"Haru, disini," kata Hana kepada kakaknya. "Beberapa langkah lagi."
Haru mengangguk dan mengikuti kemana Hana membawanya. "Hana?" seseorang memanggil adiknya ketika mereka berjalan. Haru berhenti di tempatnya karena Hana sekarang sedang berbicara dengan orang dihadapan mereka. "Oh, annyeong[1] Ji-Na. Haru, ini temanku Lee Ji-Na. Ji-Na kenalkan ini kakakku."
"Annyeong eonni[2]," kata Lee Ji-Na kepada Haru. "Apa kamu bersama dengan orangtuamu malam ini?" tanya Ji-Na.
"Ya, aku bersama dengan orangtuaku—"
Haru memotong kata-kata Hana yang sepertinya masih ingin berbicara lebih lama dengan Ji-Na, "Apa kita sudah dekat Hana? Aku bisa masuk dan mencari sendiri."
"Oh, syal kakakku tertinggal, aku harus membantunya Ji-Na."
"Hana, kalau kita sudah di depan pintu, aku bisa mencarinya sendiri. Tentu saja para staf akan membantuku," kata Haru yang sekarang mengira-ngira apa ia harus ke kanan atau ke kiri.
Hana Tanaka memegang tangan kakaknya dan berkata, "Ke kiri Haru, aku akan membantumu."
"Tidak, tidak, jangan membantuku," kata Haru dengan keras kepala. "Aku akan mencari sendiri. Kamu dan Ji-Na bisa berbicara di luar dan menungguku."
Hana terlihat khawatir tapi tentu saja Haru tidak bisa melihatnya, "Kita sudah di depan ruang teater lagi Haru. Kalau kamu berjalan lurus kamu akan berada di tengah panggung. Haru kamu harus meminta tolong kepada seseorang—atau aku saja yang akan membawamu...."
Haru melepaskan pegangan tangan Hana dan berjalan menjauh, "Aku bisa sendiri. Lurus, lalu aku harus meminta tolong, aku mengerti. Apa kamu ingat dimana tepatnya kita duduk?"
"Barisan 'G' Haru, kamu harus meminta orang untuk membawamu ke barisan tersebut—atau aku saja yang...."
"Jangan! Aku bisa sendiri," kata Haru sekali lagi bersikeras untuk berjalan sendiri. Banyak orang yang tidak bisa dilihatnya sedang keluar dari dalam teater dan berbincang-bincang santai, Haru menunduk dan mencoba untuk tidak membuat dirinya sendiri terlihat bodoh dan menabrak siapapun yang berlawanan arah darinya. Lurus, pikirnya ia harus berjalan. Ia tahu kalau Hana mengkhawatirkannya dan akan terus melihatnya sampai Haru tidak lagi terlihat. Lurus dan perlahan-lahan saja Haru.
"Maaf...." Suaranya tidak terdengar tapi ia berusaha untuk mencari bantuan. "Maaf, aku perlu bantuan...." Tidak ada yang mendengarkan. Haru tidak merasa malu ataupun heran dengan sikap orang-orang yang tidak ingin membantunya. Kalaupun ia tidak mendapatkan bantuan, Haru biasanya akan baik-baik saja, tapi ibunya selalu mengajarkannya kalaupun ia bisa sendiri, tidak ada salahnya meminta bantuan.
"Mereka tidak akan mengasihanimu, Haru. Mama tidak mengajarkanmu untuk meminta bantuan kepada orang-orang agar mereka bisa bersimpati kepadamu. Mama ingin kamu untuk bisa meminta bantuan ketika kamu membutuhkannya. Kita tidak pernah tahu siapa yang akan membantu kamu—"
"Kalau orang jahat bagaimana Mama?" tanya Haru kepada ibunya.
"Haru, Mama tahu kalau kamu bisa membedakan siapa orang jahat dan baik walaupun kamu tidak bisa melihat. Mama juga tidak mengajarkan kamu untuk meneriakan bantuan ke setiap orang yang berjalan di depan kamu, you know that right?" Ya, Haru tahu. Maureen Tjahrir-Tanaka telah mengajarkannya untuk hidup mandiri sebagai seseorang yang tidak bisa melihat dari ia kecil. Ibunya telah banyak melakukan hal dan memastikan kalau Haru dapat menjadi orang dewasa yang normal. Seperti sekarang ketika ia berhenti di depan seseorang dan meminta bantuan mereka.

KAMU SEDANG MEMBACA
On-Air | #Love No. 1
ChickLitSUDAH DITERBITKAN (PENERBIT: BUKUNE PUBLISHING) ON-AIR. © 2021, Cecillia Wangsadinata (CE.WNG). All rights Reserved. ========================================================= This work is protected under the copyright laws of the Republic of Indo...