Elea
Semalaman aku banyak bercerita dengan Zya dan Ega dari mulai masalah pekerjaan sampai kehidupan sehari hari.
"Aku bukannya sekutu sama mas Ale ya, Lea. Tapi kayaknya kalian emang nggak bisa terus-terusan bersikap seolah-olah nggak ada apa-apa." Ucap Ega.
"Aku tau kepercayaan kamu luntur abis masalah si mantannya mas Ale itu. Tapi bukan berarti mas Ale nggak berubah kan, Le." Tambahnya.
Aku mengangguk, "jujur aku udah coba buat percaya sama Ale lagi tapi susah banget. Aku udah coba buat biasa lagi tapi tetep aja Zy, Ga. Nggak semudah itu buat aku." Ucapku.
Mereka terdiam sesaat.
"Le, tapi rasa kamu masih sama kan?" Tanya Zya tiba-tiba.
Aku terdiam memikirkan pertanyaan Zya. Aku tak tau pasti jawaban apa yang harusnya keluar dari mulutku.
"Coba dipikirin lagi Le. Aku yakin rasa kamu sama Ale nggak semudah itu hilang karena kesalahan Ale kemarin." Ucap Zya.
***
Siang ini aku telah menyelesaikan tugasku sebagai salah satu orang yang diundang untuk berbagi pengalamanku di seminar. Selesai acara, aku tak langsung ke kamar, karena masih sibuk bertukar kartu nama dengan sejumlah narasumber lain.
"Malam ini ikut kan Mbak Elea?" Tanya Sadhena, salah seorang teman yang ku kenal selama seminar.
Malam ini panitia mengadakan makan malam bersama, sebagai acara penutup seminar kali ini.
"Hemm, iy..." ucapku terpotong.
Belum sempat menjawab handphone-ku berdering.
"Saya izin angkat telfon sebentar ya." Tambahku kemudian.
HOME is calling...
"Ya?" Jawabku.
"Mbak El, obat alerginya mas Ale yang mana ya? Mas Ale kayaknya Alergi, tapi nggak mau ke dokter." Ucap mbak Sari.
Aku terdiam sejenak.
"Ada di kotak obat yang di laci dapur paling kanan mbak. Cari botol obat yang ada tulisan nama Ale. " ucapku.
"Mas Ale makan apa mbak?" Tanyaku kemudian.
"Semalam, saya nggak dibolehin masak mbak karena mas Ale udah makan katanya. Tapi abis itu malah muntah-muntah, trus lehernya merah banget mbak." Jawabnya.
Aku terdiam mendengar penjelasan mbak Sari dan memutuskan untuk ke kamar dan me-rescedule tiket pesawatku jadi sore ini.
Ya, aku memutuskan untuk tidak berlama-lama di Jogja karena pikiranku sekarang hanya berpusat pada Ale.
***
Aku sampai di Jakarta pukul 18.30, dan langsung menuju rumah dengan pak Tirto.
"Pak tolong turunin barang-barang ya." Ucapku tergesa-gesa.
Aku berlari menuju kamar dan ku lihat Ale sedang menonton TV dengan badan yang tertidur lemah.
"Le? Kok udah pulang?" Tanyanya heran. Suara Ale nyaris hilang akibat lehernya yang masih merah dan bengkak.
Aku menghampirinya. Menatapnya, memeriksa kemerahan di lehernya. Badannya sedikit panas, tenggorokannya bengkak, mukanya pucat.
KAMU SEDANG MEMBACA
PETRICHOR [COMPLETED]
General Fiction(Sequel of EPOCH) Hari itu menjadi sangat kaku, Ketika sepasang mata ini bertemu lagi denganmu.. Terpaku menatap senyuman yang tertuju padaku. Hai, Aku rindu... PETRICHOR ˈpɛtrʌɪkɔː (n) : A pleasant smell that frequently accompanies the first rain a...