14:00

184 50 10
                                    

— 𝐒𝐞𝐥𝐚𝐦𝐚𝐭 𝐓𝐢𝐧𝐠𝐠𝐚𝐥 𝐝𝐚𝐧 𝐒𝐞𝐥𝐚𝐦𝐚𝐭 𝐃𝐚𝐭𝐚𝐧𝐠 —

📍Vancouver, 2015.

Irana harus menelan bulat-bulat kenyataan kalau Guntur jelas-jelas lebih memilih Zoey dan tega meninggalkannya di tengah hujan deras. Padahal Irana hanya berkata jujur. Dia jujur kalau dia bilang dia melihat Zoey bersama laki-laki lain sedang bergandengan tangan. Sakit sekali rasanya. Sepertinya angka yang tertera pada tahun pertemanan mereka nggak berarti apa-apa dibanding orang yang baru ditemui. Guntur lebih percaya Zoey dan dia harus terima.

Irana juga nggak mengerti kenapa ia bisa bertahan sekuat ini. Satu yang dia percaya, dia percaya Tuhan nggak akan memberi cobaan melebihi kekuatannya. Dia juga percaya setiap dia berjalan, Tuhan selalu mengawasinya.

Tapi tetap saja, rasanya tetap sakit. Rasa sendirian itu tetap mendominasi.

Irana tersenyum saat seseorang lari menggunakan payung. Dia bahkan nggak peduli badannya terkena hujan.

"Aduh, Irana. Kan Bunda udah bilang kalau mau keluar bawa payung." Bunda langsung mengeluarkan sapu tangan dan mengusap kepala Irana.

Bunda selalu ada untuknya. Dia nggak perlu khawatir.

__

Irana menatap kamarnya yang sudah kosong. Barang-barang sudah terkemas rapi.

Bunda memanggilnya. Dengan sigap, Irana berlari kecil menghampiri Bunda. Semua barang sudah rapi di bagasi taksi, mereka ke sini untuk mengecek sekali lagi apakah ada yang tertinggal. 

Semua telah lengkap. Taksi yang ditumpangi melesat cepat, membelah jalanan kota Vancouver yang akan ditinggalkan.

Irana menginjakkan kaki di Bandara Internasional Vancouver. Gandengan Bunda nggak lepas sedari mereka memasuki taksi.

Irana melambaikan tangan pada Chloe dan Janan yang sudah tiba terlebih dahulu. Mereka hanya mengantar, tapi kenapa lebih niat ya? Hahaha.

Janan memeluk Irana erat. "Ran, hati-hati, ya."

"Kalian bisa tidak menggunakan bahasa yang aku mengerti saja?" ujar Chloe kesal. "Aku seperti orang bodoh saat kalian bicara bahasa itu."

Irana dan Janan tertawa geli. "Rahasia," kata Janan seraya mengedipkan mata usil. "Ya kan, Ran?"

Irana mengangguk. "Iya, rahasia."

"Jahat!"

"By the way, Ran. Kamu udah pamitan sama Guntur?" Irana menatap Janan. "Belum?"

Irana menggeleng. "Dia nggak bakal mau dengerin aku, Nan. Percuma."

"Okay. Baik-baik ya di sana. Aku bakal nyusul!"

"Janji, ya?"

"Iya! Kamunya harus baik-baik dulu di sana. Nanti kita ketemu lagi, oke?" Irana memeluk Janan.

Tubuhnya berbalik, menatap Chloe yang sudah berkaca-kaca. "Sekarang kamu yang pergi meninggalkan aku."

Irana mengernyitkan dahi. Nggak tega meninggalkan temannya setelah kejadian setahun yang lalu rasanya masih basah di benak. "Maaf. Bunda harus menepati janjinya dengan Nenek untuk pulang ke Indonesia."

"Entah berapa tahun dari sekarang, kau harus menemuiku lagi ya. Di manapun itu, entah di Indonesia atau di Vancouver."

"Harus." Irana memeluk Chloe. Janan merangsek masuk ke pelukan Irana dan Chloe. Mereka tertawa riang.

Dan akhirnya, Vancouver hanya menjadi kota kenangan saja.

Selamat tinggal Vancouver. Selamat tinggal Kanada. Selamat tinggal cinta pertama.

Dan ... selamat datang Jakarta.

[]

DEER'S

2 chapter menuju ending. Aku publish nanti siang, ya🙌🏼

Hope you enjoy!

✔️when i realizedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang