Pantang Pulang

148 30 7
                                    

"Kamu mau ngajar apa mau kawin?"

Nura hanya menunduk gemetar, benar ia adalah calon pengantin yang melarikan diri.

Dengan cepat, lelaki itu kembali memeriksa koper milik Nura. Sebuah kebaya bordir berwarna perak kini ada di tangannya. Kembali berdiri di hadapam Nura yang semakin gugup ketakutan.

"Wah, sampai siapin baju pengantin, kamu mau kawin dengan siapa di sini?"

Beberapa suara tawa yang sedikit tertahan membuat wajah Nura kini terasa panas.

"Dengan Letnan."

Kali ini, Grace yang menjawab sambil menahan tawa. Seketika wajah lelaki itu berubah keki. Deheman para prajurit yang lain ikut menambah tegang suasana.

"Apa alasan kamu mau kawin sama aku?" Tanya yang kembali tertuju pada Nura yang tidak ingin memperlihatkan wajahnya.

"Tidak semua hal di dunia ini butuh alasan Letnan, apa lagi menyangkut jatuh cinta."

Pipi Grace membungkam menahan tawa. Sementara Nura dalam sikap siap sudah gemetar.

"Mulut kamu ditempel ke dia ya?" pertanyaan bernada bentakan  yang seketika membuat Nura tersentak dan akhirnya mendongakkan kepala.

"Saya punya alasan atas kasus pacar merah dan kebaya pengantin," jawabnya pelan.

"Oke, aku tipe orang yang percaya semua yang terjadi punya alasan, sebutkan alasanmu!"

Nura berpikir sejenak, lalu kembali menatap sang lelaki di hadapannya.

"Saya bersalah dan siap dihukum atas kesalahan ini!" tegas Nura sambil melengkungkan senyum.

"Alasan yang tepat, sekarang squad jump lima puluh kali!" Lelaki itu menghela napas lalu menatap ke arah Grace.

"Kamu juga!"

Kedua wanita itu akhirnya berjongkok dengan tangan memeluk leher kebelakang dan melakukan squadjump dengan pelan.

Semua kembali memeriksa perlengkapan para peserta pelatihan yang lain. Setelah tidak menemukan barang-barang berbahaya, semua peserta diberikan waktu merapikan kembali perlengkapannya.

Baru dua puluh kali, dua wanita itu kelelahan, bahkan Grace merasa tulang pahanya telah berpisah dari belikat. Bahkan untuk berdiri ia sudah merasa kehilangan fungsi kakinya.

"Kalian berdua! Cepat ganti pakaian!" seru seorang anggota tentara yang lain. Grace segera duduk di tanah sambil menghela napas berat. Bahkan rasanya raga dan batinnya hampir saja bercerai.

"Kamu mau salat?" tanya seorang anggota pelatihan. Lelaki dengan potongan rambut brushed on top dan mata belo itu tersenyum manis ke arah Nura. Nura mengangguk cepat, setelah mengatur kembali napasnya.

"Ayo ikut kami, di sana ada sumber air untuk wudhu." Lekung senyum Nura seketika terpancar dan dengan semangat kembali bangkit berdiri.

Sekitar sepuluh orang dari peserta dengan seorang wanita yakni Nura, berjalan di sisi padang sabanna yang luas. Pemandangan Gunung Lakaan dan kuda-kuda yang berlari, membuat lanskap tempat itu laksana perpaduan Switzerland jika musim hujan dan Texas ketika musim kemarau.

"Nama kamu siapa?" tanya lelaki bermata belo itu sambil menoleh ke belakang.

"Nura, kalau kamu?" Nura balik bertanya.

"Syauqi, panggil saja Yuqi, saya seorang dokter dari Jakarta, dan yang lain rata-rata pengajar sepertimu." Nura kembali tersenyum ketika beberapa rekan yang lain ikut memperkenalkan diri.

Sebuah kubangan air, kira-kira berdiameter 250 sentimeter seperti danau mini di tengah sabanna yang luas ada di hadapan sebelas orang tadi. Terlihat dari arah berlawanan, tiga  pasukan TNI juga muncul salah satunya si lelaki bermata phoenix.

Di Ujung Pelangi AtambuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang