KEDELAPAN

644 96 39
                                    

Persiapan Hari Guru di SMA Nusa Garuda semakin matang. Anak OSIS berlalu lalang menyiapkan beberapa stand yang sudah dipasang di lapangan utama.

Surat dispen semakin bertebaran, membuat guru menjadi enggan masuk kelas. Mengingat banyak siswa yang ikut berpartisipasi.

Langit bersila di kursi. Berhadapan dengan Vita. Mendiskusikan apa saja yang kurang selama ini. Langit sesekali memijat keningnya. Keadaan tubuhnya sedang tidak bersahabat.

"Kemarin sore jam lima kemana lo, Lang? Gue cari di rumah gak ada." Vita bertanya. Tangannya memainkan kuku Langit.

Langit mendegus jengah. "Cari Citra. Harusnya kan drama pertemuan pertama kemarin. Lah, dia malah gak dateng!"

Kening Vita berkerut. "Lah kok? Gak tanggung jawab banget dia."

"Mana gue tahu. Gue tebak sih jalan sama cowok lain." Wajah Langit terlihat malas. Ia membetulkan posisi duduknya.

Vita tersenyum, mencibir. "Lagian cewek lo kayak gak tau diri banget gitu. Udah punya pacar juga masih nempel cowok lain. Kemarin juga dia gak sopan banget."

"Masalahnya dia juga malu-maluin gue. Ya meski kemarin drama cuma perkanalan, tetep aja Pak Cokro marahnya ke gue," Jelas Langit. Rasanya ia masih ingin memarahi Citra.

Rena yang kebetulan melewati ruang OSIS, mendengar jelas semua itu. Jelas itu tidak benar.

Langsung saja, ia masuk ruang OSIS. Menampar begitu saja pipi Langit yang kaget di sana. Tak peduli tatapan bingung dari semua orang.

"Bodoh lo, Lang jadi cowok. Buka mata lo sebelum lo nyesel!" Teriak Rena tepat di wajah Langit. Cowok itu terlihat kebingungan, sambil memegang wajahnya.

Vita tak terima. Mendorong kasar tubuh Rena. "Maksud lo apaan heh! Lo gak tau Langit lagi sakit? Dia lagi demam!"

***

Terdampar di kantin dengan lawan mainnya nanti, Citra merasa was-was. Posisinya sebagai pacar Ketua OSIS selalu menjadikannya pusat perhatian.

Kini, di depannya cowok bernama Joshua selalu menatapnya lembut. Padahal tidak seharusnya mereka seperti ini.

"Jangan tatap gue kayak gitu, Josh. Gue gak enak sama Langit," Ujar Citra pada akhirnya.

"Kenapa? Langit marah?"

Citra mengangguk. "Iya. Gue cuma jaga perasaan dia aja. Gue gak mau dia cemburu."

Joshua tersenyum lembut. Merasa salut pada Citra. Isu tentang Langit yang lebih mementingkan sahabatnya itu memang sudah meluas.

"Langit!"

Suara itu menarik perhatian seluruh siswa di kantin. Citra menoleh ke sumber suara. Terlihat Langit yang tertatih berjalan ke arahnya. Vita di belakangnya tampak berusaha mencegah.

"Citra maaf." Kalimat ini langsung Langit utarakan begitu sampai di dekat Citra yang belum juga merespon.

"Lang, udah cukup jangan kejar dia. Sama gue sini aja, Langit!" Teriak Vita ngos-ngosan.

"Hukum aku, Cit!" Pinta Langit yang kini sudah berlutut di samping Citra.

"Langit udah. Lo lagi sakit. Ayah lo marah nanti!" Teriak Vita tak ada habisnya.

"Udah tau kesalahannya?" Tanya Citra dingin. Menatap Langit tajam.

Langit mengangguk cepat. "Iya tahu. Harusnya aku gak marah kemarin. Seharusnya aku tahu kalau kamu masih mikir laporan perusahaan papamu. Aku... Maaf."

Citra melirik Rena yang berdiri tak jauh dari sana sambil mengacungkan jempol. Ia akan berterima kasih padanya nanti.

Citra tersenyum. Menoleh ke Langit. "Keliling sekolah pake baju badut gih. Abis itu pake terus bajunya pas lagi dispen."

Langit membeku. Mengerjapkan mata bingung. Joshua tak henti menahan tawanya.

"Be-beneran?" Tanya Langit terbata. Badannya langsung lemas terduduk.

"Iya." Citra mengangguk yakin.

Langit berdiri kemudian. Merapati nasibnya yang harus melakukan hal itu.

Baru saja ia hendak melangkah, tapi rasa perih tiba-tiba menyerang perut kanan atasnya. Langit mengerang. Sebelum akhirnya tubuh itu ambruk membuat kantin heboh seketika.

***

Pingsan beneran gak tuh Langit?

Bisa-bisanya Citra masih maafin.

Ada nasihat untuk Citra?

Memeluk LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang