21. Lomba Di Yogyakarta

1.6K 143 33
                                    

“Selagi bisa berusaha, maka berusahalah semaksimal mungkin, dan jangan lupa berdoa, libatkanlah Allah dalam setiap urusanmu.”

~ Rafanza Athaar Rabbani ~

Selama sebulan, Rafa berkutat dengan buku tebal yang berisi latihan soal dan berbagai macam rumus-rumus. Usahanya membuahkan hasil, ia keluar sebagai juara satu olimpiade fisika se-Kota Jakarta. Selanjutnya ia akan mewakili lomba olimpiade se-provinsi yang ada di Indonesia. Selama tiga bulan, Rafa fokus menyiapkan diri dan pengetahuannya. Hari ini, adalah hari Rafa harus berangkat ke Daerah Istimewa Yogyakarta. Pemuda itu melambaikan tangan pada teman-teman yang sudah mengantarnya ke Bandara. Pemuda berkulit putih bersama wanita berjilbab biru muda mulai menaiki pesawat. Rafa menduduki kursi ujung, dekat kaca. Tangannya melambai, kemudian melengkungkan bibirnya dengan sempurna.

Bismillah. Semoga Rafa bisa membawa nama baik.

Pesawat mulai terbang ke atas. Ikhsan dan Hilma melambaikan tangan, menatap pesawat yang makin jauh dari pandangan mereka.

“Semoga Rafa baik-baik aja di sana,” ujar Ikhsan.

“Aamiin ....”

Sepanjang perjalanan, Rafa memejamkan mata. Pemuda itu terlelap. Bu Annisa melengkungkan bibirnya, menatap Rafa.

“Pasti capek banget, Nak, belajar. Semoga kamu berhasil,” ujar Bu Annisa.

Beberapa jam kemudian, pesawat telah mendarat di bandara Yogyakarta. Para penumpang pun turun dari pesawat.

Setelah tiba di bandara, Bu Annisa dan Raga mencari taksi, kemudian menaikinya. Mereka akan pergi ke hotel, di mana para peserta olimpiade fisika dan guru pendamping akan beristirahat untuk sementara waktu.

Sampai di sebuah gedung yang begitu banyak lantai, Bu Annisa menemui resepsionis. Ia menanyakan kamar dirinya dan Rafa. Resepsionis memberikan akses membuka kamar pada Bu Annisa. Bu Annisa memberikan salah satunya pada Rafa.

“Istirahat, Nak. Besok kamu akan bertempur,” titah Bu Annisa. Rafa mengangguk. Bu Annisa dan Rafa menaiki lift karena lantai kamar hotel Rafa ada di lantai tiga sementara Bu Annisa ada di lantai empat.

Saat lift terbuka di lantai tiga, Rafa keluar dari lift, kemudian mulai mencari kamar hotelnya.

Rafa memasukkan akses pembuka kamar, pemuda itu memasuki kamar. Ia melihat empat orang pemuda berada di dalam. Pemuda berkulit putih, memiliki mata sipit tengah berbaring di atas ranjang. Pemuda berkulit gelap tengah memainkan ponsel. Pemuda bermata bulat tengah membereskan barang-barangnya. Satu pemuda lagi. Memiliki tinggi badan 183, tengah membaca buku di atas sofa.

Assalamualaikum, selamat sore semuanya,” ujar Rafa begitu ramah. Mereka semua menghampiri Rafa.

“Jadi, kamu yang namanya Rafanza?” tanya pemuda berkulit gelap. Rafa mengangguk. Pemuda itu mengulurkan tangannya di depan mereka.

“Rafanza Athaar Rabbani. Dari SMA Cerdas Inovatif, Kota Jakarta Pusat,” ujar Rafa memperkenalkan diri. Pemuda berkulit putih, bermata sipit, menyalami tangan Rafa.

“Nama gue Stefan. Dari SMA Penabur Ilmu, Tangerang,” jawab Stefan.

Pemuda berkulit gelap menjabat tangan Rafa. “Nama saya Bagas. Dari SMA Negeri 1 Kota Makassar,” ujar pemuda itu.

Pemuda bermata bulat menjabat tangan Rafa. Nama urang Roy. Dari SMA Negeri 15 Kota Bandung.”

“Nama saya Fatir. Dari MA Firdaus, Kota Aceh.”

GOOD BYE  [Sudah Terbit ❤️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang