09:00

201 54 6
                                    

— 𝐁𝐮𝐤𝐚𝐧 𝐇𝐚𝐧𝐲𝐚 𝐃𝐢𝐚 —

📍Vancouver, 2010.

Rencana yang dikatakan Guntur nggak berjalan baik. Kak El tetap nggak pulang. Kata Bunda karena ongkos dari Ottawa ke Vancouver nggak murah, makanya Ayah dan Kak El memilih nggak pulang selama beberapa tahun. Irana sudah biasa sendiri dan sudah mengerti perasaan Guntur sebagai anak tunggal. Bedanya Irana punya Guntur, nggak bisa dibayangin kalau dulu Guntur nggak ada teman karena dia usil. Seberapa kesepiannya dia?

Kalau di sekolah sih enggak, ada Janan, Maple, dan Chloe yang selalu menjadi temannya.

Ada satu yang tersedih di tahun ini. Guntur dan Irana beda kelas. Hiks.

Biasanya Irana bisa bertanya pada Guntur jika ada tugas yang nggak dimengerti. Sekarang dia duduk dengan Janan, dia juga cerdas, tapi sejujurnya memang Guntur lebih cerdas. Nggak terkalahkan.

Guntur jadi murid kesayangan guru. Dia aktif menjawab saat di kelas, nilai bagus di semua mata pelajaran. Guntur jadi populer karena kepintarannya.

__

Guntur mengajak Irana makan siang bersama di pekarangan sekolah. Dia ingin mengajak teman, tapi dia pikir Guntur akan diabaikan jika ia bersama teman-temannya. Alhasil dia sendirian datang.

Irana menyipitkan matanya. Guntur sedang berbincang dengan seseorang. Irana nggak pernah lihat sebelumnya. Di sekolah mereka hanya memiliki tiga kelas per angkatan, maka dari itu mudah mengingatnya. Namun, anak perempuan berambut panjang dikepang satu itu nggak pernah sekali pun Irana lihat.

"Oh, Irana, ya?" Anak perempuan itu menyapanya ramah. Otomatis Irana ikut tersenyum menyapanya. "Guntur sering cerita tentangmu."

"Oh iya? Kamu ... anak baru?"

"Aduh, sampai lupa! Namaku Zoey. Dan iya, aku baru saja pindah ke sekolah ini. Salam kenal, Irana, semoga bisa berteman baik, ya."

"Salam kenal juga."

Agak jengkel sih. Tapi apa boleh buat. Lagipula Zoey terlihat sangat ramah dan menyenangkan, dia juga mengajak Irana dalam perbincangan, jadi dia nggak merasa diabaikan.

Hari ini dia kembali berkenalan dengan orang baru.

__


"Zoey pinter banget, Ran." Guntur membuka percakapan sesaat setelah dia melambai pada Zoey yang berbeda arah. "Dia jago banget ngitung matematikanya, sampe anak kelas yang lain bengong. Karena materinya tuh baru dijelasin, tapi dia udah bisa."

"Wah, pinter banget dong?"

"Banget."

"Kamu yang pinter aja bilang dia pinter." Irana menatap kerikil-kerikil jalanan – menunduk. "Dia kenapa pindah? Dari Montreal, kan?"

Guntur mengangguk. "Aku nggak tau bisa cerita ini atau enggak sih."

"Rahasia, ya? Ya udah nggak apa-apa nggak usah cerita. Kamu dipercaya sama dia buat nggak cerita, jadi aku nggak masalah."

"Tapi aku bakal cerita sih, karena aku percaya kamu bisa jaga rahasia." Guntur menatap langit. "Ibu dan Ayahnya pisah. Dan Zoey memilih tinggal bersama neneknya."

"Pisah?"

"Iya, pisah. Pisah rumah, pisah hubungan, pisah pokoknya. Nggak ketemu lagi."

Irana terdiam. Ternyata dia bukan satu-satunya orang yang ditinggalkan. Bedanya Kak El dan Ayah nggak berpisah dengannya dan Bunda, hanya berjarak.

Mungkin Irana perlu melihat sekeliling agar nggak sedih. Karena dia bukan satu-satunya yang bersedih karena perpisahan.

[]

DEER'S

Oke, mari kita kebut work ini. Semoga masih bisa ya:)

Aku mau tanya, sejauh ini kalian suka dan enjoy ceritaku nggak?

Aku yang nulis baper sendiri sumpah deh:( apa ya, kayaknya aku terlalu mendalami karakter hiks.

Jangan lupa vote dan komen..

Hope you enjoy it!

✔️when i realizedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang