8.

1.2K 118 4
                                    

Pagi itu sama cerahnya seperti kemarin-kemarin. Cahaya matahari menyambut hangat. Pakaian yang membungkus badan nyaman dan hangat. Sapaan para pelayan ramah dan hangat. Juga, panggilan kecil yang selalu diikuti rengkuhan hangat. Menjadikan hari-harinya lebih hidup dari yang pernah dirasakan sebelumnya. Mungkin, setiap hari akan terasa seperti itu bagi Taehyung sekarang.

Sebuah lukisan pun selesai. Karya abstrak hasil memandangi halaman luas dari teras samping. Penuh warna hijau, tercampur putih, biru dan beberapa bercak hitam yang dikiaskan Taehyung sebagai para pekerja kebun bunga. Puas dengan karya sendiri, Taehyung melepas apron dan bergegas menunjukkannya pada Gerard.

Langkahnya tanpa suara karena tidak mengenakan alas kaki. Baginya lebih nyaman merasakan partikel ubin yang dingin licin atau bertekstur, dari pada mengenakan sepatu. Tawaran Gerard berupa sepasang sepatu bulu hangat yang lembut saja, ditolak. Gerard tidak memaksa, benar-benar membiarkan Taehyung melakukan apa saja yang diinginkan.

Bertemu Jakey di depan pintu besar hitam yang merupakan ruang kerja Gerard, Taehyung menunjukkan dengan ceria hasil karyanya.

"Lihat, Jakey!"

Pria jangkung ramping itu mengangguk. Tersenyum ramah dan memuji sopan, sebelum bertanya, "Mau dipasang di mana?"

Taehyung menunjuk ruangan Gerard. "Gery? Kasih ini. Lihat. Bagus, ya?"

Jakey mengangguk. "Tapi, jangan berisik. Sedang sibuk. Oke?"

Taehyung mengangguk. Tingginya hanya sedada pria itu. Dengan antusias bak bocah, Taehyung menunggu Jakey menyilahkannya masuk. Saat disilahkan, suara percakapan Gerard menyambut. Dengan sopan seperti sudah tahu harus apa, Taehyung menunggu Gerard yang membelakanginya sampai selesai bertelepon.

Tidak lama, akhirnya pria besar itu berpaling. Taehyung dengan sigap mengangkat lukisannya. Gerard menaikkan alis dan membulatkan mulut tanpa suara. Ponsel masih menempel di telinga. Jakey kemudian masuk dengan sebuah nampan berisi kopi dan kudapan, saat Taehyung setia menunggu didekati Gerard.

Lukisan itu diraih Gerard yang akhirnya tak lagi menelepon. Mengatakan betapa luar biasanya karya abstrak itu dengan serius. Taehyung seperti terbang ke langit.

"Untukku, ya?" Pria itu meminta. Taehyung mengangguk senang. "Wah. Ini bisa dijual mahal, kau tahu?" Gerard merengkuhnya, mengecup puncak kepalanya beberapa kali.

Karena memang itu yang diinginkan Taehyung selalu. Disayangi.

"Kau ingin apa lagi sekarang, hm?" Gerard pergi ke dekat perapian, memajang lukisan Taehyung di sana. "Di sini bagus tidak?"

"Iya. Cocok, Gery," jawab remaja tanggung itu. Jakey menawarinya muffin selai kacang sesuai janji, yang diterima dengan penuh syukur.

Gerard mengernyit. "Hei, bukankah sudah makan itu kemarin? Kau mau lagi?" protesnya mendekati. Taehyung mengangkat bahu sambil tertawa. "Enak sekali, ya?" tanyanya penasaran. Taehyung menyodorkannya yang langsung digigit sebagian. Secuil krim kecoklatan itu menempel di hidungnya, membuat Taehyung tersedak tawa.

Gerard mengunyah pelan, mengusap pergi krim di wajah, mengernyit pada Jakey. "Ini biasa saja." Pelayan sekaligus penjaganya itu mengangkat bahu.

Taehyung memekik, tahu-tahu diangkat pergi. Dibawa oleh dua lengan kuat untuk didudukkan ke sofa di sana. Muffin malang sampai terjatuh karena Taehyung ceroboh, bibir yang mengerucut kecewa karena baru secuil menggigit kue manis itu, menarik perhatian Gerard.

"Jakey, ambil yang baru," perintahnya, tanpa berpaling, lebih tertarik menatap Taehyung yang melirik kepergian Jakey lalu terfokus padanya. "Jadi, kau siap kutanya hari ini, Tae?"

to die for | vottom ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang