16. Bakat Lain Rafa

2.1K 167 14
                                    

“Orang diam itu memang begitu mengejutkan setelah makin mengenalnya lebih dekat lagi.”

~ Hilma Salma Fahira ~

 


Seorang pemuda baru saja meletakkan tasnya, kemudian menduduki sebuah kursi. Pemuda yang duduk di sebelahnya mengerutkan keningnya, melihat balutan putih membalut kening sahabatnya.

“Akhirnya lo masuk juga, Fa. Gue seneng dengernya,” ujar Ikhsan. Pemuda di samping Ikhsan hanya melengkungkan bibirnya dengan sempurna.

“Eh, itu kenapa ada perban?” tanya Ikhsan penasaran. Sebenarnya ia tahu apa yang Rafa alami dari hasil rekaman yang ia dapatkan dari pengakuan Alden.

Rafa menyentuh perbannya. “Ah, ini? Bukan apa-apa. Jangan khawatir,” ujar Rafa begitu santai. Ikhsan mendengkus kesal.

“Jujur aja, Fa! Lo mau berapa kali lagi menutupi banyak hal dari gue?!” sentak Ikhsan, membuat Rafa menunduk. Pemuda itu mengembuskan napasnya dengan kasar.

“Oke. Ini aku kecelakaan di rumah. Sekarang udah baikan, kok,” jawab Rafa.

“Kenapa bisa kecelakaan di rumah?” tanya Ikhsan mencoba meminta kejujurannya Rafa.

“Kepalaku kebentur dinding. Aku nggak hati-hati soalnya,” jawab Rafa. Ikhsan mengembuskan napasnya dengan kasar.

“Bukan lo yang nggak hati-hati, ayah lo yang kejam, Rafa!” cetus Ikhsan, membuat Rafa membulatkan mata.

“Ikhsan! Jangan berkata seperti itu! Nanti mereka dengar!” tegur Rafa. Ikhsan mencebikkan bibirnya.

“Lo masih aja belain orang yang jelas-jelas suka nyakitin lo. Rafa, lo mending tinggal sendiri aja. Buat apa hidup sama mereka? Mereka menganggap lo adalah beban mereka. Mereka nggak suka sama lo. Ngapain tinggal sama orang yang nggak anggap kehadiran kita? Sakit, Fa!” ujar Ikhsan begitu mencelus di hati Rafa. Sakit mendengarnya, tetapi Ikhsan benar.

Aku memang beban.

“San, aku mau ke rooftop.” Rafa langsung melenggang keluar dari kelas. Ikhsan mengerutkan keningnya.

Apa Rafa tersinggung?

Pemuda berkulit putih itu duduk di rooftop. Ia tengah mencari ketenangan. Rafa memang sedang sensitif. Perkataan pedas sedikit membuatnya sudah down.

Aku memang beban mereka. Ayah tidak benar-benar mengajakku tinggal. Dia memperlakukan aku seperti pembantu. Dia kasar ... beda dengan Alden. Ayah hanya memarahi Alden saat tahu bahwa Alden yang menjebakku. Apa karena aku lahir dari luar pernikahan?

Kenapa ayah membenciku? Perbuatan itu dia yang melakukan, kenapa aku yang jadi sasaran? Jika boleh memilih, aku tidak ingin hidup seperti ini ....

Apa aku keluar saja dari rumah itu? Tapi, gimana soal amanat terakhir bunda?

Pemuda itu meloloskan buliran bening. Rafa akui dirinya adalah laki-laki yang paling lemah di dunia ini. Rela di-bully, disakiti diam, dihina diam, diinjak-injak pun diam. Hanya menangis dan menangis yang dirinya bisa. Sering pingsan, menyusahkan orang lain. Rafa menangisi semua itu. Mengapa dirinya selemah ini? Mengapa dirinya tidak bisa sekuat laki-laki lain?

Sungguh dalam dirinya ada hasrat ingin melawan, menghajar mereka semua yang merendahkan dirinya, tetapi kata hatinya mengatakan bahwa dirinya harus tenang, sabar, ikhlas. Bundanya pernah mengatakan bahwa jangan mudah terpancing emosi karena manusia. Maka dari itu, hingga saat ini Rafa terus bersabar. Rafa ingat dengan kisah dakwah Rasulullah yang berujung dihina, dicaci maki, tetap berusaha sabar. Rafa ingin melakukan hal yang sama walau dirinya hanya manusia biasa.

GOOD BYE  [Sudah Terbit ❤️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang