"Code blue! Code blue!"
Mereka semua tersentak. Mereka tak sebodoh itu untuk tidak mengerti arti dari kode itu. Dokter dan beberapa perawat langsung berlari menuju ruangan Sehun. Dengan wajah panik dan degup jantung yang tak beraturan, Chanyeol dan Kai menghampiri pintu ruang ICU itu mencoba menerobos masuk tetapi langsung ditahan oleh beberapa perawat pria di sana.
"Sehun! Dokter, tolong Sehun!" panggil Kai sambil mencoba melepaskan cengkraman tangan perawat yang menahan bahu nya, sama hal nya dengan Chanyeol. "Lepas!" bentak Kai.
"Tidak sekarang, Sehun!" teriak Chanyeol sambil berusaha berontak dengan wajahnya terlihat jelas sedang menahan tangis.
Gabriel menarik tangan kedua anak itu agar menjauh dari pintu itu, ia merasa kasihan dengan para perawat yang kualahan menahan berontakan mereka berdua.
Para perawat itu membungkuk sekilas untuk berterimakasih pada Gabriel karena mau bekerja sama dengan mereka. Gabriel mengangguk dan tersenyum pahit. "Tolong selamatkan anakku." ucap nya dengan lirih.
"Kami akan berusaha, Tuan."
Tubuh Kai merosot, kaki nya tertekuk dengan kepala yang menunduk. Ia menangis keras. Sesekali tangannya memukul kepala dan menjambak rambutnya.
Chanyeol memukul tembok rumah sakit itu beberapa kali, ia bersumpah jika Sehun meninggalkan mereka, bukan hanya Alex yang akan ia bunuh, Luhan dan Victoria juga akan ia bunuh. Persetan dengan kemanusiaan, untuk menghadapi iblis memang tidak perlu ada rasa iba.
"Jangan pernah berani meninggalkan kami, Sehun! Atau kau akan menyesal." desis Chanyeol. Ia sudah tidak bisa menangis sekarang, jiwanya sudah dikuasai oleh amarah.
Marie dan Helen yang melihat anak-anak nya terlihat kacau mencoba mendekat. Marie duduk di hadapan Kai, sedangkan Helen berdiri di sisi Chanyeol.
Marie menarik dagu Kai agar mendongak menatap matanya, sejujurnya ia dan Helen sama kacau nya, tapi untuk saat ini mereka tidak boleh terlihat lemah karena Kai dan Chanyeol sangat membutuhkan sandaran mereka.
"Butuh pelukan?" tanya Marie. Kai langsung menghambur kepelukan ibu nya, dan menangis kencang di bahu sang ibu.
Sedangkan Helen, wanita itu menatap sisi wajah Chanyeol yang memancarkan aura berbeda. Ia tahu anak nya sedang dikuasai emosi. Dengan lembut, tangan nya mengelus punggung tegap itu. Chanyeol tersentak, ia tidak menyadari kehadiran Helen. "Tidak apa-apa, Sehun anak yang kuat, bukan?"
Bahu Chanyeol melemah, "Mom, bisakah dia menjadi adik ku saja? Mereka sudah sangat keterlaluan."
"Mom juga ingin menjadikan Sehun bagian keluarga Gabriel, tapi tidak bisa."
"Kenapa tidak bisa?" tanya Chanyeol menuntut.
Helen mengigit pipi dalam nya. Ini tidak semudah yang Chanyeol bayangkan. Helen tidak berani memberikan jawaban lebih. Ia hanya diam, membiarkan Chanyeol larut dengan kebingungan.
"Duduklah, kita tunggu Sehun."
"Tidak, aku ingin pergi ke gereja."
Helen tak bisa menyembunyikan senyuman nya, lalu ia mengangguk, "Berdoalah dengan penuh keyakinan."
*
Flashback On
"Halo? Kau dimana, Hun?" tanya Chanyeol pada seseorang yang berada di sebrang sana.
"Gereja." jawab Sehun.
Chanyeol menjauhkan ponsel nya, ia melihat kalender ponsel yang menunjukkan hari Selasa. Lalu setelahnya mendekatkan kembali ponsel itu ke telinga kiri nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BORDERLINE • OSH ✓
Fiksi PenggemarKebebasan? Cih, bahkan untuk memikirkan saja membuat muak. Bagaimana bisa kebebasan didapat jika selalu ada pembatas disetiap langkahnya? Sehun Willis Alexander, pemuda yang selalu bertanya-tanya apa itu kebebasan. Bahkan setiap kali ia ditanya tent...