14:32

377 58 30
                                    

Guntur baru saja menginjakkan kakinya ke rumah, tapi ibunya memberi kabar mengejutkan serasa disambar petir.

Guntur berlari ke apartemen Irana. Ia menenangkan deru napasnya, lantas menekan bel. Pertama, nggak ada jawaban. Oke, tetap tenang. Kedua, masih sama. Begitu sampai ke-10 kali ia menekan bel.

"Guntur?"

"Oh, Madam Gwenny?"

"Kenapa kau menekan bel rumah itu berkali-kali?" Guntur mulai menjelaskan tujuannya. "Kau tidak tahu? Sungguh? Irana dan Eliana sudah pergi tadi pagi. Pesawatnya terbang jam tiga tadi sore. Kau terlambat."

Oke, biar dia perjelas lagi, apakah Irana benar-benar pergi meninggalkannya? Ini bercanda, kan?

"Apa Irana menitipkan sesuatu?"

Wanita paruh baya itu tampak berpikir, lalu menggeleng setelahnya. Guntur mengucapkan terima kasih dan menatap kepergian Madam Gwenny dengan sorotan mata yang sedih.

Ini terlalu tiba-tiba. Bahkan Guntur nggak sempat mengucapkan selamat tinggal dan parahnya lagi Guntur sedang bertengkar dengan Irana.

Ketika ia ingin berbalik, kakinya tersandung. Ada sepucuk surat dibalik keset.

Dari Irana untuk Guntur.

Tanpa menunggu lama, ia berlari menuju rumah dan membuka surat dari Irana. Membacanya dari paragraf pertama hingga terakhir.

Maaf. Maaf. Maaf. Maaf.

Hanya itu yang mampu Guntur katakan.

Untuk Irana,
1432.

Sayangnya Guntur terlalu pengecut untuk mengakui ia menyukai sahabatnya sendiri.

[END].

Terima kasih para pembaca yang setia menanti work yang nggak jelas ini. Wish me luck.

Pokoknya aku berterima kasih kepada kalian yang berpatisipasi dalam mendukung karyaku, entah voting ataupun komen. Aku sangat menghargai dukungan kalian semua, namun nggak bisa aku sebut satu-satu.

Dan, sampai jumpa di karyaku berikutnya!

Salam hangat,
DEER.

✔️when i realizedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang