KEDUA PULUH

412 58 8
                                    

Satu ruangan dipenuhi orang berpakaian hijau yang mengelilingi seorang cowok tak sadar. Joshua berada di tengah-tengah mereka. Menyerahkan apapun yang terjadi nantinya pada dokter dan perawat di ruang operasi.

"Semua stabil, Dok?" Tanya dokter bedah pada dokter anestesi.

Dokter anestesi menggeleng. "Tidak, Dok. Tekanan darah dan detak jantungnya mulai menurun."

Dokter bedah dengan cepat menyelesaikan tugasnya. Menginstruksikan segala alat dengan cepat.

"Dokter, pasien kejang!" Seru dokter anestesi membuat semua panik.

Tubuh Joshua bergetar di atas meja operasi. Seperti baru saja ada aliran listrik yang menyetrumnya. Napasnya terlihat tersengal.

"Siapkan obat! Jangan sampai jantungnya berhenti!" Perintah dokter.

Namun, tak disangka monitor jantung menampilkan grafik lurus. Lalu disusul suara nyaring tanda bahaya di tubuh Joshua. Semua orang di sana terkejut.

"Tolong bertahan, Nak!" Pinta dokter mulai menekan dada Joshua berharap grafik lurus itu bisa berubah.

***

Malam sudah tiba. Perwakilan OSIS berdiri cemas di depan ruang operasi menunggu keberhasilan operasi Joshua.

"Langit goblok!" Reno berujar.

"Gue pesimis njir Joshua bisa selamat!" Celetuk Dino yang langsung mendapat pelototan dari semua orang.

"Lo gak percaya kekuatan doa? Kita masih bisa doa bro!" Rio tak terima.

"Bener kata Rio. Omongan lo jangan gitu dong Dinosaurus." Tambah Mela yang sebenarnya suka Joshua diam-diam.

Dino menatap mereka semua. "Gue tahu. Tapi coba lihat dong realitanya. Separah itu bro. Itu mungkin darahnya udah seember mungkin. Apalagi yang kena kepalanya. Tau kan seberapa fatal akibatnya."

Semua malah merenung. Benar, benturan di kepala bukan main fatalnya.

"Gue kok jadi keinget Bang Yogi kakak kelas kita yang meninggal karena kecelakaan itu ya? Katanya jatuh dari motor terus kebentur juga kepalanya kan?" Kata Rangga yang masih kerabat Yogi.

Lagi-lagi semua merasa ucapan Dino mungkin saja benar. Yogi dulunya juga sempat masuk ruang operasi. Namun, meninggal beberapa jam setelah operasi selesai.

"Citra mana ya?"

Semua menoleh. Melihat tampilan berantakan Rena seperti tidak pernah mandi satu bulan.

Reno langsung menghampiri kembarannya. "Beneran belum temu?"

Rena menggeleng. Wajahnya pucat, bibirnya juga membiru. "Capek gue carinya. Kasihan juga sama Citra."

Reno melirik temannya. Tadi anak OSIS lain juga mencari keberadaan Citra. Namun, tidak ada satupun yang menemukannya.

"Langit si goblok mana sih?" Tanya Reno.

Tak disangka Langit datang kemudian. Bersama Vita tentunya. Dengan pakaian bersih dan rapi. Tidak seperti temannya yang tak sempat ganti baju.

"Eta goblok pisan," Geram Rio tak habis pikir.

"Goblok lo Ngit. Bisa-bisanya lo sempet mandi. Temen lo mau mati di ruang operasi. Pacar lo ilang!" Rio mendorong Langit yang wangi itu.

Vita melotot ke mereka. "Kenapa sih kalian? Orang yang salah Joshua sendiri malah nyalahin Langit."

"Sama aja ceweknya goblok!" Teriak Rena kelewat kesal.

"Apasih lo!"

Rena terdiam. Menemukan kejanggalan pada Vita. "Lo kan yang nyembunyiin Citra?"

"Lah kok gue?" Vita tak terima. "Orang gue sama Langit terus tadi. Ya kan?"

Langit menatap Vita. "Lo kemana pas gue ke toilet tadi?"

Vita tercengang. Itu saat dia menjebak Citra agar masuk toilet tadi.

"Muka lo kenapa?" Tanya Langit mulai curiga. Sama seperti semua orang yang ada di sini.

"La-Langit. Gue jujur. Gue yang kunci Citra di toilet. Tapi abis itu gue udah buka pas Joshua dibawa ke rumah sakit. Gue berani sumpah. Gue udah buka kuncinya." Vita berucap sungguh-sungguh. Langit tak menemukan kebohongan di sana.

"Rena tadi juga lihat. Tapi pas gue buka Citra emang udah gak ada. Pintunya juga kayak rusak gitu," Tambah Vita menatap Rena meminta dukungan.

"Bener gitu, Ren?" Tanya Langit.

Rena mengangguk. "Bener. Gue awalnya curiga ke dia. Gue lihat Vita buka kunci toilet tadi. Tapi emang Citra udah gak ada di sana."

Langit menatap Vita tajam. Tangannya terkepal. "KENAPA LO KUNCI CITRA?!"

Vita gemetar. Ia ketakukan ketika Langit marah. "Gue minta maaf, Langit. Gue gak bermaksud bikin Citra ilang. Maaf Langit, maaf."

Langit memejam. Menahan emosi. Ia menatap semua orang di sini nyalang. "Brengsek!"

"Lah salah kita apa coba?" Tanya Reno tak paham. Semua geleng-geleng kepala melihat Langit pergi sekarang.

Rangga membuka ponsel. Barangkali ada info di sana. Tapi, satu notifikasi di sana menarik perhatiannya. Ia meng-klik itu dan terkejut melihat foto yang terpampang di sana.

"Ini seragam Citra?!" Pekiknya membuat semuanya mendekat.

Rena menutup mulut saking tak percayanya. Sebuah seragam sekolah tergeletak,tanpa ada yang memakai. Seragam dengan nametag Citra tersobek di sana. Juga roknya yang dipenuhi noda darah.

"Citranya mana?" Tanya Reno.

Rena menggeleng. "Jangan bilang Citra baru aja dibawa sama cowok mesum?"

Reno segera memeluk Rena erat. Semuanya masih terdiam tak percaya dengan apa yang terjadi.

"Gak mungkin Citra korban pelecehan seksual. Gak mungkin. Pasti sekarang dia udah ada di rumah. Iya kan Ren, Citra bukan korban kan?" Rena terus berucap. Merapalkan doa berharap sahabatnya baik-baik saja.

***

Akhirnya bisa update.

Gimana part ini? Apa udah mulai sayang ke Vita?

Kira-kira benar gak Citra dalam bahaya sebesar itu?

Apa Joshua bisa selamat?

Bagaimana kemungkinan terburuk terjadi pada Joshua?

Memeluk LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang