13. Chaeyoung, Roseanne, Rosie

1.3K 197 5
                                    

Bebas.
.
.

Sejak kecil gadis yang memiliki pipi berisi itu sudah merasakan yang namanya dibedakan.

Gadis itu tidak marah, justru setidaknya ia sedikit bersyukur, orang yang paling ia sayangi -kakak perempuannya yang bernama Jisoo- tidak merasakan apa yang ia alami.

Kasih sayang? Entahlah ia sendiri sudah lupa kapan terakhir kalinya Eomma dan Appa-nya menunjukkan hal tersebut kepadanya.

Karna yang sering ia dapatkan dari kedua orangtuanya hanyalah sebuah pukulan maupun makian.

Chaeyoung kecil yang baru saja berstatus kelas 5 sekolah dasar bahkan sudah mendapatkan sebuah cambukan dari Appa-nya.

"Kau ini perempuan Chaeyoung! Bagaimana bisa kau bertengkar dengan anak lelaki huh? Kau membuatku malu!"

Saat itu dirinya memang baru saja berkelahi dengan anak lelaki dari sekolahnya, Chaeyoung tidak bisa diam saja ketika melihat 'Lili' teman barunya terus-terusan dirundung oleh mereka, padahal  Chaeyoung sudah menegur mereka untuk tidak berperilaku seperti itu.

Lalu ia melempar batu kecil yang berada di dekatnya, alhasil lemparan itu mengenai pelipis salah satu anak lelaki yang ada di sana, tidak berdarah namun memberikan warna ungu yang kontras dengan warna kulit putih anak lelaki itu.

"A-ampun Appa, a-aku ti-dak melakukannya lagi."

Chaeyoung kecil terisak, menahan perih di punggungnya.

Tanpa ada kata maaf dan penyesalan, Appanya pergi begitu saja tanpa pernah menanyakan apakah keadaannya baik-baik saja setelah kejadian itu.

.
.

Usianya menginjak 11 tahun kala itu, hari-harinya di sekolah yang tadinya biasa saja menjadi menyedihkan.

Temannya yang ia tolong saat itu, menghilang, padahal mereka sudah akrab meski berbeda kelas.

Chaeyoung hanya mendapatkan informasi bahwa temannya yang bernama 'Lili' itu telah pindah sekolah sejak masuk ajaran baru. Chaeyoung teramat sedih, ia kehilangan teman berceritanya.

Sejak saat itu, orang-orang yang biasanya hanya berbicara tak baik tentang dirinya di belakang kini mulai berani terang-terangan.

'Anak pungut, anak pembantu, anak tiri atau anak yang tak dianggap' adalah hal yang lumrah di pendengarannya.

Chaeyoung tak berusaha melindungi dirinya dari ejekan itu, lagi pula ia merasa benar.

Sejak pertama kali menginjakkan kaki di sekolah, orangtuanya sama sekali tidak pernah datang untuk mengambil hasil raport semesterannya, selalu di wakilkan oleh orang-orang yang bekerja di rumahnya.

Padahal Chaeyoung juga ingin merasakan apa yang anak-anak lain rasakan, setidaknya seperti 'Lili' dimana kakaknya tersebut selalu berada di depan pintu gerbang sekolahnya menanti kepulangan temannya itu.

Chaeyoung bahkan sempat lupa, jika ia juga memiliki kakak yang dulu begitu memanjakannya, yang sekarang hilang ditelan kesibukan.

.
.

Sampai suatu hari ia merasa begitu merindukan Unnienya. Kenangan mereka lumayan banyak dihabiskan di taman.

Dulu kakaknya itu memang sering mengajaknya pergi ke taman yang tak jauh dari tempat tinggalnya.

Chaeyoung ingin kesana.

Dengan ingatan seadanya, ia nekat pergi sendiri, karna rumahnya sedang tak memiliki penghuni. Chaeyoung tidak tau dan tidak mau tau kemana mereka semua pergi.

Kaki kecilnya terus menyusuri jalan yang ramai. Tapi ia tak juga pernah sampai pada taman yang ingin ia tuju.

Chaeyoung kecil menyerah, ia merasa sangat asing di tempatnya berdiri sekarang.

Tangisan kecil mulai keluar dari bibirnya, membuat beberapa pejalan kaki disana segera menghampiri anak kecil tersebut.

"Kenapa kau menangis?"

"Aku tersesat disini, kumohon antar aku pulang."

Orang yang membantunya segera mengantar ia ke kantor polisi terdekat, untuk meminta bantuan.

Setelah dijemput di kantor polisi oleh orang suruhan orang tuanya, Chaeyoung sama sekali tidak disambut dengan raut wajah khawatir saat menapakkan kaki di rumahnya.

Lagi, sebuah teriakan dan sabetan ikat pinggang Appanya lah yang menjadi hukumannya.

"Lagi-lagi kerjamu hanya bisa merepotkan, membuat malu keluarga ini."

"Harusnya dulu aku menukarkanmu dengan anak laki-laki yang berada di rumah sakit. Agar ada yang bisa menjadi penerus Kim di sini."

"Atau setidaknya kau harus seperti kakakmu, yang cerdas, yang selalu menjadi juara dan tak pernah membuat salah."

"Kau memang anak yang sia-sia di keluargaku ini!"

.
.

Chaeyoung terbangun dengan nafasnya yang memburu. Masa lalunya belakangan ini mulai menghampiri alam bawah sadarnya.

Mencoba menenangkan dirinya, ia meraih gelas yang berada di atas meja nakasnya dengan tangan yang bergetar, sehingga menimbulkan suara ketukan yang cukup kuat ketika ia meletakkannya kembali.

Jisoo yang memang pada dasarnya mudah terusik, membuka lebar matarnya.

Mendapati adiknya dengan tubuh yang bergetar, Jisoo mengubah posisinya menjadi duduk.

"Chaeyoung-ah?" Chaeyoung berbalik, cukup terkejut melihat Jisoo yang terlihat khawatir.

Belum sempat ia menjawab, kakaknya tersebut sudah menangkup kedua pipinya yang ternyata sudah basah.

"Gwenchana? Ada yang sakit? Wajahmu juga pucat sekali."

Chaeyoung menggeleng pelan, "Hanya mimpi buruk, Unnie."

Jisoo kembali membawa Chaeyoung untuk berbaring setelah memastikan adiknya itu tidak terkena demam kembali karna wajahnya yang pucat.

Ia rengkuh adik satu-satunya itu dalam pelukan hangatnya.

Kali ini gadis bersurai hitam itu berharap pelukannya mampu membuat Chaeyoung tenang kembali.

"Tidurlah kembali, pelukan Unnie pasti ampuh untuk membuatmu tidak kembali bermimpi buruk."

.
.

Sebenarnya part ini harusnya lebih panjang, cuma bingung juga kalo ngejelasin secara detail, jadi intinya gitu :^)

Kenapa Rosie sama Lili ngga ingat satu sama lain pas ketemu lagi? Puberty hit them so hard, apa lagi Chaeyoung blonde😉  penggambaran Lili kecil itu ngga terurus, gedenya kek berbie hidup 😉

Ditambah mereka ngga pernah bahas masa lalu, ketemu juga ngobrol ringan, seadanya, tapi berkesan.

Jadi, kalau ada yg bingung, tanya aja langsung aja nanti dijelasin. Kalo ada. Kalo ga ada lebih bagus 😉

One More TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang