QUERENCIA

11.6K 691 42
                                    

Teari

"Ter, gue nggak bisa terus-terusan begini. Lo tau kan gue punya Ciya? Dan Ciya tuh..." ucap seorang laki-laki yang beberapa bulan ini mengisi pikiranku.

Airlangga Chandrama Aji. Eksekutif Produser sekaligus ayah dari satu anak perempuan berumur enam tahun, yang mampu membuat pikiran dan hatiku sungguh kacau hari ini.

Aku tersenyum, "nggak apa-apa, mas. Aku nggak akan maksa biar hubungan kita lebih dari ini kok. Jadi mas Aji tenang aja ya." Ucapku setelahnya.

Mas Aji, aku memanggilnya begitu. Beberapa bulan belakangan ini kami memang sempat dekat, walau aku mengatakan padanya tak berharap apapun, namun entah kenapa rasanya masih menggantung. Aji tidak pernah sekalipun menolak atau membiarkanku masuk ke dalam kehidupannya. Kami hanya saling tatap dan menjadi dekat, namun tak pernah ada kejelasan setelahnya.

Sore tadi, ia mengatakan itu lagi. Hal yang selalu ia katakan saat semuanya tak berjalan sesuai dengan harapannya. Dan aku terluka lagi pastinya.

"Gue balik." Ucap seorang di sebelahku.

Asvathama Al-Faudzan atau lebih sering ku panggil Ojan. Sahabatku sejak awal masuk department news. Segala hal tentangku yang mungkin orang lain tak tahu, bisa kalian ketahui jika menculik pria ajaib satu ini.

"Hem, Hati-hati." Ucapku lemah dengan kepala yang masih betah bersandar di meja kerjaku.

Ojan menatapku heran.

"Udah sana balik!" Tambahku.

Ojan membalikan tubuhnya dan melambaikan tangannya tanda ia meninggalkanku.

Dua jam setelahnya, aku sudah berada di sebuah lounge. Entah kenapa aku selalu mengunjungi tempat ini jika merasa perlu melepasbeban pikiranku, namun akhirnya selalu digantikan oleh sakit kepala-- ya, Aku mabuk.

Tak lama setelahnya, seorang pria datang dan memapahku. aku tak bisa melihat jelas wajahnya, namin aku bisa mendengar sedikit suaranya walau samar.

"Gue yang anter." Ucap pria itu sambil memapahku menuju mobilnya.

***

Keesokan harinya, aku masuk kantor dengan sakit kepala yang luar biasa akibat ulahku semalam. Berjalan perlahan sambi menepuk-nepuk kepalaku pelan. Setelah sampai, aku merasa heran karena mendapati segelas teh hijau di mejaku, memeriksa sekeliling, namun tak juga mendapatkan siapa pengirimnya.

"Dari mana lo?" Ucapku saat melihat Ojan datang.

"Poop. Kenapa mau juga?" Ucapnya meledek.

Aku menatapnya, lalu tersenyum.

"Dih kenapa lo nyengir-nyengir?" Tanyanya heran.

Aku menggeleng, "lo yang kemaren nganter gue?" Tanyaku pada Ojan yang baru saja duduk di kursinya.

"Nggak." Jawabnya. "Emang lo kemana?" Tanyanya.

"Nggak kemana-mana." Jawabku kikuk. "Beneran lo nggak dapet telfon gitu?" Tanyaku lagi

Ia menggeleng, "Mabok lagi lo ya?!" Tanyanya dengan suara yang hampir membuat seluruh orang di ruangan kami menoleh.

"Ih ngaco! Nggak! Gue mimpi kayaknya." Jawabku sambil menutup mulutnya.

Pikiranku melayang, dan tersenyum memikirkan jawaban atas pria semalam dan teh hijau ini adalah orang yang sama dengan yang kupikirkan. Yang sedang duduk di ruangannya, fokus menatap layar komputernya.

PETRICHOR [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang