13th

645 88 46
                                    

Cie di gantung 3 bulan.

Cape ya? Sama kok aku juga :)

-----

Sehun termenung menatap gedung-gedung yang menjulang tinggi dibalik celah-celah jendela ruang kamar inap nya. Ini sudah hari ke-6 setelah dia dinyatakan siuman. Ia sudah mengingat semuanya, sejak kemarin. Tapi ia tak berniat mengatakan hal itu kepada siapapun. Untuk saat ini, ia ingin sedikit mencoba memainkan sandiwara—seperti Luhan.

Luhan memasuki ruangan Sehun dengan langkah pelan bahkan terkesan mengendap-ngendap. Ia meniti langkah mendekati sang adik yang terlihat lemas. Sehun yang baru saja tersadar sedikit waspada melihat pergerakan dari orang asing itu, tangannya mencengkram pelan sprai ranjang rumah sakit.

"Hai," sapa Luhan dengan senyum canggung. Ia dapat melihat jelas jika Sehun merasa tidak nyaman dengan suasana ini. Lalu ia mencoba bertingkah dengan normal. "Aku Luhan." ujar nya dengan senyum mengembang.

Sehun mengernyitkan dahi nya. Ia benar-benar merasa asing dengan pemuda itu. "Aku..., temanmu."

"Aku teman kecilmu." jelas nya lagi.

Teman, ya?

Sehun terkekeh miris. Apa pemuda itu juga enggan menganggap nya sebagai adik?

Tangan putih pucatnya memegang kepala yang masih terbalut perban itu. Ia meringis mengingat bahwa setelah pukulan keras yang ia dapati, ia masih tetap hidup. Ah, ia sedikit kecewa pada Tuhan, seharusnya Tuhan langsung mengambil nyawanya saja, tak perlu membiarkannya hidup. Tidak ada satupun yang mengharapkan kehadirannya.

Ceklek!

Brak!

"Aww."

"Kau menghimpitku bodoh!"

"Argh, jangan mendorongku!"

"Bajingan tengik!"

Ah, ia lupa satu hal. Mereka. Mereka selalu mengharapkan kehadirannya. Dua pemuda yang juga tak kalah tampan dengan otak yang cenderung mendekati kata bodoh. Mungkin mereka juga alasan dirinya bertahan sejauh ini.

Sehun terkekeh kecil sambil memalingkan pandangannya dari mereka.

"Hei ini sudah malam, angin malam tidak baik untuk kondisi mu!" tegur Chanyeol yang mulai berjalan mendekati nya.

Malam? Ia mengalihkan tatapan nya menatap langit yang sehitam jelaga itu. Sudah berapa lama ia termenung hingga tak menyadari bahwa langit sudah berganti warna? Pantas saja ia merasa seluruh tubuhnya kedinginan.

"Aku hanya ingin mencari udara segar."

"Udara segar dari mana nya? Kau malah terlihat seperti mencari penyakit dengan berdiam diri dengan angin sekencang ini." cibir Kai lantas merapatkan jendela dan menutup gorden berwarna biru muda itu.

"Ayo makan," ajak Kai sambil membantu Sehun untuk duduk di ranjang dengan posisi bersandar. "Kau harus makan banyak biar cepat sembuh, kau sangat jelek ketika sedang sakit."

"Terimakasih, aku anggap itu sebagai pujian." balas Sehun dengan sinis.

Chanyeol membawa sebuah baki yang berisikan bubur dan segelas air putih mendekat ke arah Sehun.

"Aku sudah sembuh, bisakah kau ganti menu makanan nya? Jujur, aku sangat muak dengan bubur itu." keluh Sehun dengan tatapan yang menatap jijik makanan berwarna putih itu.

"Tidak ada bantahan!" tegas Chanyeol, ia mengambil mangkok bubur itu lalu menyuapkan makanan itu pada mulut mungil Sehun.

"Cih, aku tidak lumpuh." dengan kesal Sehun menarik mangkuk beserta sendok itu lalu melahap bubur itu dengan tenang.

BORDERLINE • OSH ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang