KEEMPAT

733 103 31
                                    

Buku tulis itu ia tutup setelah mengerjakan tugas. Citra meregangkan ototnya kemudian. Sebelum ia bersiap untuk kencan dengan Langit.

Citra bangkit memilih baju. Menatap pantulan dirinya di cermin. Kini tubuhnya sudah dibalut dress hitam selutut.

"Kulit gue ternyata lebih hitam dari kulit Langit." Citra bergumam, merasa insecure.

Citra mendongak. "Gue harap kali ini lo nepatin janji Lang."

Pandangan Citra beralih ke pigura di dekatnya. Ia meraihnya. Papa, mama, dan dirinya di foto itu tampak bahagia. Sebelum kejadian nahas itu menimpa.

"Ma, Pa, Citra kangen. Papa sama Mama cepet bangun ya," Lirih Citra pilu.

Nyatanya, setiap kali ada kerinduan menyeruak tidak ada tempat nyata berbagi cerita.

Mengusap air matanya, Citra segera bergegas berangkat. Tak sabar dengan kejutan dari Langit nanti. Pipinya bersemu tanpa sadar.

Sekilas ia memperhatikan rumahnya di tangga. Rumah lantai dua ini sepi. Hanya dirinya seorang. Semenjak kedua orangtuanya koma, Citra terpaksa memecat ART, demi menghemat keuangan.

Hidup sendiri lebih nyaman untuk Citra saat ini.

"Hallo, Neng!"

Saat menutup pintu, Citra dikejutkan dengan kehadiran Kenzi. Cowok itu tampak rapi dengan balutan jas hitam. Bersedekap dan bersandar di pintu.

"Mau apa sih, Kak? Gue mau kencan!" Tegas Citra tajam.

"Emang pasti dia bakalan datang?" Kenzi balas bertanya.

"Ya pasti. Gue yakin dia bakalan datang kok!" Kukuh Citra semangat. Ia sudah sangat menanti momen ini.

Kenzi menghela napas. "Yaudah gue anterin."

Citra melotot. "Gak usah!"

"Jangan nolak pertolongan orang lain," Tegas Kenzi menarik tangan Citra menuju motor ninjanya.

Kenzi terlebih dahulu berhenti. Menatap Citra lekat. "Lo gak mau jalan sama gue?"

Cewek itu langsung menggeleng. "Gue masih punya pacar. Gue gak mau khianati dia."

"Belum pasti juga cowok lo itu dateng. Mending gue yang udah pasti ada di depan mata lo," Tambah Kenzi merasa kasihan.

Citra menolak, tetap pada pendiriannya. Menunggu Langit. Pasti, Langitnya akan datang.

"Huft, sad banget gue nganter cewek mau kencan," Lirih Kenzi terasa sesak.

***

Citra berjalan anggun memasuki kafe. Memilih salah satu tempat duduk. Memilih tidak memesan makanan sampai Langit datang dengan kejutannya.

Tak sengaja matanya menoleh. Menatap sepasang kekasih yang saling suap-suapan. Ia iri, kapan lagi ia bisa seperti itu?

Tak terasa satu jam sudah Citra menunggu, ia masih sabar. Langitnya pasti akan datang.

Mata Citra terasa berat. Tak dapat dipungkiri air matanya mulai jatuh. Kafe mulai sepi. Artinya, kafe ini akan segera tutup.

"Permisi, Kak. Kafe ini akan tutup, Kak. Kakak tidak pulang?"

Seorang barista datang menepuk bahunya. Citra mengedarkan pandangan. Sepi, sama seperti hatinya.

Harapannya pupus.

Langit tidak datang.

Cowok itu mengingkari janjinya.

Memeluk LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang