****
Hari akhir pekan yang cukup ditunggu-tunggu, sebab ada sebuah permintaan sederhana dari Citra yang ia minta sejak kemarin kepada Gibran di hari ini. Perempuan itu meminta suami nya untuk mengajak diri nya makan malam berdua di sebuah restoran. Tak kala Gibran pun menyambut permintaan istri nya dengan antusias.
Entah lah, Citra memang jarang sekali meminta 'hal' seperti ini, apalagi mengajak Gibran untuk makan berdua secara 'Spesial'.
Namun, sejak menikah Citra jadi lebih sering beradu manja dengan suami nya, lebih terbuka soal apapun yang ia rasakan.Emosi nya juga sering kali naik turun, tetapi Gibran tau itu bagian dari proses kehamilan, dan mungkin berasal dari sebuah 'hormon'. Itulah yang membuat Gibran memaklumi sikap Citra yang jadi lebih berdiam diri lalu menangis ataupun sangat ceria, sering kali.
"Kenapa melamun?" Tanya Gibran, setelah menyadari keduanya saling berdiam diri.
Citra menoleh, "Nggak apa apa."
"Sebentar lagi sudah sampai kok," Pria itu tersenyum, meski jalanan sedikit macet tapi tidak terlalu menghambat perjalanan keduanya, "Aku sudah aku booking tempatnya, kulihat di situs website nya bagus banget, kamu pasti akan suka."
Citra mengangguk.
***
Suara khas sebuah lift berbunyi, lift itu kini berhenti di sebuah lantai paling atas pada gedung, mengantarkan Citra dan Gibran ke sebuah restoran berbintang lima percakar langit berkonsep 'Italian food'. Kedatangan keduanya juga disambut hormat oleh pelayan yang telah memeriksa registrasi dari Gibran lewat website.
Mereka segera menempati meja yang telah di booking, meja yang strategis, yang menyuguhkan langsung pemandangan bagaimana nampak isi kota jakarta malam ini. Begitu penuh kemerlap.
Menu terbaik pun, datang setelah nya terhidang rapi dihadapan mereka, menunggu untuk segera disantap.
Waktu terus berjalan, akan tetapi sesuatu membuat Citra hanya berdiam diri didepan sana Citra justru sama sekali tak menyentuh hidangan mewah yang sudah terpampang nyata di hadapan nya, itu.
Perempuan itu tersenyum melihat lelaki dewasa yang tengah lahap memakan makanan nya. memandang setiap sudut wajah dan tanpa dia minta mata nya sudah berkaca kaca.
"Kenapa?" Tanya Gibran, kegiatan nya terhenti setelah mendapati Citra yang nampak sedih.
Perempuan itu terkekeh, mengusap matanya yang tiba-tiba saja mengeluarkan air dari sana, "Nggak kok."
"Ayo dimakan, nanti dingin."
Citra mengangguk, waktu terus saja berjalan meski rasanya cukup bosan, sepi tidak ada obrolan yang terjadi, redam oleh suara piring dan sendok yang terus saja bertemu satu sama lain menimbulkan suatu bunyi yang nyaring.
"Gibran?"
Panggil seorang perempuan berambut pirang yang datang bersama seorang perempuan lainya, dengan tatapan heran berjalan ke arah meja keduanya.
Gibran menoleh, mencari arah dari panggilan itu.
"Halo apa kabar, Gibran?
"Ba..baik."
"Lo masih ingat gue kan?"
"Masih lah masih." jawab Gibran ramah, seraya meraih punggung tangan perempuan itu dengan seulas senyum.
"Sudah lama banget, ya. Nggak ketemu lo."
"Iya, kabar lo bagaimana, Karin?"
"Baik, kok."
KAMU SEDANG MEMBACA
YANG SUDAH PERGI
Literatura FemininaYang sudah pergi jangan di paksa untuk kembali. Karena kita sudah selesai, dan album itu akan tetap ku simpan. Pergilah dan jangan berani kembali~