5 Panggilan tak terjawab

599 110 4
                                    

*****

Bertemu kembali setelah berpisah selama bertahun tahun, kepingan rasa sayang yang pernah ada kini terus saja menyeruak di dalam dada Gibran, hati nya semakin jatuh pada paras dan juga sifat lembut dari Citra yang tidak pernah berubah sama sekali.

Dipertemukan dalam project yang sama, Gibran yakin itu bukanlah sebuah kebetulan, mereka melewati semuanya selalu bersama, menjadi rekan bisnis bukanlah satu satu alasan mereka terus bersama. Begitu pikirnya.

Segalanya, segala memori tentang mereka dulu kini perlahan mucul kembali, perasaan yang Gibran kubur dalam dalam dengan sendirinya pun mekar kembali pada perempuan yang pernah mengisi lubuk hatinya saat masih duduk di bangku SMA itu.

Tidak dapat di pungkiri, keduanya memang menyambut binar binar cinta itu ketika bersama. Namun itulah kenyataan nya.

Gibran menyamai langkah nya dengan Citra, melewati lorong koridor ketika urusan nya di gedung Alexigra's Company telah usai, pada hari ini

"Abis ini mau kemana?"

"Pulang saja."

"Caffeshop yuk! masih sore nih."

Citra menggangguk, "Oke."

Sarboneś caffe, Salah satu caffeshop tengah kota bergaya vintage dengan menu yang juara, adalah caffe yang baru saja di resmikan beberapa bulan yang lalu, entahlah tapi Gibran memilih tempat ini karena memang selera nya dan Citra yang sama sama suka dengan sesuatu yang bergaya Vintage.

Gibran memesan kopi Moccacino dengan Croissant sebagai teman hidangan nya, sementara Citra memesan secangkir teh hangat dan brownis.

Perempuan dengan setelan blazer abu dan rambut yang di ikat setengah, membuat mata Gibran tidak dapat berpaling sama sekali. Ada rasa yang begitu nyaman ketika memandang senyum itu, senyum yang masih sama.

"Ini sudah saat nya jam pulang kantor 'kan? Jadi lebih baik sudahi dulu pekerjaan mu yang sangat menumpuk itu, ibu Citra."

Gibran meraih tablet, yang masih setia di gunakan oleh Citra, perempuan itu tampak sibuk dengan urusan pekerjaan nya, tablet yang masih menampilkan setumpuk deadline nya itu.

"Sebentar, Ran.. deadline nya besok siang harus aku selesaikan.." Ucap Citra meraih kembali tablet nya dari tangan Gibran.

"Sepenting apa dengan waktu istirahat mu? Hm?" Gibran kembali meraih benda tersebut dan meletakan nya di atas meja.

"Ayolah rehatkan dirimu sejenak, aku tau posisi kamu di perusahaan itu cukup berpengaruh tapi itu nggak harus membuat kamu seperti ini.. mengerti?" Timpal nya.

Citra mendengus lemas, sambil menyesap secangkir teh hangat nya ia bersandarkan punggung di sandaran kursi.

"Ternyata cerewet mu nggak berubah ya, masih saja sama.." Ucap Citra berlipat dada.

"Karena aku tau, ambisi yang aku punya dan yang kamu punya itu lebih dominan ada pada dirimu, jadi kamu perlu di kontrol.."

"Eh, ngomong ngomong kebetulan banget kamu mengajak aku ngopi disini Ran, aku baru ingat kalo teman dekat aku baru buka caffe daerah sini aku pikir masih daerah sini hampir aja aku ajakin kamu kesana, ternyata tempat nya justru disini, Sarbones caffe." Sahut Citra antusias.

"Hah? Masa sih? Wah kebetulan banget dong.."

"Yakan?" Citra menatap sesaat arloji yang masih melingkar rapi di tanganya, "Barusan aku hubungi dia, dan untungnya dia bisa kesini kebetulan juga lagi ada di sekitar sini.."

Gibran mengangguk.

"Eh, itu mereka.." Citra mengangkat tanganya ke udara menyambut hangat pasangan yang baru saja tiba.

YANG SUDAH PERGITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang