KETUJUH BELAS

489 66 10
                                    

"Lo masih suka kan ke gue?" Pertanyaan Langit kali ini sukses membungkam mulut Vita yang hendak bersuara lagi.

Sampai saat ini Langit belum tahu apa yang terjadi pada Citra. Sama sekali tak peduli dan tetap mementingkan sahabatnya. Padahal saat ini Citra sangat membutuhkan Langit.

Vita ternganga. Tak menyangka sahabatnya ini menanyakan hal ini. Lama berpikir, ia menggeleng tegas. "Gak! Gue udah gak suka sama lo."

Langit menghela napas. "Terus kenapa lo ngalangi gue ketemu Citra? Dia pacar gue!"

"Sadar gak sih lo?" Nada suara Vita meninggi. "Semenjak ada dia, lo lupa persahabatan kita. Padahal lo udah janji buat mentingin gue daripada apapun. Tapi kenapa sekarang lo ingkar?"

Menatap Vita tajam, Langit mencengkeram kuat bahu Vita. "Konsepnya beda. Dia lagi butuh gue sekarang."

"Tapi gue juga butuh lo Langit!" Vita memekik. Cewek itu hampir menangis. "Lagian lo kenapa pilih pacar manja kayak gitu? Citra suka ngerepotin lo! Dia cewek manja, gak pantes sama lo yang sekeren ini."

"Lo mau muji gue biar gue tetep di sini?" Tanya Langit sarkas. Cowok itu ingin menghajar Vita rasanya, tapi ia tidak tega melakukannya.

Vita menggeleng, bukan itu maksudnya. "Gue cuma mau bilang, Citra bakal jadi beban buat lo. Apa lo tau dibalik kelembutan itu Citra bisa aja kan mau hancurin lo."

"Hancurin apalagi sih maksud lo?" Kesal Langit tak paham lagi.

"Karier lo selama inilah. Apa pernah Citra dukung lo selama lo jadi ketua OSIS? Gak kan? Yang ada dia cuma curi waktu lo yang lagi sibuk sama OSIS." Vita berujar tajam. Tangannya bersedekah, mimik mukanya terlihat sedang menahan tangis.

Langit tak bersuara. Benar, Langit merasa Citra tak pernah mendukungnya saat menjadi ketua OSIS. Citra tak pernah menyemangatinya selama ini. Bahkan, Vita lebih perhatian daripada Citra.

"Oke." Langit berujar. "Gue akan tetep di sini sama lo. Gue gak mau sama cewek yang gak peduli sama gue kayak Citra."

Dan Vita tersenyum puas mendengarnya. Tak perlu banyak tingkah, ia yakin Langit akan segera kembali padanya.

***

Ruangan putih yang cukup bising menjadi pemandangan pertama setelah cewek itu membuka mata. Tak ada siapapun di sisinya. Sama seperti biasanya, ia ditakdirkan untuk sendiri.

Teringat Langit, Citra langsung bangkit. Tak peduli nyeri kepala yang menyerang, ia langsung turun dari brankar.

Pikirannya tertuju pada dirinya yang muak dengan Langit. Pergi ke toilet, mengunci dirinya di sana hingga pingsan pada akhirnya.

"Hai."

Citra terlonjak kaget. Ia menoleh mendapati Joshua, lawan mainnya saat bermain drama saat acara sekolah.

"Joshua." Citra tersenyum tipis. Pikirannya masih tidak tenang. Masih tertuju ke Langit.

Joshua mendekat. "Kenapa? Mau kemana? Tadi lo pingsan ditemuin office girl loh."

"Gue mau cari pacar gue!" Tegas Citra turun dari brankar dengan cepat.

Joshua yang tidak paham diam saja. Tidak mencegah.

Citra berlari tak tentu arah. Entah kebetulan atau apa, ia melihat punggung Langit di taman. Langsung saja ia berlari mendekat, memeluknya dari belakang

Tapi kenyataan pahit harus Citra Terima. Ada yang aneh saat ia memeluk Langit. Perlahan ia melepas pelukan. Tangisnya tak dapat ia tahan ketika melihat Langit juga memeluk Vita.

"Apa?" Langit bertanya dengan suara keras.

"Apa?" Suara Citra melemah. "Salah saku meluk pacar sendiri?"

Langit menatap Citra tajam. "Tentu sangat salah. Kamu sakit kenapa gak bilang?"

"Gak bilang? Dulu, aku selalu bilang kalau lagi sakit dan yang aku dapat cuma kamu yang mentingin Vita!" Citra menangis lagi. Kini semakin deras.

Langit tertegun. Tak mau menjadi pihak yang disalahkan, ia berkata lagi, "Bahkan tadi aku lihat kamu didampingi cowok lain."

Citra menggeleng. Semakin tak paham dengan Langit. "Langit, bukan gitu----"

"Apa?" Langit memotong cepat. "Di mana posisi aku sebagai pacar kamu? Hei becermin dulu lah. Kamu aja nggak pernah anggep aku pacar, Cit. Gimana aku bisa anggep kamu pacar juga?"

"Putus ajalah!" Celetuk Vita tanpa tahu diri.

Langit seketika menoleh. Tatapannya berubah lembut saat menatap Vita.

Vita terseyum puas. "Udah jelas kan dia gak anggep lo pacar Langit. Kenapa masih dipacarin? Putus aja udah."

"Jaga mulut lo ya Vita!" Teriak Citra tak tahan lagi.

"Heh Citra. Lo itu cewek yang gak bisa jaga diri tahu gak. Udah tahu punya pacar, masih aja minta bantuan ke cowok lain. Kasihan banget cowok lo gak dianggep," Ujar Vita sekali lagi dengan tangan bersedekap di dada dan wajah yang meremehkan.

***

Maaf, maaf, maaf. Aku menghilang cukup lama sampai berbulan-bulan.

Ada hal yang harus aku prioritaskan sampai aku susah membuka wattpad. Bukan masalah ide, tapi masalah aku pribadi.

Sekali lagi mohon maaf.

Untuk part ini, semoga tidak lupa.

Apa masih sebal dengan Vita?

Memeluk LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang