Tatapan yang berat.

1.1K 125 11
                                    

****

Petang sudah, diatas tol kendaraan roda empat melaju begitu cepat. Shinta dan Riana beserta supir milik keluarga Ridanu, mengiringi kepergian Raisa ketika kendaraan mereka berlalu ke bandara udara international, Soekarno Hatta Tanggerang. Waktu menunjukan pukul lima sore, namun perjalanan ini sama sekali tidak menarik perhatian Raisa.

Memang, keberangkatan nya kali ini tidaklah dihadiri oleh Brama Ridanu sang ayah, sebab pria dengan setumpuk kesibukan nya itu tengah bertugas dan berada di luar negeri.

Tetapi percayalah keluarga kecil Ridanu ini sangat saling menyayangi satu sama lain, kehangatan yang jarang dirasakan oleh orang lain justru tertumpah ruah pada keluarga Raisa ini, perempuan itu memang sangatlah beruntung dan itu yang membuat Raisa penuh syukur.

Butuh banyak sekali proses juga doa yang perlu Raisa lewati untuk dapat berada di tahap ini, berkat dukungan dari orang-orang yang begitu mengasihi nya perempuan yang  duduk di kursi tengah mobil itu tak bisa menyembunyikan senyum ringkuk yang mungkin bersembunyi dibalik diwajahnya.

Terutama, ia harus membutuhkan bertahun-tahun lagi agar bisa menggapai mimpi-mimpi yang yang lain, termasuk cinta.

Kendaraan yang ditumpangi oleh Raisa pun telah menepi dengan sempurna di area parking, bandar udara. Raisa turun dari mobil mengedarkan padanganya keseluruh area bandara, mencari seseorang yang katanya sudah menunggu nya disana.

Raisa mendorong troli koper dan langkah nya mungkin sedikit tergesa-gesa menuju area chek in, diiringi Shinta juga Riana disampingnya. Menyusuri perlahan pintu masuk, sementara matanya terus terpusat pada seorang lelaki yang sudah menunggu kedatangan nya sedari tadi.

Berat hati menatap lelaki itu sebenarnya.

Langkah Raisa terhenti sejenak, ketika keberadaan nya sudah di ambang pintu masuk, Shinta dengan mata yang sudah berkaca-kaca itu mengecupi pipi nya berkali-kali, "Kalau sudah sampai segera telepon mama, ya."

Diikuti Riana, perempuan yang wajahnya  tak berbeda jauh dari Raisa itu juga langsung merangkul erat adik bungsunya sebelum melepaskan kepergian Raisa,
"Belajarlah yang rajin ya anak manja." Dipeluk tubuh Raisa dengan erat, "Jaga ya kesehatan, Rai.."

Sementara itu Gibran yang berdiri tepat di hadapan Raisa lelaki dengan kaos hitam perlahan melangkah maju menunggu giliran nya, ia menyambut tubuh Raisa mempertipis jarak diantara mereka, menarik Raisa di dalam pelukan nya, dan mendekap nya dengan erat tanpa rasanya ingin melepaskan.

Ada keheningan yang menyapa keduanya, hati Gibran tiba-tiba memanas, merasakan getaran isakan Raisa pada pelukan nya.

Gibran mencium puncak kepala Raisa, menghirup nya dalam-dalam, menghayati setiap usapan lembut nya pada punggung kekasihnya, lalu kembali mengeratkan tangan nya pada pinggang ramping perempuan itu.

"Gibran.. Kita akan bertemu lagi 'kan?" tanya Raisa bersembunyi dibalik rengkuhan dada Gibran,

"Pasti.. Raisa pasti..."

"Tolong tunggu aku kembali ya.."

Raisa mengangkat wajahnya, menatap Gibran sesaat dengan senyum yang terbalut sayang dan sedih didalamnya, dan itu semakin membuat hati Gibran pun meruntuh..

Perlahan Raisa melepaskan pelukan Gibran, mengeratkan tanganya kembali pada troli dan mengucapkan pamit untuk terakhir kalinya kepada siapapun yang ada disana, termasuk Gibran sendiri.

Perempuan itu berbalik arah, setelah berkali-kali jatuh dalam rengkuhan tubuh Gibran dengan langkah yang kecil ia menuju gerbang keberangkatan, dengan begitu pasti, tidak hentinya melambaikan tangan di udara, membuat perpisahaan ini semakin nyata rasanya.

Sedangkan Gibran masih disini..

Mata Gibran hanya menatap punggung Raisa yang makin beralih dan menjauh dari pandanganya, mata keduanya masih terus terhubung satu sama lain, sebelum sesaat benar benar tertelan oleh jarak, entah jarak Raisa yang sudah hilang dari sana atau Gibran yang makin tak kuasa sehingga lelaki itu tampak memalingkan wajahnya.

Lelaki itu jelas menghapus dulu air mata nya..

Tenggorokan Gibran pahit, sesak menahan tangis yang tidak ingin ia keluarkan saat ini..

Gibran memejamkan mata nya sesaat, sambil berbalik badan, ia menghela napas mencoba menerima bahwa besok dan seterusnya adalah hari-hari penuh rindu.

Dan pada hari itu, adalah hari terakhir ia melihat sosok Raisa masih ada disana..

****

YANG SUDAH PERGITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang