Terbangun dengan keadaan kosong. Dalam pikirannya tidak ada niat untuk melakukan sesuatu seperti, berlari kabur, menangis, atau meraung marah. Walau samar-samar masih terngiang bagaimana dirinya dilecehkan dan entah apa lagi itu. Batinnya seolah mati. Sudah lelah.
Perlahan menarik diri bangkit, Taehyung menatap sekelilingnya. Kamar itu besar dengan jendela sepadan berkisi-kisi klasik di seberang, menyuguhkan pemandangan pegunungan berkabut yang indah nan magis. Dari sanalah cahaya matahari masuk dan memenuhi seisi kamar. Paling dekat, yang tengah ditidurinya sekarang, ranjang empuk yang nyaman dengan ukuran lima orang dewasa tidur tanpa berdempetan. Taehyung pun sadar jika sekujur tubuhnya mengenakan piyama satin putih lembut yang hangat. Tidak ada lagi belenggu di tangan atau kakinya.
Kemudian suara percakapan dan langkah kaki terdengar. Saat kenop pintu bergerak, ada suatu sensasi tidak enak yang mengagetkan dirinya. Bilah kayu mengayun terbuka, membuatnya waspada. Taehyung meremas kain selimut dan mundur sampai ke kepala ranjang.
"Lalu, kenapa mereka tidak?"
"Mungkin tindakan mereka tidak cukup kejam untuk mengeluarkannya?"
"Dan, bagaimana tuan mencari tahu? Dengan cara menyiksanya?"
"Tidak, tidak. Itu akan memperparah keadaan. Sudah kubilang kami sama. Akan kubuat dia keluar dengan caraku sendiri."
Taehyung menelan ludah begitu dua orang pria masuk. Seorang yang lebih besar dan jangkung menaikkan alis dan tersenyum padanya.
"Oh? Akhirnya kau bangun juga."
Ada sesuatu dalam suara orang itu yang membuat rasa waspada Taehyung melunak, entah kenapa. Bahkan saat didekati, Taehyung serasa tidak punya alasan untuk menghindar.
"Tidak perlu takut. Kau sekarang di rumahku dan artinya kau aman. Kim Taehyung, benar?"
Bukan terkejut akibat bobot berat yang dirasakan karena pria itu duduk di pinggir ranjang guna berbicara lebih intim dengannya, tapi karena namanya yang disebut lengkap.
"Hei? Kau mendengarku?" tanyanya lagi seraya menelengkan wajah. Sepasang mata kelabu itu menguarkan hangat yang tiba-tiba menyusup dalam dada Taehyung.
Sekali lagi, tidak tahu kenapa.
"Mungkin, efek morphinnya masih terasa, tuan," tambah seorang pria yang berdiri tegap tak jauh dari mereka.
"Hm. Kurasa tidak, Jakey. Lihat, mata indah itu. Dia terfokus padaku." Senyum yang merekah disuguhkan sampai Taehyung merasa wajahnya panas. "Oh? Dia merona. Manis sekali."
Degup jantung Taehyung memompa cepat. Pandangannya terjatuh ke tangan yang meremas selimut di pangkuan.
"Oh. Benar. Well, kau belum tahu namaku, bukan?"
Taehyung tengadah. Senyum yang sama hangat masih betah di sana.
"Namaku Gerard, panggil saja Gery kalau kau sulit menyebutnya. Karena sekarang kau di sini, di rumahku, artinya kau adalah tanggung jawabku. Oke?"
Taehyung mengangguk halus.
"Baiklah. Um. Ini kamarmu. Lakukan apa pun yang kau mau. Kalau perlu, seisi rumah ini juga, kau jelajahi saja. Tidak apa-apa. Kau bebas di sini, tapi kebebasan itu milikku."
Taehyung mengerjap.
"Tanggung jawabku, ingat?" tambah Gerard, "sekarang pergilah sarapan. Aku ada sedikit pertanyaan padamu setelah kau siap dan kenyang. Tapi, terserah kau saja. Aku tidak memaksa kalau memang kau tidak mau membagi apa pun padaku nanti. Jadi, ya, kita bertemu sebentar lagi, oke?"
Taehyung tidak mengangguk, hanya mengikuti dengan pandangannya saat Gerard berdiri. Memanggil Jakey, menyebut sebuah nama, Susan, lalu berbicara entah apa. Setelahnya, Gerard kembali menatap Taehyung. Berjalan sampai ke dekatnya dan membungkuk. Mata kelabu dan cokelat terang saling memandang lekat.
"Aku tidak menjanjikan hal manis untukmu. Kalau kau ingin pergi sekarang pun, silahkan. Pintu rumahku tidak terkunci. Kau bebas melakukan apa pun. Jadi apa pun yang kau mau." Gerard menepuk puncak kepala Taehyung sejenak. "Sekarang, kau ingin apa, Taehyung?"
Yang ditanya diam. Hanya menatap bergantian dua manik kelabu di hadapan yang memiliki gurat lelah.
"Apa keinginanmu?" ulang suara rendah berat itu. Sentuhan ditarik perlahan, yang dengan naluriah direnggut jemari lentik, milik seorang yang masih memproses jawaban.
Taehyung tidak mengerti kendali dirinya. Mungkin akibat rasa kosong dalam kepala, secara naluriah dicarinya sesuatu untuk berpegangan. Sepasang mata kelabu itu seperti menariknya untuk tenggelam. Jauh. Ke tempat yang sangat hangat.
Dengan rasa menyenangkan yang kembali menguar dari Gerard, Taehyung menjawab, " ... milikmu." Begitu saja.
Mendengarkan suara lirih seperti kabut itu untuk pertama kalinya, Gerard merasakan senyuman merekah di wajahnya sendiri. Sebuah keinginan untuk merengkuh dan mengecup bibir ranum di sana, muncul seiring perhatian dua mata indah itu hanya padanya.
Namun, tentu saja itu keinginan yang terlalu cepat. Dengan bijak Gerard menepuk pipi kenyal yang dingin itu sebentar, masih tersenyum senang, dia membalas, "Keputusan bagus, manis. Kau memang milikku. Kalian ... milikku."
.
.
.>>berikutnya>>
KAMU SEDANG MEMBACA
to die for | vottom ✔
RomanceYang tinggal kini, hanya keinginan untuk mati, tapi ia punya sedikit harap bisa menemukan siapakah yang layak untuk itu. Seseorang yang dirasanya pantas sebagai empunya nyawa yang ia miliki. Seorang yang tulus mencintainya luar dalam. Tanpa pamrih...