Berpapasan dengan Grace, Nura terus saja berlari sambil menyeka air matanya. Andai bukan keluarga Handoko, tentu ia juga ingin berjuang. Namun, petuah sang ayah adalah amanah, entah ada apa di masa lalu, tetapi nama Handoko adalah sebuah luka lama keluarga yang harus ia hindari.
"Komandan, ada apa dengan Nura?" tanya Grace saat sang letnan kini berlari hendak mengejar.
"Siapa yang bilang aku dijodohkan dengan Medina?" tanya Letnan Arma sedikit panik.
"Teman-teman Letnan di Atambua selalu mengatakannya. Apa yang terjadi dengan Nura?" tanya Grace ikut kuatir dengan Nura.
"Dia mengatakan hal bodoh."
Kini Letnan Arma ikut mengejar ke arah mana Nura berlari. Sementara Nura masih berlari di jalanan tepi danau sambil sesekali menyeka air mata dan mencoba tersenyum.
Sebuah batu kecil membuat pemilik kaki wanita berkerudung itu, tersandung dan terjatuh.
Sepasang kaki dengan sepatu gunung, adalah hal yang kini berada di hadapan Nura ketika mengangkat wajah.
"Kali ke empat aku melihatmu." Senyum dengan ceruk lesung pipi yang manis, mata tajam dan rambut panjang yang terurai dari dalam topi jaket, lelaki itu menatap Nura yang dengan cepat bangkit berdiri.
"Gus?" Embun dari mata yang kini berbinar sedikit hangat adalah luapan perasaan seorang Nura Aya. Di hadapannya, lelaki yang telah membuatnya berani bermimpi kini berdiri dengan nyata.
"Kamu tidak bertanya, di mana aku melihatmu yang ketiga kalinya?" Tawa kecil sang lelaki membuat senyum di wajah Nura ikut melengkung.
"Di mana, Kak?"
"Saat seorang Nura Aya mengatakan ingin mencari pasangan yang cintanya lebih besar kepada Gusti Allah."
Nura kini tertawa kecil sambil mengangguk. Lelaki dengan senyun manis di hadapannya masih saja sama seperti dulu.
"Di mana aku bisa menemukannya, Gus?"
"Aku rasa, di dunia ini masih tersisa satu dan orang itu tepat di hadapanmu."
Brak!
Satu pukulan di wajah Khalid, membuat Nura berteriak sambil menutup telinga dan berjongkok gemetar.
"Aku bukan penghianat bangsa, Komandan."
"Kamu orang yang tidak seharusnya tersenyum."
"Bukankah kau yang membuat seorang wanita cantik ketakutan di sini?"
Gelak tawa membuat Nura mengangkat wajah masih gemetar ketakutan. Sejenak, ketakutannya berubah menjadi rasa terkejut saat kedua orang itu kini berpelukan.
"Nura, ini adikku." Nura bangkit berdiri sambil mengangguk.
"Kamu kenal Nura dari sekian banyak penggemarmu?" tanya Letnan Arma sambil menatap ke arah Nura.
"Tentu saja, satu-satunya penggemar yang membuatku aman."
"Nura!" suara teriakan Grace dan Stefan yang kemudian menghampiri ketiganya.
"Kak Khalid, kami pamit pulang dulu. Semoga pertemuan kalian bisa mengobati rindu Budhe dan Abah."
Nura dan Grace pamit meninggalkan dua bersaudara itu.
"Kau tahu, belum saatnya aku kembali, Letnan."
"Apa kamu tidak merasa ada yang mengganjal, Bang?" Khalid mengerutkan kening.
"Saat aku sedang bertugas, bayangan abah dan umi selalu menghantui. Tentang bagaimana jika aku mati, lalu mereka belum memberi restu akan mimpiku. Apa Abang tidak pernah merasakan hal sama?"
![](https://img.wattpad.com/cover/250532161-288-k375936.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Ujung Pelangi Atambua
RomanceKatanya, semua yang ada di bumi ini punya kilas balik masa lalu yang menyertai kehadirannya. Katanya lagi, semua yang terjadi itu punya alasannya masing-masing. Lantas, apa benar, baik mencintai atau membenci juga harus beralasan? Sama halnya dengan...