24. Satu Sahabat Dari Banyaknya Manusia

1.7K 150 18
                                    

“Satu sahabat lebih baik yang selalu menemani keadaan susah dan senang daripada memiliki teman seribu di saat senang saja.

~ Rafanza Athaar Rabbani ~

 

Langit biru, berawankan putih, terlihat begitu cerah. Semilir begitu kencang, menerpa kulit putih itu. Anak rambutnya beterbangan. Sosok pemuda duduk di rooftop sekolah, menatap kosong. Setelah satu hari beristirahat di rumah, ia kembali masuk ke sekolah. Tiba-tiba ada seseorang yang menepuk pundaknya. Rafa menoleh ke belakang, kemudian membulatkan mata ketika melihat sosok yang berdiri, berhadapan dengannya.

“Alden?”

Pemuda di depannya menyilangkan kedua tangannya di dada, menatap tajam Rafa. Bibir merahnya tersenyum miring.

“Adik tiriku sayang,” ujar Alden sok manis. Rafa mengerutkan keningnya.

“Ada apa kamu kesini, Alden?” tanya Rafa.

“Kayaknya kalau gue jatuhin lo dari atas sini, bisa mempercepat kematian lo, tapi gue nggak mau. Karena lo harus masih mengalami penyiksaan yang lebih pedih dari sekarang!”

Rafa terdiam. Sesak, mendengar kakak sekaligus mantan sahabatnya menginginkan dirinya tersiksa. Apa salahnya?

Alden mencengkeram pergelangan tangan Rafa. “Ikut gue!” Alden menarik paksa Rafa, turun ke bawah. Alden mendorong Rafa ke arah tiang bendera, membuat kepala Rafa terbentur tiang bendera. Kemudian, tubuhnya ambruk di lapangan.

Prok ... prok ... prok ....

Seorang pemuda memberikan sebuah bola berwarna jingga pada Alden.

“Bawa dia ke tengah lapangan!” perintah Alden. Edo dan Putra membawa Rafa ke tengah lapangan. Rafa tidak bisa memberontak karena tenaga mereka lebih kuat dari Rafa.

“Dorong dia!”

Edo dan Putra mendorong tubuh Rafa, membuat Rafa tersungkur di lapangan. Dagunya mengenai gesekan tanah, membuat dagu itu mengeluarkan cairan merah pekat. Tangan dan kakinya turut beset karena terkena gesekan tanah.

Bugh!

Alden melempar bola berwarna jingga, mengenai kepala Rafa. Rafa merasakan kepalanya pening, pandangannya mulai mengabur.

Bugh!

Bugh!

Bugh!

Lemparan keempat, membuat Rafa tidak sadarkan diri. Pemuda itu terkapar di lapangan.

“Lemah!” umpat Alden.

*****

Seorang pemuda mulai membuka matanya perlahan. Ia menatap sekeliling.

“Akhirnya lo sadar juga, Rafa,” ujar Ikhsan.

“Di mana?” tanya Rafa melirih.

“UKS. Lo pingsan di lapangan,” jawab Ikhsan. Ikhsan tidak mengetahui bahwa Alden dan temannya yang telah membuat Rafa pingsan.

Rafa mencoba bangkit sambil memegangi kepalanya. “Kita ke kelas, San,” ajak Rafa. Ikhsan menggeleng.

“Rafa, lo baru sadar. Jangan gila!” teriak Ikhsan kesal. Rafa melengkungkan bibirnya.

“Aku baik-baik saja, Ikhsan. Kamu jangan khawatir.”

Ikhsan mengembuskan napasnya. “Oke, kita ke kelas. Kalau sakit lagi, gue anter lo pulang aja,” ujar Ikhsan. Pemuda itu merangkul Rafa, kemudian memapah pemuda berwajah pucat itu.

GOOD BYE  [Sudah Terbit ❤️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang