KETIGA BELAS

576 96 22
                                    

Baru kali ini Langit merasakan khawatir berlebihan. Sedari tadi tangannya terus gemetar hebat sembari memandangi gadisnya yang kini sudah duduk manis di hadapannya.

"Aku baik-baik aja, Langit. Kata dokter tadi aku gakpapa kan." Citra bersuara setelah sekian lama terdiam.

"Jangan buat aku khawatir," Kata Langit kembali ingat saat ke rumah sakit tadi.

Citra tersenyum. "Ya jangan buat aku makan hati makanya."

Langit merasa tertampar kemudian. Ia berdehem singkat. "Yaudah, ayo ke depan."

"Gak mau minta maaf?" Tanya Citra.

Langit menggigit bibir. "Aku ngrasa bakal ngelakuin kesalahan lagi."

"Ck. Langit, Langit. Gak paham lagi aku sama kamu. Mau ninggalin nanti aku galau."

"Cie gak mau ngelepas aku," Goda Langit, aneh.

"Apaan sih? Udah ayuk pergi." Citra berdiri. Berjalan mendahului Langit.

Langit dengan cepat menghadangnya. Cowok itu sedikit membungkuk membelakangi Citra.

"Apa?" Tanya Citra bingung.

"Naik!"

"Biar apa?"

Langit berpikir sedikit lama. "Biar kamu gak capek. Atau minimal ya bisa bagi capeknya ke aku."

Tak dipungkiri hati Citra menghangat. Langit yang jarang seperti ini padanya malah membuat dirinya mudah terbawa perasaaan.

"Gak ah. Malu," Tolak Citra kemudian.

"Gak papa. Sesekali, mumpung aku belum sibuk amat."

Meski awalnya ragu, Citra tetap menuruti. Mengabaikan pandangan menganga dari setiap siswa yang lewat. Beruntung tidak ada guru yang lewat.

"Wih kapel paporit gue tuh!" Celetuk Rena yang kebetulan lewat bersama Reno.

"Tapi Citra juga lagi deket sama Joshua tuh." Reno menyahut.

Rena mengangguk setuju. "Ya emang sih. Tapi lo gak tau aja ada alasan kenapa dia masih bertahan sekeras ini."

"Apa emang?" Tanya Reno kepo.

"Ya rahasia lah!" Rena berkata sombong. Tangannya melingkar di bahu Reno.

"Mau ngapain lo?" Tanya Reno sensi.

"Gendong," Rengek Rena tersenyum manis.

Reno mendengus kesal. Jika saja bukan kembarannya pasti sudah ia buang.

***

Langit berdiri di depan gerbang sekolah. Puluhan siswa cowok dengan motor ninjanya sudah berbaris rapi. Sudah seperti geng motor yang sering Langit lihat di TV. Drama yang Langit persiapkan akan segera dimulai.

Melihat bapak-bapak yang berdiri di halte, Langit meraih handy talkie-nya. Sepertinya beliau petugas kebersihan.

Langit menekan PTT button, mendekatkan handy talkie ke mulutnya. "Dio, Dio. Langit di sini, masuk."

"Dio di sini, Langit silakan masuk."

"Pesan beberapa nasi bungkus beri kepada orang yang ada di halte."

"Siap!"

Langit kembali meletakkan handy talkie di bahunya. Tidak mematikannya, ia sangat dibutuhkan sekarang.

Brum... Brum...

Suara motor bersahut-sahutan. Semuanya saling memanasi mesin motor masing-masing. Benar saja, gerbang SMA Nusgar ramai kemudian. Sayang, acara ini bersifat internal.

"THE BOYS NUSGAR!"

"READY?"

"GO!"

Semua motor perlahan memasuki gerbang. Masih dengan deruman yang berisik. Mereka membelokkan motonya ke kiri. Di mana panggung utama berada. Motor mereka berjalan memutari kumpulan kursi yang diduduki guru.

Putaran perlahan terbelah menjadi dua. Mereka berhenti. Turun dari motor masing-masing. Salah satu dari tiap kumpulan saling mendekat.

Joshua di dari kumpulan kanan dan Lintang dari kiri. Keduanya bersedekap dada. Rautnya garang.

Joshua melempar senyum remeh ke Lintang. "Anggota lo gak ada yang berubah ya. Semuanya lemah!"

"Jaga bicara lo!" Suara Lintang meninggi.

"Ada baiknya lo jaga dulu anggota lo. Biar gak rusuh di markas orang sembarangan.

Emosi Lintang tersulut. Tangannya mengepal kuat. Tanpa aba-aba Lintang memukul tengkuk Joshua cukup keras.

Tak lama kemudian, anggota lain beradu. Mereka saling adu jotos dalam batas wajar. Langit yang memantau, memainkan mesin motor agar suasana semakin ricuh.

Perkelahian masih belum terhenti. Para penonton terpaku melihat adegan yang tak terduga ini.

"Ngeri gue!" Celetuk Vita di dekat panggung. Tak menyangka akan sericuh ini.

"Ini semua gara-gara lo kan?" Vita tiba-tiba mendorong bahu Citra yang anteng di sampingnya.

"Apaan sih lo? Udah jelas ini rencana para cowok!" Tegas Citra kesal.

"Pasti lo yang bujuk Langit supaya seseram ini?  Ngaku deh!" Vita tak hentinya menuduh Citra.

"Haish. Terserah!" Citra pergi. Perannya akan dibutuhkan sebentar lagi.

Tiba-tiba perkelahian terhenti ketika suara sirine polisi menggema di setiap penjuru. Para penonton ternganga melihat beberapa orang dengan seragam polisi mendekat ke arah mereka dengan pistol diarahkan ke geng motor tadi.

"Inget urusan kita belum selesai!" Tajam Joshua. Cepat-cepat naik ke motornya.

Dorr!

Sayang, kali ini Joshua lengah. Tubuhnya limbung setelah satu tembakan dari polisi mengenainya. Histeris para penonton tak terbendung. Termasuk para guru yang sampai berdiri sebagian.

***

Hm, gak bingung kan?

Ada pesan untuk Joshua?

Ada pesan untuk Citra?

Memeluk LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang