. Bahkan Renjun terkadang pergi ke kamar Jeno hanya untuk mengambil jelly yang pemuda sipit itu simpan untuk camilan dikala waktu menggambarnya.

"Lain kali jangan terlalu barbar jika mengerjakan pesanan, sesulit apapun itu."

Si kelahiran april mengusap tengkuknya dengan kikuk, "y-ya... Maaf, pasti aku merepotkanmu?"

"Bukan masalah merepotkan," Renjun menatapnya serius. "Sudah ku bilang kalau ditengah kondisi seperti ini daya tahan tubuhmu turun, kemungkinan kau bisa terinfeksi. Dan itu akan membahayakanku juga."

"Mh-hm"

Puk!

"Ouch! Hei, apa-apaan itu?" Protesnya. Jeno mengusap lengannya yang baru saja dipukul. Tidak terasa sama sekali, tapi ia mencoba bereaksi atas perlakuan Renjun agar rasa canggung itu berkurang.

"Lihat? Kau baru saja dinasihati tapi sudah mengabaikan,"

"Mengabaikan bagaimana?"

"Kau hanya menjawab dengan dehaman, apa itu artinya kau mendengarkanku?!"

"Lalu harus kujawab dengan apa? Aku memang mendengarkanmu."

Ah, ini dia. Mereka mulai lagi. Seperti yang telah disebutkan tadi, menurut Jeno pemuda Huang itu mudah terusik akhir-akhir ini. Tapi ia berusaha tidak menunjukan ekspresi terusiknya dan itu membuat Jeno merasa canggung.

Quarantine Mood Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang