Jennie menetralkan detakan jantungnya yang berdegup hebat. Dirinya sedang tidak jatuh cinta, ia tak sempat memikirkan hal itu dalam hidupnya.
Pintu kokoh dan seseorang dibaliknyalah yang membuat jantung Jennie ingin meledak sekarang. Pasalnya, sudah banyak karyawan yang keluar dari sana tidaklah pernah menampakkan wajah yang bahagia dan tidak terlihat lagi esok harinya ditempat kerja.
"Kenapa kau masih di luar, Jennie? Nona muda sudah menunggumu." Suara tiba-tiba itu membuat jantung Jennie tidak hanya ingin meledak namun juga ingin melompat dari tempatnya.
"Ah maaf-maaf aku mengagetkanmu." Senyum wanita yang tak berumur jauh darinya itu menggaruk lehernya, sedikit bersalah karna Jennie kini terlihat seperti habis kehilangan ruhnya.
Jennie membungkukkan badanya berkali-kali. Justru ia yang merasa sangat tidak sopan pada sekretaris bossnya tersebut karna sempat memekik tadi.
"Sudahlah hentikan, bukankah kau harus segera masuk? Nanti Nona muda bisa marah kalau kau membuatnya menunggu."
Jennie mematung ditempatnya mendengar perkataan wanita di sampingnya itu.
"Apa aku akan dipecat?" Suara Jennie mengecil dan serak. Jika sampai ia dipecat bagaimana nanti ia memenuhi kebutuhan dia dan adiknya Lisa yang menggemaskan itu?
"Saya tidak tau. Tapi mari berharap kebaikan yang datang padamu." Senyuman menenangkan diberikan pada Jennie, hal itu lumayan berhasil karna Jennie terlihat sudah tak segugup tadi.
"Masuklah. Nona muda tak akan memangsamu, jadi tak usah takut."
Semua karyawan disini tau, bahwa pemilik restaurant ini sangat tegas, disiplin, memiliki mimik yang dingin dan sangat jarang terlihat tersenyum bila sedang berkunjung.
Maka dari itu, karna jarang berkunjung dan bila sampai memanggil karyawan ke dalam kantornya bukanlah susuatu yang patut disyukuri.
"Huh.." Jennie menarik nafasnya dalam dan menghembuskannya dengan kuat. Berharap bukan hal buruk yang diterimanya hari ini.
.
.Suara gesekan papan tulis yang beradu dengan spidol memenuhi ruangan yang kini sangat senyap. Semua mata berfokus pada guru mereka yang tengah menjelaskan sesuatu di depan. Entah mereka benar-benar fokus atau sedang berpura-pura fokus.
Lisa sendiri bergantian menatap papan tulis dan buku tulisnya. Mencatat hal-hal yang penting yang diberikan oleh gurunya.
Sampai akhirnya suara bel menggema di area sekolah. Membuat murid-murid di sana bersorak gembira, seakan baru saja diselamatkan dari serangan berbahaya.
"Baiklah, pelajaran hari ini cukup sampai di sini. Kalian pelajari kembali apa yang sudah kita pelajari sejauh ini karna pertemua berikutnya kita akan mengadakan ulangan. Selamat siang semuanya."
Setelah guru mereka keluar, sausana kelas kembali ribut. Beberapa orang terlihat tak peduli pada ucapan guru mereka barusan dan beberapa lagi justru sibuk mengeluh.
Lisa sendiri tidak berada pada posisi keduanya, tak peduli dan juga tak mengeluh. Karna yang ia tau hanya harus belajar agar nilainya stabil.
"Hari yang sangat melelahkan." Gumam Lisa pelan. Kelasnya telah kosong, ia memang selalu menjadi murid paling akhir keluar dari kelasnya ini.
Koridor juga sudah tampak sepi. Kakinya terus melangkah keluar dari gedung sekolah, mengabaikan bisik-bisikan yang sesekali terdengar oleh indra pendengarannya.
Lisa membuka pintu rumahnya yang jelas tak berpenghuni karna kakaknya tersebut pasti akan pulang sore menjelang malam hari.
Lisa memutuskan untuk berganti baju dan meraih mimpinya dengan tidur. Badannya terasa lelah hari ini padahal ia tak melakukan kegiatan berat.
.
.Tak ada kegiatan menyenangkan yang biasa ia lakukan hari ini. Terlalu membosankan di rumah setiap harinya.
Chaeyoung tak pergi bersekolah seperti anak kebanyakan diusianya. Dia hanya pernah merasakan sekolah di sekolahan umum saat sekolah dasar dan itu juga tak menyenangkan seperti yang pernah ia lihat televisi.
Karna hal yang tidak menyenangkan itulah, orang tua mereka memutuskan untuk menyekolahkannya di rumah saja dan mengikuti berbagai macam pelajaran tambahan seperti les piano serta menggambar.
Jika diingat, gadis pirang itu tak pernah memiliki teman. Sejak sd menjadi korban perundungan dan setelah itu ia enggan untuk bersiosialisasi dengan dunia luar.
Tapi sejak ia mengenal gadis berponi tempo hari yang telah membantunya, membuka sedikit kayakinan di hati Chaeyoung, berteman tidaklah seburuk yang ia bayangkan.
"Joohwangie, menurutmu apa aku akan bertemu lagi dengannya?" Chaeyoung memberikan tatapan sendunya pada hewan yang hidup dalam air tersebut.
Seolah mengerti apa yang dimaksud oleh pemeliharanya tersebut, ikan terebut mengepakkan siripnya dengan cepat dan kembali pada posisi tadi.
"Aku tau, aku pasti akan bertemu lagi dengannya."
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
One More Time
FanfictionMereka bertemu karna takdir. Friendship | Family Seperti biasa, Ngga usah baca kalau ngga mau ngevote, ok? Ok. Ngga deng, becanda.