Sandaran-08

304 40 2
                                    

Maaf jika banyak typo 🍎



☊☊☊



Tentang marahnya Irene semalam tak membuat Suho berhenti untuk menemui perempuan itu. Buktinya, pagi-pagi begini saja Suho sudah menunggu Irene di depan rumah perempuan Bae tersebut.

"Suho?" Suara Irene membuat Suho berbalik badan dan menatap Irene dengan tersenyum.

"Mau berangkat bersama?" Tawar lelaki Kim itu.

Irene menatapnya dengan bingung. Apakah Suho tidak marah padanya? Tadi malam kan ia sangat sensitif terhadap ucapan lelaki itu hingga ia marah padanya. Tapi sekarang, kenapa Suho terlihat begitu baik?

"Irene?" Suara Suho menyadarkan lamunannya.

Irene pun berjalan mendekat dan masuk kedalam mobil bersamaan dengan Suho. Mereka tetap diam hingga mobil kini telah meninggalkan rumah Irene.

Begitu hening suasana dalam mobil ini. Dalam perjalanan, lampu merah tanda berhenti itu pun menyala. Membuat kendaraan di jalur tersebut berhenti.

Sedari tadi Irene sangat ingin membuka mulutnya. Ia sangat ingin bertanya pada lelaki disampingnya ini.

"Eum...." Suaranya membuat Suho menoleh.

"Apa kamu nggak marah soal tadi malam?" Akhirnya pertanyaan itu pun terucap.

Suho tersenyum tenang,
"Bagaimana aku bisa marah?" Ujarnya. "Aku aja nggak punya alasan buat marah sama kamu," lanjutnya.

Ucapan tersebut membuat Irene tertegun. Ia berfikir, bagaimana ada orang sebaik lelaki dihadapannya ini. Ia belum pernah melihat Suho marah padanya.

Lampu hijau menyala. Membuat Suho kembali fokus pada jalanan.

Dari samping, Irene memperhatikan pahatan nyaris sempurna yang melekat pada Suho. Lelaki itu tampan, dan Irene menyadarinya.


☊☊☊


Malam telah tiba. Begitupun dengan Suho yang tiba menjemput Irene.

"Kamu... Bukannya ada acara?" Tanya Irene.

Suho mengangguk.

"Terus, kenapa kamu malah kesini?" Perempuan Bae itu bingung.

Suho dengan santainya meraih tangannya dan menarik Irene. Tanpa berbicara, ia membuka pintu mobil dan refleks Irene pun masuk.

Suho menjalankan mobilnya entah kemana. Hal itu tentu membuat Irene semakin kebingungan.

"Kamu mah ngajak aku ke acara itu?" Tebak Irene.

Suho menggeleng. "Kamu akan sakit kalau aku ajak ke acara itu," ujar Suho tersenyum aneh.

"Terus... Kita mau kemana?" Tanya Irene.

"Mau ke masa depan" jawab Suho.

"Masa depan?" Irene mengerutkan alisnya.

Suho tersenyum. "Kamu harusnya paham, kalau ke masa depan itu harus merelakan masa lalu."

Irene menelan ludah. Ucapan Suho terasa menamparnya. Tapi entah kenapa kali ini ia tak merasa sesakit yang kemarin-kemarin. Bahkan pikirannya yang kini tertuju pada kenangannya bersama Sehun pun tak begitu memengaruhinya.

Ia sedih, tapi air matanya seakan tak mengerti lagi. Air matanya seakan terasa kering sehingga tak bisa untuk mengalir.

Perempuan Bae itu tersadar ketika sebuah tangan menggenggam tangannya.

"Apa aku belum cukup untuk selalu menemanimu?" Ujar Suho tanpa menatapnya, karena lelaki itu fokus menyetir.

Seketika Irene merasakan sebuah kehangatan. Begitu hangat, sehingga hanya membuatnya fokus pada satu titik, tentunya pada Suho.

"Kenapa ada orang sebaik kamu?" Gumam Irene.

Suho tersenyum. Meskipun pelan, ia dapat mendengar apa yang Irene ucapkan.

"Apa aku boleh minta sesuatu sama kamu?" Tanya Suho.

"Apa?" Irene menatapnya.

Suho tak menjawab, lelaki itu justru menepikan mobilnya. Menarik genggaman tangannya pada tangan Irene itu. Kedua mata mereka saling bertatapan.

"Bisakah kamu bersamaku?" Tanya Suho.

Irene terdiam. 'Bersamaku'? Apa maksud kata tersebut? Irene tak akan pernah percaya jika kata 'bersamaku' yang terucap dari bibir Suho itu adalah ucapan yang menyangkut perasaan.

"Eum... Maksudnya, kita selalu-"

"Selalu sahabatan dan saling mendukung seperti ini kan?" Potong Irene.

Suho mengangguk kaku. Jika hanya itu yang Irene pikirkan, mungkin ia hanya bisa diam saat ini. Tapi perlahan ia yakin, dirinya yang selalu jadi tempat bersandar bagi Irene itu akan berubah menjadi orang terpenting yang ada di hati Irene.

"Tenang Ho," Irene mengusap punggung tangan Suho. "Aku bukan orang bodoh yang akan menyia-nyiakan persahabatan kita ini."

Suho hanya bisa diam. Membiarkan Irene berbicara, karena sepertinya masih ada yang ingin perempuan itu katakan.

"Karena kamu adalah tempat ternyaman untukku berbagi suka dan duka,"













































ToBeContinue...🍎

Sandaran-endTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang