Tidak ingin mengakhiri hidup, hanya ingin istirahat dan merasa hidup sedang baik-baik saja.
***
Hari yang ditunggu SMA Nusa Garuda akhirnya tiba. Perayaan rutin Hari Guru tiap tahunnya selalu berwarna. Kini, kursi-kursi untuk guru sudah berjajar rapi di depan panggung.
Citra menatap pantulan wajahnya di cermin. Sesekali memperhatikan tubuhnya yang sudah dibalut seragam batik khas guru. Citra menoleh ke samping, di mana berdiri Joshua dengan seragam putih abu-abu yang berantakan.
Kenakalan Remaja. Topik sederhana yang diangkat untuk pentas drama kali ini. Sesekali Citra kembali mengingat lagi dialog di ruang seni ini.
"Woy Cit!"
Citra tersentak saat tiba-tiba Rena datang menepuk bahunya keras. Cewek yang sudah berpakaian Paskibra lengkap itu duduk di samping Citra.
"Apa?"
Rena merapikan rambut pendeknya. "Tensi gue naik. Harusnya gak masuk gue."
Kening Citra berkerut. "Kok? Kenapa bisa naik?"
"Ya pasti karena kemarin gue adu mulut sama Cabe Indomi itulah. Kemarin gue pulang sampai dianter Reno. Padahal dia sendiri sibuk." Rena menjawab dengan menggebu.
"Hanya itu?" Joshua tiba-tiba mendekat. Duduk di dekat keduanya.
Rena menggeleng. "Gak sih. Kemarin siang gue makan opor kambing di kantin, padahal paginya udah sarapan daging kambing."
Bahu Citra melemas seketika. Ia memandang Rena malas. "Terus Cabe Indomi siapa?"
"Di Vitek lah! Siapa lagi?" Rena kembali terlihat emosi.
Bersamaan dengan itu, sosok Vita dengan jas OSIS-nya muncul. Cewek itu awalnya tampak bingung, tapi begitu melihat Rena, emosinya seperti tersulut.
"Dimana-mana ada lo sih?" Geram Vita mendorong sedikit bahu Rena.
Alis Rena naik. "Lah? Emang ni sekolah punya kakek moyang lo? Seenaknya aja lo tindak."
Vita menoleh ke Citra. "Ini nih pacar gak guna. Enak banget duduk di sini tanpa tahu pacarnya lagi kelaperan di ruang OSIS."
Citra yang khawatir sontak bangkit. Rena refleks menahan tangan Citra. "Kenapa sih, Ren? Gue mau samperin Langit. Gue khawatir sama dia."
"Tau juga khawatir?" Ekspresi Vita terlihat meledek.
Rena berdecak. "Langit aman. Gak kelaperan dia. Orang tadi Mami gue ngirim nasi kotak buat anggota OSIS."
Vita tersentak di tempat. Kebingungan mencari cara menjatuhkan Citra lagi. "Ren lo---"
Citra menatap Rena tajam. "Selain jadi beban buat Langit, lo juga tega ya nyiksa Langit!"
Vita tak dapat berkata-kata saat nada bicara Citra meninggi.
Citra kembali bersuara. "Lo sadar gak sih udah nyiksa Langit selama ini? Kelakuan lo gak pantes dibilang sahabat. Mana ada sahabat yang malah bujuk sahabatnya supaya putus?"
Vita tersentak di tempat. "Da-darimana lo tau?"
"Hello!" Rena berteriak, tangannya bersedekap di dada. "Lo gak tahu lagi hadapan sama siapa ya Cabe Indomi. Ini Citra! Bagi dia mudah lah buat ngawasin lo yang selalu nempel gak jelas sama Langit!"
Vita selalu emosi saat Rena bicara. Gadis itu mengikis jaraknya dengan Rena. Keduanya berpandangan sengit. Tangannya berkacak pinggang.
Detik selanjutnya dengan gesit Vita menarik rambut Rena. Rena yang tak mau kalah langsung menginjak kuat kaki Vita. Rena tersenyum puas saat Vita mulai goyah.
Citra terkejut sesaat. Tak lama kemudian, ia dengan cepat melerai keduanya. Sayang, siku Vita malah menyikut mata Citra. Cewek itu mundur memegangi matanya yang perih. "Awhh."
"Stop!"
Joshua berteriak. Bersamaan dengan Langit yang masuk kemudian. Langit berjalan cepat ke arah Vita yang jatuh tersungkur.
Melihat Citra yang tak kunjung bangkit, Joshua mendekat. Mencoba meraih tangan Citra yang menutupi matanya. "Sakit, hm?"
Citra tak menjawab. Satu matanya melirik Langit yang mengusap pipi Vita. Sama sekali tak melirik dirinya yang lebih sakit di sini.
"Heh Langit!" Teriak Rena geram. "Pacar lo noh abis kesikut Cabe Indomi tadi."
"Gak Langit!" Tampik Vita cepat. "Gue tadi malah nolongin Citra yang berantem sama Rena. Ini semua Rena yang mulai."
Rena mengumpat tak terima. "Mau mulut lo gue potong?!"
Langit langsung melihat Citra yang kini dirangkul Joshua. Rasa khawatirnya muncul ke puncak dengan cepat. Cowok itu melepas pegangannya pada Vita, hingga cewek itu jatuh pada akhirnya.
"Citra," Panggil Langit lembut. Joshua menghindar kemudian. "Perih? Sakit?"
Citra menggeleng. Langit semakin khawatir. "Kita ke rumah sakit sekarang. Mumpung masih ada waktu."
"Gak Langit!" Tolak Citra cepat.
"Kenapa?"
Vita yang melihatnya langsung geram. Ia berdiri hendak mendekat, tapi dengan gesit Rena menjigal kaki Vita hingga cewek itu tersungkur. Rena tertawa kencang.
Baru saja Vita bangkit, Langit sudah menggendong Citra. Membawa keluar dengan cepat.
"Langit! Gara-gara Citra gue kayak gini!" Teriak Vita yang tak mungkin didengar oleh Langit.
***
Oke Rena semakin mantap!
Satu kalimat untuk Langit?
Satu kalimat untuk Citra?
Satu kalimat untuk Vita?
Citra-Kenzi
Atau
Citra-Joshua
Terima kasih semua
KAMU SEDANG MEMBACA
Memeluk Langit
Teen Fiction"Langit, kita putus aja ya?" Menggeleng, Langit menatap Citra sendu. "Aku gak bisa, Cit." "Janji ya tahu prioritas? Kalau aku butuh kamu usahakan datang." Citra menyodorkan kelingkingnya. Dibalas yang sama oleh Langit sambil mengangguk. 'Bohongnya k...