BAB 5

4.9K 1K 143
                                        

Dua tahun kemudian.

Haru Aeri Tanaka terlahir buta dan selama dua puluh satu tahun hidupnya, ia baik-baik saja menikmati dunianya sendiri. Tanpa harus melihat dan ia tidak pernah mengeluh sekalipun. Sampai dua tahun lalu keinginannya untuk melihat dunia berubah.

Kedua matanya terbuka pagi itu dan melihat cahaya pagi—Cahaya, aku bisa melihat.

Pada tahun seribu enam ratus delapan puluh delapan, William Molyneux seorang ilmuwan menuliskan surat kepada John Locke temannya—filsuf terkenal pada zamannya dan menanyakan sebuah pertanyaan yang sangat penting dan sulit kepada Locke. Ketika seseorang terlahir tidak bisa melihat dan telah terbiasa dengan menyentuh segala hal—membandingkan mana kotak dan bulat, apa orang tersebut dapat membedakan objek tersebut sekarang ketika ia bisa melihat?

Tidak. Jawabannya tidak.

Sudah hampir satu tahun Haru mendapatkan kembali penglihatannya melalui operasi mata yang dilakukan oleh para dokter ahli yang telah dibayar mahal oleh ayahnya Reagan Tanaka. Ia bisa melihat, Haru mengulang setiap hari di dalam dirinya ketika ia membuka mata kalau sekarang ia adalah gadis normal yang mempunyai dua mata yang bisa melihat.

Tapi ia harus terbiasa untuk melihat dan menentukan apa yang berada di depannya.

Sandal, kata Haru kepada dirinya sendiri ketika ia turun dari ranjang dan memakai sandal tidur berbulu. Sandal biru—tambahnya ketika ia baru saja mengetahui kalau melihat berarti ia harus membedakan warna-warna yang memiliki banyak sekali warna.

Haru berdiri dan melihat dirinya sendiri. "Hi," katanya kepada diri sendiri di depan cermin. "Apa aku cantik?" tanya Haru kepada sosoknya sendiri. Haru tidak tahu jawabannya.

Sekarang Haru membuka pintu kamarnya dan berjalan turun ke lantai bawah dimana keluarganya menunggu. "Haru sudah bangun Ma," kata Hana kepada ibunya. "Aku sudah bilang kalau Haru bisa bangun sendiri," kata adiknya yang telah mulai menikmati sarapannya.

"Hi," katanya kepada wajah-wajah yang sudah ia kenali sekarang. Hana dengan rambut panjang memiliki wajah yang mirip dengan ibunya. Maureen Tjahrir-Tanaka yang berada di dapur sedang menyiapkannya sarapan dan ayahnya tengah membaca koran pagi. Ayahnya memiliki rambut berwarna cokelat berbeda dengan ibunya dan lebih mirip dengannya. Ayahnya mendongak dan Haru dapat melihat wajah ayahnya yang tidak tertutupi koran, "Pagi Papa."

"Pagi Haru," ujar Reagan Tanaka. "Duduklah."

"Kursi," gumam Haru kepada diri sendiri mengingatkan langkah kakinya kalau ia akan berjalan ke arah sebuah objek bernama kursi. Biasanya ia akan memegang semua hal atau dibantu untuk berjalan ke kursi, sekarang ia dapat melihat sendiri kursi yang akan ia duduki.

Ketika Haru sudah duduk ayah, ibu, dan adiknya menatapnya dan Haru terlihat bingung, "Kenapa kalian melihatku seperti itu?" tanyanya.

"Bagaimana penglihatanmu hari ini?" tanya ayahnya—pertanyaan sama setiap harinya, seolah-olah penglihatan Haru akan hilang keesokan harinya.

"Aku masih bisa melihat," jawabnya.

Reagan Tanaka tersenyum, "Good."

Maureen memberikannya nasi panas di mangkuk kecil dan berkata kepada Haru, "Makan. Kamu harus bersiap-siap dan tidak boleh terlambat."

"Ya," kata Haru kepada ibunya. Ia mulai memakan sarapannya. Nasi berwarna putih, telur berwarna putih di luar dan kuning di tengah-tengahnya, sayuran di dalam sup berwarna hijau, dan ikan dihadapannya telah di goreng berwarna kecokelatan. Semua hal baginya masih baru dan harus dipelajari. Perlahan-lahan Haru memakan sarapannya sambil mendengarkan percakapan keluarganya pagi itu.

"Yonsei adalah universitas terbaik Mama," Hana mencoba untuk menjelaskan kepada Maureen. "Terutama dalam bidang bisnis. Aku akan membuat start-up sendiri setelah aku belajar bisnis."

"Atau meneruskan bisnisku?" tanya Reagan.

"Atau meneruskan bisnismu," Hana tersenyum kepada ayahnya. "You old man, scared of me competing with you?"

"Of course, when your soon-to-be competitor is smarter than me, I shall make her by my side instead of facing her," kata ayahnya. "Yonsei kalau begitu?"

"Ya, lagipula aku tidak mau pergi ke universitas yang sama dengan Haru."

"Kenapa? Kalaupun kalian satu universitas kalian tidak akan bertemu. Haru akan belajar hukum dan kamu akan belajar bisnis," kata Maureen.

Hana menggeleng-gelengkan kepalanya, "Karena dua orang pintar tidak boleh berada di dalam satu ruangan—itu strategiku." Maureen dan Reagan mengerutkan dahi mereka mendengar kata-kata Hana Tanaka, anak bungsu mereka. Walaupun orangtuanya tidak mengerti dengan kata-kata Hana, keduanya mendengarkan dengan baik dan tersenyum.

Tiba-tiba senyuman tersebut tergantikan oleh kata-kata Haru yang mengejutkan, "Kalaupun kamu mau ke SNU—silakan. Aku telah memutuskan untuk tidak meneruskan studi hukumku."

"Apa?!" Ketiganya berkata dengan sangat terkejut.

"Aku memutuskan untuk menjadi assistant producer."

"Apa?!"

"Aku telah diterima di stasiun televisi CWBS dan akan mulai besok."

"Haru Tanaka—" Maureen terlihat sangat marah tapi suaminya menengahi dengan pertanyaan, "Kenapa Haru?"

"Mimpiku—aku harus mengejarnya," kata Haru. Atau lebih tepatnya, bertemu dengan Han Seon-Ho lagi.

On-Air | #Love No. 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang