3. Different

1.7K 234 14
                                    

Vote dulu sebelum membaca
.
.

Lisa menghela nafas sesampainya ia menginjakkan kakinya di sekolah. Kalau boleh jujur ia benci sekolah, tak ada hal yang menyenangkan yang ia dapatkan dari yang namanya bersekolah ini.

Namun ia harus, setidaknya untuk membuat kerja keras kakaknya tak sia-sia. Melihat senyum Jennie yang selalu cerah ketika melihatnya mengenakan seragam membuat Lisa tak tega untuk mengatakan ia ingin berhenti sekolah saja dan ikut membantu Jennie untuk ikut bekerja.

Sesampainya di kelas dan duduk di bangkunya, Lisa meletekkan kedua tangannya pada meja, sebagai sandaran untuk kepalanya berbaring. Hal yang selalu ia lakukan untuk menunggu jam pelajaran di mulai.

Braakk

"Upss, sorry." Lisa tau jika gadis itu dengan sengaja menabrak mejanya.

"Kalau tidur jangan di sekolah dong, di rumah seharusnya. Oh atau tidurmu tidak nyenyak karna tak memiliki kasur yang nyaman? Kasihan sekali."

Lisa menghela nafas lelah, sudah sangat terbiasa mendengar kata-kata yang merendahkan dirinya. Baik secara terus terang ataupun melalui bisikan. Lisa sudah terbiasa sampai lupa bagaimana rasanya sakit hati dicaci.

"Maaf Yeora-ssi, aku harusnya sadar memang tidak sepatutnya aku tidur di kelas." Bangkit berdiri, Lisa membungkukkan badannya menghadap Yeora.

"Kau memang harusnya sadar diri! Kau hanya menumpang di sekolah ini jadi jaga sikapmu!" Yeora gadis yang dengan sengaja menggagu lisa tersebut mendorong bahu Lisa cukup kuat, bahkan sampai membuat Lisa mundur beberapa langkah.

"Sudahlah, tidak bagus jika pagi-pagi harus mengeluarkan energi untuknya. Lebih baik lanjutkan siang nanti saja." Teman Yeora yang bernama Hyojoo segera menarik lengan temannya itu saat hendak ingin mendorong Lisa lagi.

"Dasar gadis sialan." Setelah menatap sinis Lisa, Yeora dan temannya itu segera pergi keluar kelas.

Suasana kelas yang tadi sempat hening kini kembali bersuara. Bertingkah seolah-olah tidak ada hal yang telah terjadi.

Lisa kembali duduk kebangkunya, memasang ekspresi yang datar. Mensegusti dirinya sendiri untuk tetap kuat demi memenuhi keinginan Jennie yang sangat ingin dirinya dapat lulus dari sekolah menengah.

"Ya dan kau harus selalu merasa sadar diri Lisa-ya kalau sangat pantas bersekolah disini." Ujaran yang selalu ia katakan pada dirinya setelah kejadian tak mengenakkan, meski harus menunggu cukup lama agar bisa keluar dari tempat ini Lisa yakin kalau dia sanggup.

.
.

"Chaeyoungie, bangunlah." Usapan lembut di kepala Chaeyoung justru membuat gadis yang berada dalam balutan selimut hangat itu semakin merapatkan matanya.

"Ini sudah jam 8 dan kau masih tidak ingin bangun, hm?"

"Tidak." Suara parau khas tidur itu menjawab dengan cepat. Hal yang justru membuat Jisoo semakin ingin membangunkan adiknya itu.

Jisoo dengan pakaian yang sudah rapi terpaksa sedikit merelakan jika blazernya harus kusut nantinya.

"Masih tidak ingin bangun?" Jisoo sudah berada tepat di atas tubuh adiknya itu, mendekapnya erat.

"Yak! Unnie! Kau bisa membunuhku kalau seperti ini." Chaeyoung menggeliat di balik selimutnya. Menggerakkan badan-nya ke kiri dan kanan berharap agar kakaknya tersbut segera turun dari tubuhnya.

"Aku hanya akan mencari adik baru nantinya." Jisoo memeletkan lidahnya sesaat setelah ia turun. Melihat Chaeyoung yang kini menatapnya tajam dengan rambutnya yang masih berantakan. Membuatnya merinding seketika.

Chaeyoung masih menatap Jisoo dengan bengis, Unnie-nya itu tak bisakah membangunkan seseorang dengan sedikit manusiawi?

"Mengerikan. Kau seolah-olah ingin mencabik-cabikku." Jisoo memundurkan langkahnya perlahan ketika melihat sebuah pergerakan dari adiknya itu.

"Hehehe maaf, segeralah mandi aku sudah menyiapkan sarapan untuk adikku tercinta." Jisoo memaksakan senyumnya, sebelum benar-benar melangkah keluar dari kamarnya.

"Menyebalkan sekali." Jika sudah begini maka Chaeyoung tidak akan bisa lagi melanjutkan tidurnya.

Sesuai yang diperintahkan kakaknya tersebut, Chaeyoung turun ke bawah, untuk sarapan.

"Selamat pagi, Unnie." Chaeyoung memberikan kecupan singkat di pipi Jisoo sebelum ikut bergabung ke meja makan yang hanya diisi oleh mereka berdua.

"Unnie menungguku?" Tanya Chaeyoung ketika melihat makanan Jisoo yang sama sekali belum tersentuh.

"Tentu saja, apa gunanya aku membangunkanmu dan mengajakmu sarapan?" Jisoo meletakkan ke samping lembaran kertas yang ia pegang. Kini fokusnya sepenuhnya kembali pada Chaeyoung dan sarapannya.

Keadaan tenang dan hening selama mereka sarapan, hal yang wajar bagi keduanya. "Kenyang sekali," Sampai suara Chaeyoung kembali mengisi ruangan tersebut.

"Akan aneh Chaeyoung-ah kalau kau sampai tak kenyang." Jisoo menggelengkan kepalanya, 4 lembar sandwich dihabiskan oleh adiknya itu.

"Unnie kenapa belum pergi kerja?" Tanya Chaeyoung mengabaikan penyataaan Jisoo tadi. Sedikit heran sebenarnya. Beberapa hari ini Unnie-nya itu sangat aneh meluangkan banyak waktu di rumah.

"Hari ini aku hanya pergi melihat restaurant, jadi ya tidak perlu berangkat cepat. Kau ingin ikut?"

Chaeyoung segera menggelengkan kepalanya. Mengikuti Jisoo untuk pergi bekerja hanyalah sebuah keputusan yang buruk.

"Baiklah, kau ingin kubawakan apa? Sepertinya Unnie akan pulang cepat nanti."

Jisoo bangkit dari duduknya, membereskan lembaran berkas yang tadi sempat ia jamah. Setelah selesai ia menatap Chaeyoung yang juga sedang menatapnya.

"Apa saja, asal mengenyangkan."

Jisoo mengacak rambut adiknya itu dengan gemas. Tak lupa menghujani adiknya itu dengan ciuman.

"Unnie! Lipstick mu nanti menempel diwajahku."

.
.

Sebuah komentar akan sangat berarti

One More TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang