CHAPTER 4

5K 454 15
                                    

Jisoo melangkahkan kakinya di kantor tempat Seokjin bekerja. Tadi pagi sekitar jam sepuluh, Seokjin menelpon Jisoo jika ada berkas yang tertinggal di rumahnya. Ia menyuruh Jisoo untuk menghantarkannya saat jam makan siang. Jisoo tidak menolak itu bahkan ia sangat senang saat Seokjin menyuruhnya ke kantor.

Sebelum itu, Jisoo harus bertanya pada resepsionis nya dulu karna ini adalah kali pertama Jisoo kesini. Tapi walaupun begitu, semua pegawai kantor nya sudah mengenal Jisoo jika ia adalah istri dari Seokjin, karna saat pernikahan mereka, semua pegawai kantor diundang ke acaranya.

Jisoo mengetuk pintu ruang kerja Seokjin, tapi tidak ada sahutan dari dalam. Mungkin suaminya sedang fokus bekerja hingga tidak terdengar suara ketukan pintu nya, pikir Jisoo.

Jisoo membuka pintu berwarna pastel itu dengan perlahan-lahan. Ia melihat jika didalam ruangan itu tidak ada orang sama sekali. Jisoo berjalan masuk kedalam dan melihat-lihat isi dari ruangan itu. Ia berjalan mendekati sebuah lemari kaca yang besar, didalamnya banyak sekali penghargaan milik Seokjin seperti piala, sertifikat dan juga piagam-piagam. Tentu saja Jisoo sangat kagum dengan kerja suaminya ini. Bahkan ia sampai lupa dengan tujuan ia kemari.

"Seokjin dimana ya, aku taro di meja kerjanya aja deh"

Jisoo berjalan ke meja kerja Seokjin, dan ia meletakkan berkas yang ia bawa dari rumah. Selesai dengan itu, ia bergegas pergi dari sana. Padahal niatnya tadi ingin mengajak Seokjin untuk makan siang bersama di kantin kantornya, tapi apa daya, Seokjin saja tidak terlihat batang hidungnya, terpaksa ia harus menunda keinginannya itu. Lagi pula apa Seokjin mau diajak makan siang bersama Jisoo? Sudah pasti tidak. Hah, ada-ada saja kau, Jisoo.

Setelah menutup pintunya, ia melangkahkan kakinya menuju tempat Lift yang ia naiki tadi. Jari telunjuk nya ia arahkan untuk menekan tombol membuka pintu lift nya.

Ting!!

Pintu lift itu akhirnya terbuka. Belum sempat melangkah, Jisoo sudah dikejutkan dengan pemandangan yang seharusnya tidak ia lihat. Bukannya melangkah maju, Jisoo malah berjalan mundur sambil menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Ia sangat terkejut kala melihat sepasang manusia tengah menautkan bibirnya di dalam lift itu. Ia tidak bisa melihat wajah si wanita itu, tapi ia bisa melihat wajah si pria dengan jelas, bahkan ia juga bisa melihat jika si pria itu masih memejamkan matanya sambil bergelut dengan bibir si wanita nya walaupun pintu lift sudah terbuka.

Jisoo lari dari sana. Ia lari menuju tangga, lebih baik ia turun melewati tangga daripada harus memakai lift tadi. Walaupun ia tau pasti akan sangat melelahkan karna ruangan Seokjin terletak di lantai dua puluh dua, tapi Jisoo tidak peduli ia tetap turun melewati tangga saja.

Air matanya sudah tidak bisa di tahan lagi, ia sudah terlanjur sakit hati. Tidak peduli semua mata mengarah padanya, ia tetap berlari keluar dari gedung perusahaan itu. Tapi sialnya saat sudah tiba di loby, ia tidak sengaja menabrak seseorang.

"Astaga maafkan aku, Nona" Orang itu bangun dan langsung membantu Jisoo untuk bangun juga. "Jisoo, kenapa kamu nangis dan ada apa kamu kesini?" Tanyanya saat melihat wajah Jisoo yang sudah dibanjiri air mata.

Jisoo menatap pria itu, ternyata itu adalah kakak iparnya, Minhyuk. "Aku tidak apa apa, Oppa." Jisoo menghapus air matanya. "Seperti nya aku harus pergi. Sampai Jumpa, Oppa" Jisoo langsung berlari lagi, dan itu mengundang kebingungan Minhyuk. Baru kali ini ia melihat jika adik iparnya menangis, biasanya ia melihat Jisoo selalu tertawa dan bercanda. Ia jadi curiga pada Seokjin.

___________

Tautan itu terlepas kala mendengar suara pintu lift yang terbuka sepuluh detik yang lalu. Keduanya sama-sama mengambil napasnya buru-buru.

Mereka lalu keluar dari sana dan berjalan ke ruang kerjanya masing-masing. "Kamu tadi denger gak, suara orang lari gak pas di depan lift tadi" tanya si perempuan itu.

"Gak tuh, aku malah denger suara desahan kamu" si wanita itu tertawa ringan. "Yaudah, sono masuk kedalam" si wanita itu menyuruh prianya untuk masuk ke ruang kerjanya.

"Ne Sowon-ssi." Ucapnya sambil menyubit pipi Sowon.

"Ish sakit tau, Seokjin."
"Sono masuk" usirnya dan Seokjin Juga langsung masuk kedalam ruang kerjanya.

Ia langsung duduk di kursi kebesarannya. Matanya kini terfokus pada sebuah dokumen di depannya. Bukankah ini dokumen yang ia minta untuk Jisoo antarkan kesini, tapi dimana Jisoo, kenapa ia tidak melihat Jisoo sedikit pun. Pikirnya begitu.  Tapi Ia tidak peduli dengan itu, kini ia sudah bisa bernafas lega karena dokumen itu sudah ada di mejanya.

Ceklek!

Pintu ruangannya terbuka dan menampakkan seorang pria yang berusia tidak jauh dari dirinya. Pria itu berjalan mendekati Seokjin dan langsung duduk tepat di hadapan Seokjin.

"Ada apa Hyung kesini?" Tanya Seokjin.

"Kenapa Jisoo nangis?!" Tanyanya dengan intens. Tentu saja Seokjin langsung mengerutkan keningnya. Jisoo menangis? Melihat Jisoo saja tidak apalagi tahu jika Jisoo menangis.

"Maksud Hyung apa?"

"Tadi gw gak sengaja nabrak Jisoo di loby, terus gw liat kalo dia habis nangis. Jawab dia kenapa bisa nangis?!!"

"Gw gak tau hyung. Gw aja gak tau kalo Jisoo kesini" Minhyuk membuang nafasnya gusar. "Terus lu ngapain kesini?"

"Cuman mau ngingetin lu kalo meeting nya dipercepat jadi lima menit lagi." Seokjin mengangguk sebagai jawabannya.

________________

Brak!!

Jisoo langsung menutup pintu kamarnya dengan kencang. Ia berlari ke kasur dan langsung menjatuhkan badannya di sana. Suara tangisannya terdengar sangat pilu. Entah sudah berapa tetes air matanya keluar. Ia tidak peduli.

Jujur, Jisoo sangat sakit hati melihat suaminya berciuman dengan wanita lain. Ia saja belum pernah sekalipun merasakan Seokjin menyentuh bibirnya. Tapi itu bukan maksud Jisoo. Jika boleh jujur, Jisoo lebih memilih Seokjin membentaknya daripada ia harus melihat suaminya berciuman dengan wanita lain. Jisoo bukan perempuan yang memiliki hati yang kuat. Ia akan menangis jika melihat sesuatu yang menyakitkan baginya. Apalagi melihat suaminya bersama perempuan lain.

Tok!!

Tok!!

Jisoo langsung membersihkan mukanya kala mendengar pintu kamarnya di ketuk oleh seseorang. Setelah itu ia langsung membuka pintunya.

"Eo' Seokjin kamu udah pulang?"
"Ada apa?" Jisoo langsung menutup pintu kamar nya agar Seokjin tidak bisa melihat kedalam kamar. Lagi pula Seokjin juga tidak pernah sekalipun memasuki kamar Jisoo. Tidak sudi, katanya.

"Bukan apa-apa sih. Kata Minhyuk hyung, lu nangis pas dikantor. Kenapa?" Jisoo tersenyum kecut.

"Mungkin Minhyuk oppa salah liat tadi, aku sama sekali gak nangis kok" ujar Jisoo diakhiri dengan tawaan yang rapuh. Seokjin berjalan menjauh kala sudah mendengar jawaban Jisoo. Sejujurnya ia sama sekali tidak peduli, jika saja Minhyuk tidak menyuruh nya untuk menanyakan langsung pada Jisoo dan di sertai ancaman, mungkin Seokjin tidak akan pergi menemui Jisoo dan bertanya langsung tentang ini.

Jisoo menghela nafasnya. Apakah ia harus bertanya langsung pada Seokjin tentang kejadian yang ia lihat tadi atau ia harus urungkan dan tidak berusaha memikirkan ini lagi.

Jisoo berjalan ke dapur untuk minum, Tapi ternyata disana ada Seokjin Juga yang lagi buat minuman, mungkin kopi.

"Kamu ngapain?" Tanya Jisoo, tapi Seokjin cuma menoleh saja tanpa menjawab.

"Seokjin, aku mau tanya sesuatu"
"Kamu.. eum.. kamu..--"

"Bisa ngomong yang bener gak?!!" Sekarang nyali Jisoo menciut.

"Eum.. gak jadi deh" Jisoo tertawa renyah. Seokjin langsung pergi saat Jisoo berkata seperti itu. Jisoo hanya bisa menghela nafasnya.

Ok.

Sepertinya Jisoo harus melupakan kejadian tadi. Anggap saja tadi yang ia lihat itu bukan Seokjin, tapi itu iblis yang menyerupai Seokjin.

Bersambung..

Bad Husband || Jinsoo (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang