Matanya sulit menutup untuk yang kesekian kalinya malam itu. Hari demi hari seolah ada awan mendung yang menaungi. Air mata tidak pernah absen membasahi pipi. Isak tangis begitu akrab jika diri diam menatap cermin. Bibir gemetaran memanggil, tapi selalu berbuah nihil.
V benar-benar hilang.
Taehyung yang awalnya memelas, menyalahkan diri sampai murka padanya, tetap tidak ditanggapi. Lubang dalam dadanya setia kosong dan dingin.
Sudah dicobanya tidur dalam pelukan Gerard. Tidak melakukan apa pun karena, toh, Taehyung jauh lebih terpuruk dan butuh naungan dari pada timbul keinginan bersetubuh. Padahal, itu kesempatannya, bukan?
Semua tidak berhasil. Bahkan, Gerard sengaja menampakkan bakatnya bernyanyi, yang memang bersuara merdu, tapi hanya membuahkan senyum sementara di wajah Taehyung. Saat menit-menit ceria itu pergi, kehampaan datang menghampiri. Selalu seperti itu sampai Gerard dan Susan, kehabisan akal menghibur cowok yang dikenal penuh semangat nan manis itu.
Taehyung sadar semua bentuk perhatian dan usaha itu untuk mengembalikan senyuman di wajahnya, tapi dia belum bisa. Masih ada sebagian dirinya yang hilang.
Saat menjelang tidur, Taehyung akan memanggil-manggil V. Dari mulut juga benaknya, tapi selalu keheningan yang didapat. Setiap malam semenjak V pergi.
Hari itu, setengah jam sesudah sarapan—atas bujukan Gerard, kalau tidak dia juga takkan keluar untuk makan—Taehyung akan menghabiskan waktu duduk menatap ke cermin. Memanggil. Bercerita. Atau, apa pun. Dirinya merasa sangat kecil dengan hilangnya V.
"Maafkan aku, Victory. Aku akan pergi dari Gery, asalkan kamu keluar. Aku kesepian ... dingin, Victory ...." Taehyung berkat lirih, menyandarkan kepalanya ke cermin sembari memeluk diri sendiri. Air matanya mengering, meninggalkan rasa perih. Sepertinya seluruh persediaan air di matanya terbuang terus setiap hari hanya dengan memikirkan nama V.
"Victory sayang padaku, 'kan? Keluarlah. Aku sudah bosan sendirian. Aku tidak suka permainan ini, Victory. Kumohon ...."
Taehyung kembali menangis. Selama yang dia mau. Terisak sekeras atau sehening yang dia mau. Sampai akhirnya benar-benar diam lalu, menatap kosong ke seberang kamar.
Sebuah kebiasaan rutin yang menyedihkan.
"Apa Victory mau menari?" tanyanya kemudian. Pertanyaan itu menggantung, karena tidak ada yang menjawab, tentu saja.
Memutuskan bergerak, Taehyung menarik ingus sekalian dirinya yang bersandar ke cermin. Mengusap pipi dan dagu yang basah, dipaksanya diri tersenyum tanpa menjatuhkan air mata lagi, menatap pantulannya yang sembab.
"Ayo."
Taehyung beranjak ke luar kamar. Menuju aula yang biasa dipakai latih tanding dengan Jakey. Dia tidak memedulikan jika suasana sudah berubah gelap. Hanya para pelayan yang bertugas mengecek pintu dan jendela yang tampak berlalu lalang. Mereka juga hanya mengawasi dan tidak menganggu.
Saat sampai, Taehyung hanya menyalakan lampu di bagian tangah aula. Berjalan ke sana, memandang sekitar, lalu duduk bersila. Dia juga bisa menari, tapi gerakannya sangat kaku dan konyol, sampai takut V batal muncul jika dia melakukannya. Jadi, Taehyung hanya menunggu. Diam.
Setelah beberapa saat, kembali pipinya basah tanpa diminta.
Kepalanya memutar semua kejadian dari tempat itu. Baik yang dialaminya sendiri, atau melalui benak V. Dari kejadian menyenangkan, sampai ....
"Bukankah kau harusnya tidur?"
Taehyung berpaling. Jakey dengan setelan serba hitamnya seperri biasa, datang mendekat. Tersenyum ramah sesuai kebiasaan, lalu mengambil tempat satu meter di sebelahnya dan duduk menekuk lutut.
KAMU SEDANG MEMBACA
to die for | vottom ✔
RomanceYang tinggal kini, hanya keinginan untuk mati, tapi ia punya sedikit harap bisa menemukan siapakah yang layak untuk itu. Seseorang yang dirasanya pantas sebagai empunya nyawa yang ia miliki. Seorang yang tulus mencintainya luar dalam. Tanpa pamrih...