"Menyembunyikan bukanlah solusi yang tepat atas masalahmu."~ Annisa Ardilla ~
Seorang wanita berusia dua puluh empat tahun, tengah melangkah maju, kemudian mundur di depan ruangan. Wajahnya berkeringat, raut khawatir begitu tercetak di wajah cantiknya.Tak lama kemudian, sosok pria mengenakan jas berwarna putih keluar dari ruangan.
“Bagaimana Dok, keadaan Rafa?” tanya Bu Annisa panik.
Dokter Fatah mengerutkan keningnya. Ia tak pernah melihat sosok wanita di depannya. “Anda siapanya Rafa?” tanya Dokter Fatah.
“Saya Annisa. Guru fisika Rafa,” jawab Bu Annisa.
Dokter Fatah mengangguk, kemudian mengembuskan napasnya. “Apa yang terjadi sebelum Rafa tidak sadarkan diri, Bu?” tanya Dokter Fatah penasaran. Mengapa pasiennya kembali masuk ke dalam rumah sakit?
“Saat pesawat mendarat, saya membangunkan dia, tapi dia udah nggak sadarkan diri, Dok,” jawab Bu Annisa melirih. Dokter Fatah mengangkat sebelah alisnya.
“Pesawat? Memangnya kemana?” tanya Dokter Fatah.
“Kami pergi ke Yogyakarta. Rafa mengikuti lomba olimpiade fisika se-provinsi,” jawab Bu Annisa.
“Jadi, begini. Saya akan beritahu apa yang sebenarnya terjadi sama Rafa. Rafa memiliki asma sejak lahir.”
Deg
Asma? Kenapa saya nggak tahu?
“Sekarang Rafa sedang kritis. Asmanya sudah sampai tahap akut. Berdoa saja, semoga Rafa akan baik-baik saja. Semoga Rafa masih bisa bertahan. Saya akan berusaha semampu saya, mengobati Rafa,” terang dokter Fatah.
Annisa terduduk di kursi. Ia meloloskan buliran bening. Ia tidak tahu jika selama ini muridnya mengalami asma.
“Asma bisa kambuh dari alergi. Kalau Rafa memiliki alergi udang, susu, dan udara dingin. Bisa juga olahraga atau beraktivitas terlalu berat, dan beban pikiran yang begitu banyak. Kenapa saat ini Rafa kritis? Udara dingin pesawat mungkin, dia terlalu kelelahan, dan banyak beban pikiran,” kelas Dokter Fatah.
“Rafa ....”
Dokter menatap sendu Annisa. Salah satu tangan kekarnya mengeluarkan sapu tangan berwarna putih dari saku jasnya. Ia memberikan sapu tangan itu pada Annisa.
“Air mata wanita itu sangat berharga bagi saya. Hapus air matamu. Jangan terbuang sia-sia,” ujar Dokter Fatah. Annisa menerima sapu tangan pemberian Dokter Fatah, kemudian menyeka air matanya.
“Saya dokter Fatah. Dokter spesialis paru-paru. Saya menangani pasien Rafa sejak berusia remaja. Dulu, saat Rafa masih kecil, ayah saya yang menangani anak itu hingga akhir hayat,” ujar Dokter Fatah memperkenalkan diri.
“Saya harus pindahkan Rafa ke ruangan ICU agar Rafa dapat tertangani lebih insentif, semoga mempercepat kesadarannya,” pamit Dokter Fatah.
Beberapa tenaga medis, mendorong brankar Rafa, keluar dari ruangan UGD, menuju ruangan ICU. Mereka memasangi beberapa alat-alat medis di tubuh Rafa. Annisa melihat, hidung dan mulut Rafa mengenakan masker oksigen, punggung tangannya terpasang jarum infus, dan berbagai alat lainnya, melekat di tubuh ringkih itu.
“Rafa ... bertahan, Nak ...,” lirih Annisa..
*****
Sudah empat hari Rafa terbaring tak sadarkan diri di pesakitan. Ikhsan dan Hilma diberitahu Bu Annisa tentang keadaan Rafa karena dokter Fatah yang menyuruhnya memberitahu bagaimana kondisi Rafa saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
GOOD BYE [Sudah Terbit ❤️]
Novela Juvenil⚠️ Sudah tidak lengkap ⚠️ Warning Cerita ini ada beberapa adegan kekerasan! Diambil baiknya, yang buruk buang 😊 Perzinaan memang tidak bisa dimaafkan, tetapi anak hasil perzinaan tidak bisa disalahkan. Rafanza Athaar Rabbani, menjadi objek perundu...