KESEBELAS

613 96 59
                                    

Sore hari, aktivitas di SMA Nusa Garuda masih sangat ramai. Seluruh siswa panik saat stand yang mereka buat tak kunjung jadi. Pasalnya, jam 6 sore nanti, semua harus sudah selesai, kecuali urusan OSIS.

Saat ini, Langit berdiri bersama puluhan cowok lain untuk breafing war besok. Kabarnya akan ada kejutan spesial yang disiapkan oleh Langit untuk tahun ini.

"Pastiin semua motor kalian kondisinya baik. Dan untuk kali ini gue cuma nyari motor sejenis ninja. Ini dukung banget untuk di-mix sama pentas drama nanti." Langit berteriak.

Sesekali Langit membayangkan membuat geng bersama puluhan orang ini, tapi rasanya sulit mengingat butuh waktu banyak untuk mendekatkan satu sama lain.

Langit mengacungkan jempolnya. "Sip. Pokoknya setelah Ayuandri tampil, kita langsung siap-siap."

"Yoi," Jawab mereka serentak.

Langit pergi ke toilet setelahnya. Hendak melepas kostum badut ini. Menyisakan tubuhnya yang hanya menggunakan boxer tanpa atasan. Langit menatap pantulan dirinya di cermin.

"Hey, bro!"

Langit menoleh. Dia, Kenzi. Cowok yang akhir-akhir ini mendekati pacarnya. Sampai terjadi pertengkaran pada akhirnya.

"Apa lo?" Langit menatap Kenzi tajam.

Kenzi terkikik. "Pacar lo buat gue aja gimana? Gak lama kok. 5 bulanan lagi gue udah lulus."

"Gue gak sudi!"

"Tapi lo sudi aja tuh nyakitin dia." Alis Kenzi naik turun dengan sorot mata tajam.

Tangan Langit yang sedari tadi berada di wastafel terkepal kuat. Ia menghadap Kenzi sekarang. Langit mengangkat tangannya, mendorong tubuh Kenzi kuat sampai membentur tembok.

Kenzi tertawa keras. "Sosok ketua OSIS sangat tidak sopan ke kakak kelasnya. Lo lupa, gue ini mantan anggota MPS. Gue bisa aja suruh adik kelas laporin kelakuan lo ini."

Tangan Langit semakin terkepal memegang bahu Kenzi. Majelis Perwakilan Siswa, organisasi yang mengawasi kinerja OSIS.

"Jangan macem-macem lo!" Ucap Langit penuh penekanan sebelum memakai kaos dan celana training.

Kenzi menatap punggung Langit yang menjauh. "Gue akan buat lo menderita Langit!"

Begitu keluar dari toilet, Langit langsung disambut Vita yang menatap manis ke arahnya. Alis Langit terangkat. "Kenapa hm?"

Senyum Vita semakin lebar. "Ayok ke kantin cari makan."

***

Beradu akting jelas menguras tenaga. Kegiatan gladi bersih resmi berhenti sore ini. Bersama Joshua, Citra saat ini sedang makan dengan tenang di kantin.

"Dijaga suaranya," Pesan Joshua lembut. Cowok berdarah Eropa itu menatap Citra penuh kasih sayang.

"Lo juga. Tapi kenapa makanan kita malah mi?" Citra terkekeh.

Joshua ikut terkekeh. "Ya di kantin tinggal ini. Mau gimana lagi?"

Tanpa sadar Citra tertawa lepas. Benar-benar lepas. Citra saja lupa kapan terakhir kali ia tertawa lepas seperti ini.

"Langit!"

Citra memanggil Langit yang berjalan di area kantin. Tangannya melambai agar Langit mendekat. Tak peduli lagi ada Vita di sampingnya. Toh, ia sudah biasa.

Joshua yang melihatnya langsung pamit undur diri. Sedikit malas berurusan dengan ketua OSIS itu.

"Mau aku buatin indomi?" Tawar Citra begitu Langit duduk.

"Mau lah. Asal buatan kamu. Aku selalu mau," Balas Langit sangat antusias.

"Gue juga buatin sekalian ya!" Celetuk Vita sebelum Citra beranjak.

Citra mengangguk saja. Berjalan menemui ibu kantin untuk membantu membuatkan mi instan khusus untuk Langit.

"Cabenya yang banyak!" Teriak Vita tidak tahu diri.

"Lo yang cabe!" Tiba-tiba Rena datang. Langsung menyembur Vita.

Vita sewot. "Apaan sih lo? Cewek gak jelas!"

"Ya lo lah yang gak jelas. Sukanya melas sana sini kayak kurang perhatian. Eh kan emang kurang perhatian kan ya? Duh kasihan." Muka Rena memelas. Memancing emosi Vita.

"Rena!" Langit lagi-lagi membentak Rena. "Lo gak punya tata krama ya? Emang sopan lo bilang kayak gitu?"

Mata Rena melebar. "Wah emang bener ya. Virusnya si Vitek jelek ini udah nyebar ke lo. Sadar dong, Lang. Lo udah nyakitin Citra."

"Langit gak pernah nyakitin Citra!" Bela Vita. "Yang ada Citra yang nyakitin Langit. Lo gak lihat kan tadi Citra mesra-mesraan sama cowok lain lagi?"

"Oh gitu." Rena tetap santai. "Tapi lo coba ngaca deh. Kelakuan lo emang udah bener ya sekarang?"

Wajah Vita memerah. Menahan tangis. Ia mengadu ke Langit. "Langit, pasti ini ulah Citra yang nyuruh Rena buat nyakitin gue. Pasti Citra yang udah nyusun kata pedes buat nyakitin gue. Citra pasti mau hancurin gue lewat Rena, Lang."

Langit menatap Rena tajam. Tangannya meraih kepala Vita lalu disandarkan ke bahunya. "Ia setelah ini gue bakal marahin Citra. Ini pasti juga ulah dia."

Rena menggebrak meja tak terima. "Jaga mulut gak sekolah lo itu, Vita! Citra sama sekali gak nyuruh gue aneh-aneh!"

Citra yang membawakan dua piring mi goreng sontak berbalik. Terlalu disakiti, kini Citra tak merasakan lagi sakit di dadanya. Meski air matanya terus keluar tanpa perintah.

Vita tersenyum senang di pelukan Langit. Bersamaan dengan satu pesan masuk di ponselnya.

Cowok baik: Siksa terus mentalnya. Bentar lagi gue beraksi.

***

Mau bilang apa ke Langit?

Mau bilang apa ke Vita?

Mau bilang apa ke Rena?

Hm, Rena pemberani, tapi malah dibalas gitu sama Vita.

Memeluk LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang