Part 25 | Hidup Itu Pilihan

1.1K 60 3
                                    

"Iya dok, nggak papa. Emm ini siapa ya Dok, di tugas kan dari kota juga ya?" Almira bingung siapa yang dimaksud oleh Dokter Theo, dia menoleh ke sekelilingnya sepi tidak ada siapa-siapa selain mereka bertiga.

"Maaf, yang mana ya Dok. Perasaan saya nggak ada orang baru dari kota."

"Ini??" Dokter Theo menunjuk kearah Salwa dengan ekspresi ragu. Almira seketika mengerutkan keningnya masa iya Dokter Theo sampai tidak mengenali Salwa saat memakai hijab.

"Yaampun ini itu Salwa, dok." Salwa tertawa melihat Dokter Theo semakin kebingungan.

"Hah astaga. Ini kamu ternyata, Sal." Melihat Salwa mengenakan hijab membuat Dokter Theo sampai membungkam mulutnya.

"Hehe iya, dok. Ini saya." Jawab Salwa dengan sedikit tidak percaya diri.

"Kamu ngapain pakai hijab." Kata Dokter Theo pelan disertai rasa penasarannya.

"Jadi gini dok, saya sudah memutuskan untuk pindah agama menjadi seorang muslim." Ujar Salwa menjelaskan tanpa ragu.

"Ngak, pasti kamu bercanda kan." Dokter Theo menuding kalau Salwa pasti berbohong kepadanya.

"Saya serius, dok. Untuk apa saya mempermainkan agama."

"Kamu yakin Sal, meninggalkan agama nenek moyang kita dan lebih memilih agama..." diakhir kalimat Dokter Theo tidak meneruskan ucapannya namun melirik kearah Almira. Dan Salwa pun tau apa yang dimaksud oleh Dokter Theo yang merupakan kode untuknya.

"Yah ini mungkin memang terlalu cepat sih. Tapi ini sudah pilihan hidup dan mati saya, dok." Salwa menjawab dengan senyuman manis diwajahnya. Ia tidak peduli sekarang orang mau membicarakan apa tentang dirinya.

"Oke, kalau begitu saya pergi dulu. Oh ya Dokter Almira jangan lupa ya ada pasien yang harus ditangani. Permisi."

"Iya, dok." Jawab Almira dan setelah itu Dokter Theo langsung pergi meninggalkan mereka berdua.

"Sal," panggil Almira sambil berjalan menuju ruangannya.

"Iya, dok."

"Kamu ngerasa nggak sih Dokter Theo itu sebenarnya kecewa tahu sama keputusan kamu, yang meninggalkan agama asli kamu dan memutuskan untuk memeluk agama Islam."

"Iya saya tahu, dok. Yaudahlah biarin aja lagi pula ini kan hidup saya, saya berhak dong atas diri saya sendiri."

"Iya juga sih."

"Lagi pula ini memang pilihan yang paling tepat sih buat saya menjadi seorang muslim sebelum nantinya saya meninggal dunia." Mendengar Salwa berucap barusan membuat Almira tertegun, dia berdoa semoga Salwa bisa terus berada di jalan yang benar dan lurus.

"Dokter kenapa bengong? ada yang salah ya sama perkataan saya?"

"Hah enggak kok, kamu benar. Sekarang kamu ikut saya ya, ke kamar pasien." Salwa mengangguk. Setelah menaruh mukenah di ruangannya, Almira ditemani Salwa segera menuju ke kamar pasien.

Hidup itu adalah pilihan, bagiku yang sulit bukanlah menentukan pilihan namun bertahan pada pilihan itu. Dan apa yang sudah aku pilih sekarang merupakan keputusan yang akan mengubah hidup ku untuk selamanya.
-Salwa

* * *
Sore hari Almira dibonceng Salwa mengendarai sepeda motor menuju toko buku terdekat.

"Nah ini dia toko bukunya, dok." Salwa berhenti di sebuah toko buku yang tidak terlalu besar namun cukup lengkap isinya.

"Yaudah masuk yuk." Salwa mengangguk.

Mereka masuk kedalam melihat-lihat dulu buku di semua rak yang berjejer rapi.

Menuju Surga KeduakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang