KEDUA

829 105 20
                                    

Kantin sangat ramai kali ini. Citra dan Langit sedang makan bersama. Sebagai permintaan maaf kemarin.

"Maaf buat kemarin, Cit," cicit Langit tulus. Sebagai ketua OSIS  cowok itu harus pintar membagi waktu antara bersenang-senang dan progja hari guru.

Citra mengangguk saja.

"Aku gak bisa ninggalin Vita gitu aja, Cit. Dia udah gak punya orang tua. Hidup sendiri di rumahnya. Apa kamu gak kasihan?" Langit berujar lirih.

"Kedua orang tuaku koma tuh. Aku biasa aja," Balas Citra tetap tenang.

"Tetap beda, Citra. Kok kamu gak pernah ngertiin perasaan orang gitu ya?" Tekan Langit.

Citra menghela napas pelan. Sakit? Jelas!

"Tapi kamu selalu jadiin aku yang kedua, Langit. Ingat pacar kamu itu aku, bukan Vita." Tegas Citra berulang kali.

Langit bingung. "Selamanya aku tetap gak bisa ninggalin dia. Aku sayang dia, Citra."

Ada ngilu yang terasa di dada Citra. "Emang pantas ya kamu bilang kayak gitu di depan pacarmu?"

Kening Langit berkerut. "Kenapa gak pantas? Gak ada yang salah kok bicarain sahabat sendiri di depan pacar."

"Aku cape, Lang," Tutur Citra lirih.

"Maaf, Cit." Lirih Langit tak bosan.

Citra memalingkan wajah. Mengusap ujung bibir Langit yang kotor. Bagaimanapun mereka masih berstatus pacar.

"Siang Neng Citra."

Keduanya menoleh. Citra terkejut mendapati cowok kemarin datang Duduk merepet ke Citra.

"Siapa Cit?" Suara Langit berubah dingin.

"Calon pacarnya dia. Gimana? Lo mau apa?" Kenzi dengan cepat menyela Citra yang hendak menjawab.

Langit mulai emosi. "Gue pacarnya. Lo gak ada hak buat Citra!"

"Pacar? Kok kayak berat sebelah gitu? Kayak Citra doang yang merjuangin." Kenzi berujar santai.

Tangan Langit terkepal. Menatap Citra tajam. "Tega ya kamu Cit khianati aku?"

"Woo." Kenzi bertepuk tangan. "Bukannya lo yang khianati Citra?"

"Kenzi, lo kenapa ikutan sih?" Citra tak nyaman. Langit tipikal pencemburu.

"Gak habis pikir aku, Cit. Setega itu kamu."

Langit kemudian melenggang pergi. Membawa kekesalannya.

"Gila cowok lo, Cit."

Citra menatap Kenzi tajam. "Gimana lo bisa tahu semua tentang gue?"

"Mudah itu buat gue." Bangganya tersenyum misterius.

"Btw cowok lo ketos kan? Baru tahu gue ketos kita sensian amat."

Citra hendak protes. Tapi urung. Baru sadar badge di lengan Kenzi. Kelas 12.

"Lo---"

"Iya gue kakak kelas. Panggil aja Gue Bang Ken."

Citra merasa tak enak. Buru-buru pergi dari kantin.

"Kemana lo?" Teriak Kenzi menarik perhatian.

"Gue harus jelasin ke Langit. Gue gak mau dia salah paham!"

Kenzi geleng-geleng. Tak habis pikir. "Kalau udah cinta mah beda."

Kemudian ponsel Kenzi berdering. Ia langsung mengangkatnya.

"Oke sip. Gausah bawa senjata. Gue udah tahu markasnya." ucapnya pada orang di seberang. Tersenyum misterius. Foto Citra tampak memenuhi layarnya.

***

Citra berjalan bersisihan dengan Langit di sampingnya. Kini, mereka pulang bersama. Cibiran terdengar sepanjang koridor.

"Gak cocok cuy."

"Bener. Langit terlalu tinggi tuh buat Citra yang cuma remahan tempe."

"Langit mah cocoknya sama Vita. Secara Langit ketos dan Vita sekretaris. Cocok kan."

"Eh tapi gue dengar Citra lagi deket sama kakel yang misterius itu loh."

Langit menarik tangan Citra cepat. Tak nyaman dengan bisikan itu.

"Langit nebeng!"

Tiba-tiba Vita menghadang langkah mereka. Dengan puppy eyes-nya.

"Gue sama Citra, Vit."

Vita mendesah. "Gue lagi gak punya duit buat pulang, Lang."

"Ehm." Langit tampak bingung.

"Kita baru aja baikan loh, Lang," Citra memperingati.

"Kalau sama kamu besok aja gimana, Cit? Kasihan Vita." Langit menatap Citra.

Bahu Citra melemas. "Terus aja gitu. Berkedok rasa kasihan."

Langit semakin bingung. "Ehm. Yaudah kita bareng."

"Hah?" Seru kedua cewek itu bersamaan.

"Gue baru inget bawa mobil hari ini. Kita bisa bareng."

"Yeyy!" Vita kegirangan di tempat.

"Berbagi pacar. Setidaknya lebih baik daripada ditinggal tanpa kejelasan," Batin Citra sendu.

Citra hendak duduk di depan, tapi dengan cepat Vita melesak masuk. Hingga kini dengan terpaksa dia duduk di belakang.

"Thanks ya, Langit." Vita bergelayut manja di lengan Langit. Tepat di depan mata Citra.

"Iya. Sama-sama Vita comel," Ujar Langit dengan tenangnya di depan sang pacar.

Vita melirik Citra dengan tatapan remeh. Seolah berkata. "Tuh pacar lo lebih sayang gue."

Citra menghela napas. "Ratusan kali gue bilang sakit hati, lo juga gak peduli, Lang."

***

Ada kata untuk Vita?

Memeluk LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang