Jisoo memasuki rumahnya saat matahari sudah benar-benar tenggelam, tapi hujan juga tak mereda sejak tadi.
Membuka sepatu kerjanya yang sedikit basah, ia langsung menggantinya dengan sendal lembut rumahnya.
Kakinya melangkah keruang makan, mendapati perempuan paruh baya yang sudah bekerja di rumahnya sejak saat ia bayi. Perempuan paruh baya yang biasa mereka panggil dengan Bibi Joo itu tersenyum lembut tatkala matanya menangkap sosok Jisoo yang mendekat.
"Mandilah dulu Jisoo-ya, setelah itu kemarilah untuk makan sup hangat."
"Ne." Jisoo menurut, sebelum beranjak Jisoo menyempatkan memeluk wanita itu sebentar.
Teringat sesuatu Jisoo menghentikan langkahnya.
"Apa Chaeyoung tadi pergi keluar, bi?"
"Ne dia keluar sebelum hujan tapi saat kembali dia kehujanan, Chaeyoung juga belum lama sampai dan dia juga sangat basah kuyup."
Tanpa berkata apapun lagi, Jisoo berbalik dan langsung menuju kamar Chaeyoung.
Jisoo mengetuk pintu hitam milik kamar Chaeyoung. Beberapa kali sampai akhirnya suara dari dalam menyuruh untuk masuk saja.
"Yak, Chaeyoung. Kau bermain hujan-hujanan?"
Chaeyoung terkejut ditempatnya, tak menyangka dengan reaksi yang diberikan oleh kakaknya tersebut.
"Ahh.. Ne Unnie. Aku kehujanan saat pulang tadi, kalau aku tidak menerobosnya maka aku masih terjebak di sana sampai sekarang."
"Kau kan bisa menyuruh supir untuk menjemputmu."
Katakanlah Jisoo berlebihan, karna ia benar-benar mengkhawatirkan keadaan adiknya itu sekarang. Jisoo hanya tak ingin adiknya itu sakit.
"Mian, ponselku tertinggal tadi. Tapi aku sungguh tidak apa-apa sekarang. Jangan khawatir."
Chaeyoung memberikan senyum meyakinkannya. Karna ia juga merasa tubuhnya baik-baik saja sekarang.
"Unnie tidak perlu mencemaskanku, aku sudah besar, aku tau batasanku. Ekhm, aku sudah lapar aku turun duluan."
Jisoo terdiam ditempatnya, bahkan setelah Chaeyoung keluar, ia masih sibuk dengan pikirannya yang berkecamuk.
Terkadang Jisoo sama sekali tidak paham dengan sifat Chaeyoung yang menurutnya sulit ditebak. Jisoo menggeram kesal, sampai tak terasa air matanya meluruh di pipi mulusnya.
Menyesal dengan janji yang pernah ia ucapkan dulu, menyesal mengabaikan Chaeyoung selama bertahun-tahun, sampai akhirnya ia tersadar bahwa ia telah menjadi kakak buruk.
Dan sekarang akhirnya ia mencoba untuk mengembalikan semuanya dengan bantuan bibi Joo yang selama ini terus bersama Chaeyoung.
"Mianhae Chaeyoung-ah."
.
.Jennie menatap Lisa yang kini sibuk mengeringkan rambutnya dengan handuk. Lisa yang ditatap seperti itu justru tertawa kecil.
"Unnie, jika kau tidak mengubah tatapanmu, kau sungguh mirip dengan kucing buas tau."
Jennie mendesah kesal, memutar bola matanya melihat adiknya yang suka bertingkah menyebalkan.
"Tsk. Kau ini sudah besar masih bermain-main hujan? Kau tidak malu?"
"Apa peduliku pada tanggapan orang lain, yang penting aku bahagia. Bukankah begitu, Unnie?" Lisa mendekat, lalu memeluk tubuh Jennie yang memang lebih kecil darinya. Mendekapnya erat.
"Yaa kau benar, tapi itu tidak sehat Lisa-ya."
"Aku tak akan mengulangnya lagi."
Lisa melepaskan pelukannya, menghadap Jennie untuk memberikan senyum penenangnya.
"Baiklah, Unnie percaya. Gantung handukmu, lalu kita makan bersama."
Lisa menatap takjub makanan dihadapannya. Terkesima dengan lauk mereka malam ini. Meski ini bukan pertama kalinya ia mencicipi menu-menu seperti di restaurant tapi Lisa merasa kali ini hidangannya sangat berbeda.
"Yak, kau tidak akan kenyang jika hanya menatapnya." Lisa hanya bisa tertawa mendengar ucapan Jennie, dan segera duduk.
"Wah gila, ini enak sekali. Bukankah kalau seperti ini harganya pasti mahal?"
Jennie mengangguk sebagai jawaban pertanyaan Lisa. Ini adalah salah satu menu andalan restaurant tempat ia bekerja, dan memang harganya bisa membuat kantung Jennie meringis.
"Boss Unnie yang memberikannya tadi."
"Wah Boss-mu baik sekali."
"Kau benar, aku juga tidak mengerti kenapa. Kau tau? Bahkan tadi dia mengantarkan Unnie pulang."
"Daebak."
Keduanya kembali bercengkrama sembari makan. Mereka berdua memang tidak suka kesunyian di rumah mereka.
Setelah selesai, keduanya kembali ke ruang tengah sekaligus ruang tamu mereka. Duduk berdua di atas sofa.
"Kau bilang tadi kau mandi hujan bersama temanmu kan?" Jennie menatap adiknya itu yang terlihat antusias membicarakan kegiatannya tadi. Tentu saja Lisa sudah bercerita meski belum sepenuhnya.
Keduanya terbiasa saling bertukar cerita tentang kegiatan masing-masing.
"Hu'um, aku berharap dia tidak jatuh sakit karna kami bermain cukup lama tadi."
"Ya semoga.. Unnie akan menghukummu jika sampai dia sakit karna ulahmu."
Jennie menimpali perkataan adiknya itu yang dibalas Lisa dengan cibiran kecilnya.
.
.Sudah hampir pukul 1 malam namun Jisoo masih tak kunjung memejamkan matanya. Ia gelisa di ranjang besarnya.
Menyibakkan selimutnya, ia memutuskan untuk membuat susu, kata orang-orang itu manjur untuk membantu tidur.
Langkah kakinya mendadak berhenti di depan kamar Chaeyoung yang memang bersebelahan dengan kamarnya. Saat makan tadi mereka berdua dilanda keheningan. Jisoo merasa buruk akan hal itu.
Jisoo coba membuka pintu kamar Chaeyoung, berhasil karna tidak dikunci. Kamar itu hanya diisi oleh cahaya lampu tidur yang terletak di nakas di samping ranjang adiknya itu.
Jisoo mendekat, tubuhnya seketika menegang tatkala melihat Chaeyoung yang kini meringkuk dalam tidurnya.
"Chaeyoung-ah,"
Dengan gerakan cepat, Jisoo keluar dari kamar adiknya itu. Demam, tubuhnya sangat panas saat Jisoo menyentuhnya tadi.
Setelah mendapatkan barang yang Jisoo cari, Jisoo kembali ke kamar adiknya itu. Dengan pelan ia menempalkan Koolfever ke dahi adiknya itu.
"Unnie." Panggilan itu terdengar lirih, Jisoo tak menyangka jika ia sampai membangunkan adiknya itu, padahal ia sudah berhati-hati untuk tak menimbulkan banyak suara.
"Unnie disini sayang, ada yang sakit, hm? Maaf Unnie membangunkanmu." Jisoo berkata selembut mungkin, diikuti oleh tangannya yang menyingkirkan rambut yang menempel di wajah adiknya itu dikarenakan keringat.
"Hatiku sakit.. Kenapa kau jahat sekali padaku Unnie. Aku ingin membencimu."
Setetes air mata milik Chaeyoung jatuh, Jisoo bergeming perkataan adiknya itu menghunus hatinya.
"Maafkan Unnie." Suara Jisoo bergetar mengatakan itu. Karna ia sungguh merasa bersalah.
Isak tangis Chaeyoung mulai terdengar, Jisoo ikut berbaring, masuk ke dalam selimut yang sama dengan adiknya itu.
"Uljima, kepalamu bisa bertambah sakit nanti."
"Maafkan Unnie Chaeyoung-ah."
.
.ROSÉ SOLO IS COMING 🗣️
KAMU SEDANG MEMBACA
One More Time
FanfictionMereka bertemu karna takdir. Friendship | Family Seperti biasa, Ngga usah baca kalau ngga mau ngevote, ok? Ok. Ngga deng, becanda.