7. Rahasia Tersembunyi

2K 195 52
                                    


“Keadaan terkadang memaksaku untuk melakukan hal yang sebenarnya tak ingin aku lakukan. Hanya bisa berucap maaf.”

~ Ikhsan Al Fahri ~

 

 

Langkah terus bergerak maju, kemudian mundur. Di depan ruangan bernama UGD, sosok pemuda berseragam abu-abu yang berantakan menunggu kabar tentang seseorang yang sedang ditangani di dalam ruangan emergency tersebut. Raut wajah pemuda itu tampak cemas dan gelisah.

Ada apa dengan lo, Rafa? Apa benar lo sakit keras?

Pikirannya tertuju pada sebuah benda yang ada di tangannya. Ia tak mengerti, mengapa bisa menemukan benda yang biasanya orang-orang yang mengalami sesak napas kenakan di dekat tubuh Rafa. Setahunya, Rafa itu tidak pernah sakit seperti itu.

Gue harap enggak, Rafa. Maafin gue udah ninggalin lo.

Satu hari sebelum Ikhsan pindah duduk ....

 
Di hari Minggu yang cerah, sosok pemuda berkulit putih, mengenakan kaus berwarna putih lengan pendek, mengeluarkan sebuah sepeda berwarna putih dari garasi. Ia menaiki kendaraan beroda dua itu, kemudian mengayuhnya, meninggalkan pekarangan rumah. Pemuda itu bersepeda, mengelilingi kompleks perumahan di mana ia tinggal. Pemuda itu bersepeda sambil bernyanyi dengan begitu merdu.

Tiba-tiba ... dirinya dan sepedanya ambruk di trotoar karena sebuah mobil telah menyerempet sepedanya. Ia meringis.

Sosok pemuda keluar dari mobil berwarna hitam, kemudian melepaskan kacamata hitam yang diletakkan di atas surai legamnya.

“Bangun, Woy!” teriak pemuda itu tanpa merasa bersalah. Ikhsan mendengkus kesal, melihat siapa yang telah membuatnya jatuh dari sepeda. Iksan berusaha bangkit, kemudian berdiri berhadapan dengan pemuda bernama Alden. Mantan sahabatnya.

“Mau apa lagi lo?” tanyanya dengan menatap tajam pemuda di hadapannya. Alden menyilangkan kedua tangannya di dada, lalu tersenyum miring.

“Ikhsan ... gue ke sini mau kasih lo peringatan! Jauhi Rafa! Lo harus jauh dari anak itu!” perintah Alden, membuat Ikhsan tertawa sumbang.

“Gila, lo! Nggak mungkin gue lakuin itu! Rafa sahabat terbaik gue satu-satunya!” tolak Ikhsan. Alden mencengkeram kaus yang dikenakan oleh Ikhsan. Tatapannya tajam bak elang yang hendak memangsa musuhnya. Wajah pemuda itu terlihat merah padam seperti bom yang akan segera meledak.

“Lo harus mau ikuti kata gue, Ikhsan! Lo nggak bisa nolak!”

Ikhsan terkekeh, kemudian tersenyum remeh. “Why? Gue? Ngikutin mau lo? Ogah!” tolak Ikhsan. Sampai kapan pun ia tak akan tunduk pada Alden. Pemuda di depan Ikhsan makin kesal mendengar penolakan dari Ikhsan.

“Ikhsan Al Fahri! Bokap lo bekerja dengan ayah gue! Kalau lo nggak mau ikutin apa mau gue, gue akan bilang sama ayah gue buat pecat bokap lo! Lo anak pindahan setahun, San. Jangan sombong jadi orang!” Alden mendorong tubuh Ikhsan, membuat pemuda itu tersungkur di aspal. Ikhsan terdiam.

“Sekarang ada di tangan lo. Asal lo tahu ... Rafa itu anak selingkuhan Ayah gue! Dia anak haram! Kalau lo masih dekat dengan dia ... artinya lo siap dijauhi seluruh siswa di sekolah. Lo nggak akan punya teman selain sahabat sialan lo itu, Ikhsan! Bukan hanya merugikan lo, tetapi juga keluarga lo, Ikhsan! Gue bakal suruh ayah pecat bokap lo! Lo mau hidup susah, Ikhsan Al Fahri?” Alden menarik salah satu ujung bibirnya ke atas. Mendadak, lidah Ikhsan kelu untuk berkata.

Anak selingkuhan? Jauh? Gue harus bagaimana sekarang? Gue sayang sama Rafa, tetapi nasib keluarga gue gimana?

Ikhsan mengembuskan napasnya dengan kasar. Maafin gue, Rafa. Gue pilih keluarga gue.

GOOD BYE  [Sudah Terbit ❤️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang