"Aku terikat janji dengannya. Kami bertaruh Hyung. Aku tidak bermaksud seperti itu, aku ingin sekali menolak tapi tidak bisa karena ini menyangkut nyawa seseorang...".
Sesuai janjinya, Winwin menceritakan bagaimana sosok Yuta yang mengaku-ngaku sebagai kekasihnya itu kepada Taeyong. Tentu saja bercerita saat cafe sedang sepi pengunjung.
Winwin menghela napas berat. "Ini terlihat mudah karena aku tidak berpikir untuk menyukainya sama sekali. Itu benar-benar konyol. Tapi ini akan benar-benar sangat merepotkan jika pria psycho itu terus membuntutiku kemanapun aku pergi".
"Aku tidak punya solusi, tapi kenapa kau tidak mencari pacar saja, Win?". Ujar Taeyong yang mencoba membantu.
"A-apa? Jangan konyol Hyung... Aku tidak ingin orang lain terlibat kedalam masalah ini. Apalagi Yuta itu sangat kejam, bagaimana jika ia menghabisi kekasihku?".
"Hhhh... Jika begini aku tidak tahu lagi harus bagaimana. Jika tidak ada solusi maka kau harus menyelesaikan taruhanmu dengan resiko dia akan mengusik hidupmu sampai batas waktu taruhan kalian berakhir".
Winwin mengangguk. "Hyung jaga rahasia ini baik-baik ya? Soal dia yang juga sudah memperkosaku. Aku tidak ingin sahabatku Doyoung sampai tahu, dia bisa memarahiku".
"Win... Jadi kau belum menceritakannya kepada Doyoung?".
Winwin menggeleng. "Aku takut Hyung! Aku takut dia menjauhiku".
Taeyong menyandarkan tubuhnya pada kursi cafe dengan kasar. "Aku bisa saja merahasiakannya dari Doyoung? Tapi kau tetap harus berhati-hati dengannya, kau tahu sendiri kan Doyoung itu seperti apa? Jika tidak diberitahu maka dia akan mencari tahu sendiri".
Winwin mengangguk. "Kalau begitu jangan sampai dia mendengar masalah ini, jangan sampai dia tahu".
Taeyong mengacak rambut Winwin gemas. "Kau percaya padaku, kan?".
Winwin mengangguk. "Tentu saja!".
Taeyong tersenyum. "Jika kau tidak ingin pulang bersama dengan Yuta, kau bisa menginap di rumahku malam ini, kau bisa hubungi dia? Biar aku yang bicara".
Winwin mengangguk sambil tersenyum. Lalu memeluk Taeyong yang sudah dianggapnya Kakak itu. "Terimakasih banyak, Hyung".
•
Clover Ass Cafe, tempat Winwin bekerja. Ke tempat inilah Yuta melangkahkan kakinya. Winwin memang sempat meneleponnya untuk membujuk Yuta agar tidak menjemputnya hari ini, tapi Yuta kembali mengingatkan Winwin soal perkataannya di mobil bahwa ia sama sekali tidak menerima penolakan, dan tentu dengan ancaman-ancaman lainnya yang membuat Winwin mengurungkan niatnya untuk bermalam di rumah Taeyong.
Sebenarnya Taeyong sangat kasihan melihat bagaimana Winwin diperlakukan. Tapi sungguh tidak ada yang bisa Taeyong perbuat jika ini menyangkut nyawa seseorang. Winwin juga sudah menyuruhnya untuk tidak terlibat karena ia takut itu malah akan membahayakannya.
Saat Winwin melihat wajah Yuta memasuki pintu Cafe semangatnya langsung berkurang berkali-kali lipat dari sebelumnya. Sedangkan Yuta... Wajahnya menyiratkan semburat kemenangan.
15 menit Yuta menunggu Winwin menyelesaikan pekerjaannya, akhirnya cafe tempatnya bekerja pun tutup.
"Win, kau yakin akan baik-baik saja?". Bisik Taeyong saat mereka sudah berada di luar cafe.
Winwin mengangguk. "Tenang saja Hyung!". Winwin mencoba mengembangkan senyumannya, mencoba untuk terlihat baik-baik saja walaupun sebenarnya tidak sama sekali. Jika ada celah untuk kabur, Winwin ingin sekali berlari dengan sangat kencang saat itu juga.
"Jika ada apa-apa, kau telpon aku ya?".
Lagi-lagi Winwin hanya mengangguk untuk memberikan jawaban.
KAMU SEDANG MEMBACA
You're My Destiny
FanfictionYuta: "Gua tau Jaehyun sayang banget sama lo Win... Gua gak pernah ngebahagiain Jaehyun sebagai adik gua. Gua cuma mau dia bahagia. Gua ikhlas kalo lo menikah sama Jaehyun. Mungkin... Memang kita gak ditakdirkan bersama Win, tapi satu hal yang perlu...