Akad Nikah.

748 61 10
                                    

****

keheningan yang begitu mencekam di ruang tamu ini yang luas, saking luasnya sehingga mampu membuat setiap ucapan yang keluar dari mulut seorang pria parobaya bertabur uban itu, menggelegar sampai ke penjuru rumah.

Napas nya melaju sangat cepat, dadanya naik turun, sedangkan matanya tajam menatap halaman rumah dari lobang jendela yang tengah terbuka lebar itu.

Tidak, sebenarnya bukan itu yang sedang pria parobaya itu luapkan emosi nya sekarang.

Disamping nya seorang wanita muda dengan bibir terbalut lipstik merah menyala mengelus punggung suaminya, wanita yang umur nya sangat terpaut jauh dari nya itu tau ada kekecewaan yang teramat besar disini.

Kerutan sempurna alis dari seorang Wijaya semakin terukir,

"Kamu sudah sangat mengecewakan papa Gibran. Papa kira kamu bisa papa andalkan."

Sedangkan yang di ajak bicara, Gibran hanya diam tidak menjawab ataupun menyahut kalimat sang ayah. Meski begitu ia mencengkram erat telapak tanganya, mengulum kepala dari permukaan dan menahan malu.

"Kalau sudah jadi begini mau bagaimana lagi? Mau kamu apakan perusahaan nanti ha?!" Timpal Aryanto Wijaya.

Wijaya, menggeleng mencoba meminimalisir kemarahan yang saat ini yang terus menyeruak dada. Gibran, putra satu satu nya sudah mengecewakan dirinya. Putra yang selalu ia banggakan pada keluarga besar dan sederet rekan bisnis, tetapi malah mempermalukan dirinya?

"Aku akan tetap tanggung jawab pa."

Ucap Gibran pelan dari sudut ruangan, yang malah semakin mengundang emosi Wijaya.

"Kenapa kamu nggak bisa jadi kebanggaan papa? Ha?!"

Gibran tak bergeming, tidak berani menatap wajah Wijaya meski sedetik saja.

"Kamu.. benar benar sudah memalukan nama keluarga ini, Gibran.. tidak tau diri kamu.."

Gibran mengangkat wajahnya, menatap lekat pada Wijaya ketika kalimat itu dengan lurus masuk ke gendang telinga nya, dan menusuk lubuk hatinya.

"Siapa yang tidak tau diri? Siapa yang paling memalukan di antara kita?" Sargah Gibran menantang ayah nya, " Aku atau papa?"

"Selingkuh dengan orang lain dan membunuh anak nya sendiri, apa itu pantas disebut manusia?" Emosi Gibran meluap, ia mengeram erat celana jeans nya, dan terdengar suara gesekan geraham dari dalam rahang milik Gibran,

"Mama dan dan Dirga meninggal karena ulah siapa?!"

Citra menggenggam tangan Gibran sekejap, ketika ia lihat tubuh lelaki tersebut dalam amukan besar, ia tatap mata merah itu, Gibran berkaca kaca, menahan emosi yang begitu besar.

"Gibran jaga mulut kamu!"

"Kenapa? Fakta nya memang begitu."

"Kamu tidak ada apa apa nya tanpa saya, ya Gibran." Bentak Wijaya kasar, "Ingat itu!"

"Dari awal, aku tidak pernah meminta apapun dari papa dan bukanya keluarga itu tidak penting kan buat papa? Kenapa harus kecewa?" Mata Gibran menyala.

"Gibran.. Stop." Bisik Citra berkaca kaca.

"Mulai sekarang terserah kamu, saya nggak sudi datang sebagai walimu."

Dengan emosinya yang tengah membara, pria bertubuh sedang itu kemudian beranjak melangkahkan kaki meninggalkan Gibran dan Citra yang masih terpaku disebuah sofa, di ikuti oleh seorang wanita dibelakang nya yang Gibran sebut sebagai ibu tiri.

Dada Gibran sakit, mendengar ucapan itu keluar dari mulut ayah nya sendiri. Meski ini adalah kesalahan yang begitu besar apakah pantas untuk nya menelan kalimat itu?

Tentu tidak.

Pada tempatnya tangis Gibran meluap dengan hening, seandainya seorang Nadine ada disini mungkin masih ada sedikit sandaran hangat untuk nya. Selain Citra sendiri.

***

Satu per satu langkah kaki Elina mengantarkanya ke sebuah ruangan kamar ganti. Ia mendapati Citra sedang memandang kosong, entah tapi perempuan yang berbalut gaun putih gading dan riasan pengantin itu tampak begitu menahan gugup.

Elina merangkul pundak sahabatnya dengan rasa penuh kebahagiaan, "Jangan menangis ya cantik, nanti make up nya luntur." Ucap Elina sembari merapikan gaun berwarna putih dengan aksen gliter "Gue buatin gaun ini istimewa cuma buat elo."

"Terima kasih banyak Elina."

Elina mendekap sepenuhnya tubuh Citra dengan haru yang tak dapat terucap "Semoga lo bahagia ya Citra."

Ini adalah hari dimana mungkin dinanti nanti oleh semua wanita didunia ini. Mereka yang saling mencintai akan merasa banyak kebahagian pada hari sakral ini.

Namun itu justru tidak terjadi pada diri Citra, Ada ketakutan, senang, mungkin juga sedih yang terus saja mencekik dada nya begitu teramat dalam.

"Saya nikahkan Citra Allesha Herbowo dengan mas kawin tersebut tunai."

Suara Gibran yang lantang begitu menggema terdengar oleh seluruh saksi sampai ke seluruh penjuru ruangan.

Ada tangis yang tak dapat mereka pendam, ada cinta yang dapat mereka salurkan satu sama lain, dan ada haru yang bisa mereka rasakan ketika dua cincin emas permata di pasangkan pada jari jemari satu sama lain.

Untuk pertama kalinya, Gibran mengecup lembut kening milik Citra di depan seluruh saksi yang hadir. Dan begitupun Citra, menyambut uluran tangan Gibran dan mencium nya dengan penuh khidmat.

Dan untuk sesaat hari ini sanggup membuat semua kesedihan yang ada bisa sementara tersamarkan.

Senyum itu benar benar sedang terukir indah di raut wajah pasangan yang baru saja resmi menjadi sepasang suami istri.

Meski hanya kerabat dekat yang datang sebagai tamu dan saksi, menikmati acara akad nikah yang digelar sederhana di dalam rumah Gibran, tapi itu sudah lebih dari cukup untuk sekedar menyaksikan betapa bahagia nya seorang Citra saat ini.

Gaun berwarna putih panjang menjuntai dan riasan yang kesan natural, melengkapi kesempurnaan milik seorang perempuan berumur 25 tahun itu.

Serasa mimpi, ia melihat senyum bahagia sedang terpancar dari wajah Citra istri nya, matanya pun ikut berbinar binar.

Gibran tau ini adalah penantian yang pernah ia utarakan pada seseorang beberapa tahun lalu, tapi kenyataan begitu cepat berubah adanya.

Tidak dapat gibran pungkiri hari ini ia begitu benar benar sudah jatuh cinta dengan wanita yang berada di hadapan nya sekarang.

Percuma saja menyesali apa yang kini telah terjadi. Cepat atau lambat semesta akan mengampuni dosa terbesar nya pada hari ini.

**






YANG SUDAH PERGITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang